Runtuhnya Kerajaan Jawa Timur (bagian 3)

361 44 5
                                    

Patih Wiro tersenyum miring. “Ternyata kau masih memanggilku seperti itu. Apa kau masih menganggap aku gurumu?”
 
Masih menundukkan kepalanya, Seloso menjawab, “tentu saja. Bagaimana pun juga, kau adalah guruku. Yang telah memungutku dan membesarkan aku. Serta mengajariku banyak hal. Jadi, meski saat ini kita tidak dalam satu jalan, kau tetaplah guruku yang sangat aku hormati.”
 
Patih Wiro tertawa sesaat. “Tapi meskipun begitu, kau tidak akan menuruti perintahku, bukan begitu?”
 
Seloso bangkit. “Tentu saja guru. Karena panutanku saat ini adalah Tuan Volka.”
 
Seloso kemudian mengubah sosoknya menjadi manusia harimau loreng.
 
Patih Wiro tersenyum bangga, tapi juga agak kesal saat melihat Seloso berubah wujud.
 
“Jadi, kau sudah menyempurnakan ilmu yang aku ajarkan padamu. Sungguh hebat sekali. Aku tahu, kau memang berbakat,” puji Patih Wiro.
 
“Terima kasih, Guru. Ini semua berkat ajaran guru untuk selalu belajar dan tidak mudah menyerah,”
 
“Yah, tapi sayangnya aku harus mengambil itu lagi darimu. Meski kau berbakat, tapi cara berpikirmu itu sangat melenceng dari kebenaran,” ucap Patih Wiro lalu membuat kuda-kuda.
 
Seloso juga mengambil kuda-kuda yang sama seperti Patih Wiro. Karena hampir seluruh ilmu bela diri Seloso adalah hasil pengajaran Patih Wiro.
 
Seloso menarik nafasnya. Lalu melesat menyerang Patih Wiro terlebih dahulu.
 
Gerakan Seloso yang cepat membuat Patih Wiro agak terkejut. Namun serangan sederhana Seloso bisa diatasi Patih Wiro dengan mudah. Bahkan Patih Wiro langsung mendaratkan satu pukulan telak di perut Seloso. Membuat Seloso terlempar hingga menabrak tembok kayu di belakangnya.
 
“Seranganmu begitu mudah di tebak. Mengandalkan kecepatan saja, itu tidak akan cukup untuk membunuhku!” ujar Patih Wiro.
 
Seloso bangkit. Perutnya yang terkena pukulan terasa begitu sakit dan membekas gosong.
 
“Pukulan ruh harimau milik Guru, memang selalu hebat. Tapi kalau guru tidak serius menghadapiku, Guru sendiri yang akan menyesal!”
 
Seloso kembali menyerang. Kali ini dia menyerang dengan lebih bersabar, tidak agresif seperti serangan pertama. Tapi dari pertukaran pukulan itu, Seloso di paksa Patih Wiro untuk berada dalam posisi bertahan karena serangan Patih Wiro selalu mendominasi. Dan lagi-lagi, Seloso terkena satu pukulan.
 
“Apa-apaan ini? Apa bergabung dengan kelompok itu membuatmu semakin lemah? Semua seranganmu terasa begitu membosankan!”
 
Patih Wiro lantas bergerak menyerang Seloso. Gerakannya yang lebih kesit membuat Seloso kewalahan. Beberapa luka pukul Seloso dapati dari serangan bertubi-tubi Patih Wiro.
 
Darah segar mengalir di tepi bibir Seloso. Secara ilmu, memang Patih Wiro jauh lebih unggul. Namun Seloso berani menantang bukan tanpa persiapan. Puncak dari setiap ilmu adalah pernafasan. Dan selama bersama Penunggang Kematian, Seloso belajar banyak dari 4 kapten. Dan dari 4 kapten ini, Seloso sering di ajari oleh Romo.
 
Dalam belajarnya, Seloso mendapatkan ilmu pernafasan dari Romo. Dengan ilmu pernafasan ini, bisa melipat gandakan tenaga dalam. Serta bisa juga untuk memulihkan diri dan memperkecil penggunaan tenaga dalam saat bertarung.
 
Seloso menarik nafas dalam-dalam. Lalu dihembuskan keluar. Ia lalukan itu sampai tubuhnya mulai membaik dan luka yang ia terima terobati sebanyak 80 persen. Atau paling tidak sampai otot-ototnya yang hancur akibat pukulan Patih Wiro membaik.
 
Patih Wiro tahu apa yang sedang Seloso lakukan. Namun dirinya memilih diam dan membiarkan Seloso memulihkan dirinya.
 
“Ilmu Nafas Gunungmu, boleh juga. Itu memang salah satu ilmu yang cukup penting untuk melengkapi ilmu kanuraganmu. Karena dengan ilmu itu, pertahananmu menjadi lebih tebal. Kau pasti sudah banyak belajar sejak 8 tahun kita tidak bersama,” kata Patih Wiro.
 
“Guru memang hebat, bisa mengenali ilmu Nafas Gunung ini. Kalau begitu, mari kita lanjutkan pertarungan ini!”
 
Seloso dan Patih Wiro kemudian sama-sama maju. Keduanya kembali bertukar pukulan. Tenaga dan hantaman Seloso kali ini lebih berasa dua kali lipat dari sebelumnya. Membuat Patih Wiro menjadi lebih waspada.
 
Crashh!!! Patih Wiro mendapatkan luka pertamanya akibat cakar Seloso di pipi kirinya. Sedangkan Seloso juga mendapatkan luka pukulan di dada kanannya. Membuatnya kembali memuntahkan darah segar.
 
Seloso terlihat sulit bernafas setelah menerima pukulan harimau Patih Wiro. Tapi senyumnya melebar saat ia tahu, dirinya telah berhasil melukai Patih Wiro.
 
“Jangan tersenyum seperti itu. Kau akan berakhir kecewa. Karena luka ini, bukan luka yang serius.”
 
Setelah berkata seperti itu, luka di pipi Patih Wiro menguapkan asap lalu lukanya sembuh tanpa bekas sama sekali.
 
“Tetap saja, aku telah berhasil menggoreskan luka di wajah Guru!” kata Seloso penuh bangga.
 
Patih Wiro kemudian mengambil nafas dalam. Dan saat menghembuskan nafasnya. Tubuhnya berubah menjadi berbulu. Tangannya memunculkan cakar, dan giginya mengeluarkan taring yang lebih panjang dari milik Seloso.
 
“Siluman Harimau Putih,” ucap Seloso dengan mantap, “Akhirnya, Guru mulai serius juga sekarang!”
 
Senyum Seloso semakin lebar. Meski lawan di hadapannya bukan lawan yang bisa dia kalahkan dalam 50 tahun ke depan. Namun Seloso seperti haus akan pertarungan berat sebelah ini. Membuatnya jadi sangat bersemangat sampai menggila.
 
“Seharusnya, dengan aku menunjukkan wujud ini, kau akan mengerti seberapa jauh perbedaan kekuatan kita. Tapi kau-” Patih Wiro menggeleng, dirinya tak mampu melanjutkan ucapannya, karena jika diukur dengan nalar, kekuatan miliknya dan Seloso, bagai air laut dan daratan. Sangat berbanding jauh. Namun ekspresi Seloso, membuat Patih Wiro mengambil satu kesimpulan. Yaitu Gila.
 
Seloso langsung melesat menyerang Patih Wiro setelah melakukan Nafas Gunung guna memperkuat tubuhnya serta pukulannya Namun sebelum Seloso mendaratkan pukulan. Bahkan jarak antara Seloso dan Patih Wiro masih terpisah 2 meter, Patih Wiro sudah mengayunkan pukulannya. Seloso yang tak mengerti mengapa gurunya mengayunkan pukulan di saat jarak mereka masih terpisah 2 meter, menjadi tahu alasan Patih Wiro saat ia merasakan wajahnya seperti menerima pukulan harimau Patih Wiro. Membuat Seloso kembali terlempar. Bahkan lebih jauh dari sebelumnya.
 
“Brajamusti!” gumam Patih Wiro.
 
Brajamusti adalah salah satu kanuragan hebat yang membuat pemilik ilmu ini bisa menghancurkan besi dengan mudah. Bahkan bisa memukul lawan yang jaraknya jauh.
 
Patih Wiro berjalan mendekati Seloso yang masih terkapar. Pukulannya tadi, benar-benar membuat Seloso kesakitan hingga membuatnya sulit bergerak.
 
Saat Patih Wiro tiba di hadapannya, Seloso menatap dengan tatapan penuh kebencian.
 
“Guru, kau memang sangat hebat.”
 
Patih Wiro hanya diam. Dia kemudian mengangkat tangannya dan kembali melepaskan pukulan secara bertubi-tubi. Seloso yang mendapatkan serangan Patih Wiro tak mampu menahan apalagi menghindarinya. Wujud Seloso yang sebelumnya manusia harimau, kini kembali menjadi wujud manusia. Beberapa tulangnya hancur dan darah segar membasahi tubuhnya.
 
Nafas Seloso tersengkal-sengkal. Ia merasakan nyawanya sudah berada di ujung tanduk. Jika satu pukulan Brajamusti kembali mendarat di tubuhnya, dapat dipastikan dirinya akan mati. Tapi Patih Wiro tak melakukan pukulan terakhirnya. Melihat wajah babak belur Seloso. Dan ketidakberdayaan Seloso membuat Patih Wiro teringat dengan masa kecil Seloso yang ia selamatkan dari kerasnya kehidupan.
 
Sejujunya, Patih Wiro sangat mencintai Seloso seperti anaknya sendiri.
 
“Andai saja aku tahu bahwa kau akan bergabung bersama Penunggang Kematian. Aku pasti sudah menghentikanmu waktu itu!” air mata Patih Wiro mengalir.
 
Seloso tersenyum. “Inilah takdir, Guru. Seperti yang kau katakan padaku. Hidup itu kejam dan dipenuhi misteri. Buatlah takdirmu sendiri agar kau bisa menempuh jalan yang kau inginkan.”
 
***
 
Blamm! Blamm! Blamm!!! Suara hantaman yang keras dan bertubi-tubi hingga menggetarkan lantai membuat langkah Alka terhenti. Perasaannya mendadak terasa seperti terancam. Alka yang cemas memilih kembali ke arah dirinya dan Seloso berpisah. Kemudian Alka mencari keberadaan Seloso.
 
Sambil menggenggam erat belati di tangannya, ia menelusuri tiap lorong. Hingga akhirnya ia melihat manusia harimau berwarna putih perak berdiri di hadapan Seloso yang terkapar.
 
Alka tak mengeluarkan suara apa pun. Hawa keberadaannya langsung ia hilangkan agar Patih Wiro tak menyadari keberadaannya. Dengan gerakan yang cepat namun hening, Alka melesat ke arah Patih Wiro tanpa suara.
 
Patih Wiro yang baru menyadari ada musuh mendekat melalui indra penciumannya, terlambat menyadari. Sehingga Alka berhasil merangkul tubuh besarnya dari belakang dan langsung menancapkan belati di jantungnya 
 
Patih Wiro meronta, berusaha melawan Alka. Namun sebelum menyerang Alka, Seloso yang sebelumnya terkapar tak berdaya tiba-tiba bangkit dan kembali ke wujud manusia harimau dan langsung menerkam leher Patih Wiro. Sehingga membuat Patih Wiro terjatuh ke belakang dan menindih tubuh Alka.
 
Alka tak berusaha menghindar atau pun melepaskan dirinya dari tubuh Patih Wiro meski Patih Wiro menindih tubuhnya yang tak begitu besar. Karena dirinya ingin memberi kesempatan untuk Seloso menghabisi Patih Wiro.
 
Patih Wiro menggunakan segenap kemampuannya untuk mematahkan tangan Alka. Sedang Seloso yang masih menancapkan taringnya di leher Patih Wiro, menggunakan kesempatan emas yang Alka berikan ini dengan mencakari dada dan perut Patih Wiro dengan brutal.
 
Patih Wiro yang kesakitan menggeram dengan suara Harimaunya. Membuat Prabu Sekti Siliwangi dan beberapa Patih mampu mendengar raungan itu dengan jelas. 
 
Dengan segenap kemampuan yang masih tersisa, Patih Wiro meraih tangan kanan Alka dan di tariknya kuat-kuat. Membuat tangan Alka putus dari tubuhnya. Jerit kesakitan Alka menggelegar. Namun di saat itu juga, Seloso berhasil merobek dada dan perut Patih Wiro hingga membuat jantung, usus dan lambungnya terkoyak keluar dari tempatnya.
 
Di nafas terakhirnya, sebenarnya Patih Wiro masih bisa membunuh Seloso. Namun Patih Wiro tak menggunakan kesempatan itu. Melainkan mengusap kepala Seloso dengan lembut.
 
“Kau memanglah anak yang malang,” nafas Patih Wiro terhenti setelah berkata demikian. Tubuhnya kembali menjadi manusia dan pupil matanya melebar. Sehingga hanya warna gelap yang menghiasi bola matanya.
 
Seloso terdiam dalam kebingungan. Di saat terakhir dirinya membunuh gurunya sendiri, dirinya malah mendapatkan satu perilaku Patih Wiro yang telah lama tak ia rasakan. Bahkan terkadang ia rindukan.
 
Air mata Seloso tumpah. Untuk beberapa saat, ia tak menyingkir dari tubuh Patih Wiro. Membiarkan bulunya bermandikan darah Patih Wiro yang merah dan kental.
 
 
 

Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang