IV

1.4K 96 0
                                    

Vazo dan Zila berhenti disebuah gerbang pedesaan yang megah. Gerbang itu dijaga oleh 2 prajurit di sisi nya. Vazo berjalan masuk dan memberi salam kepada kedua prajurit itu.

“Selamat datang kembali, Alpha”, ucap kedua prajurit itu serempak.

“Hm, panggil beberapa prajurit untuk berjaga di area markas 3, di kawasan itu terjadi pembantaian”, Vazo berkata dengan serius.

“Baik, dengan segera, Alpha!”, salah satu prajurit itu berubah menjadi serigala dan berlari cepat menuju istana.

Zila masih terlena dengan pemandangan desa di depannya. Sesaat setelah mereka masuk dan berjalan, rakyat di sekeliling langsung memberi salam.

“selamat datang kembali, sang Alpha.”

“semoga harimu menyenangkan, Alpha.”

“Alpha telah kembali!”

Begitulah sorak-sorak mereka. Vazo hanya membalas dengan senyum tipis. Sedangkan Zila yang tidak biasa mendapat sapaan seperti itu, mulai mengangguk-anggukan kepalanya membalas salam. Terlihat santun dan berwibawa, walau ia dalam posisi duduk. Seketika, rakyat disana terlena dengan ke anggunan seorang gadis yang berada di punggung Vazo, begitu pula dengan Vazo. Karena mereka terlalu mencolok, akhirnya Vazo mempercepat langkahnya menuju istana.
Sesampainya di istana, Vazo merubah dirinya menjadi seorang lelaki gagah yang dipenuhi aura ketenangan namun juga tajam. Berjalan dengan penuh wibawa menuju koridor istana sambil membawa Zila dalam gendongan nya ala bridal style.

“selamat datang kembali, anakku”, dari jarak tak lebih 3 meter, ada seorang lelaki tua beserta istrinya.

“Ayah, ibu, aku kembali”, balas Vazo tersenyum.

“Siapa gadis cantik ini? Kau tidak menculik anak orang kan?”, ucap Nyonya Stevenson.

“hah? Tentu tidak ibu, ibu pikir aku apa?!”, balas Vazo kesal.

“Salam, Tuan dan Nyonya, saya Zila, mohon izin untuk berada di kerajaan ini kepada anda sekalian”, Zila berucap sambil meletakkan tangan kanan nya ke dada kiri, memberi hormat.

“Sungguh kata-kata yang penuh sopan santun, tidak perlu sungkan, ayo bicara didalam..”, Tuan Stevenson berkata sambil tersenyum, dan berjalan mendahului mereka menuju aula utama.

Didalam aula utama, mereka ber empat duduk bersebrangan. Vazo telah melaporkan kejadian Zila kepada kedua orang tua nya.

“Sungguh perbuatan kejam, apakah itu perbuatan rogue?”, balas Tuan Stevenson.

“Tadinya aku berpikir begitu ayah, tapi pembantaian ini adalah pembantaian terencana, dan selama beberapa hari ini, laporan rogue di area markas 3 hanyalah rogue yang muncul hari ini.”

“hmm, aku tidak ingin berpikir buruk dulu, tapi nak, apa kau benar tinggal di rumah itu?”, tanya Tuan Stevenson kepada Zila.

“Benar tuan, semenjak hamba kecil, hamba tinggal disana bersama kedua orang tua hamba”, balas Zila sambil membungkuk.

“Bagaimana bisa...Alpha, apa mungkin kau lupa terhadap data rumah satu itu?”, tanya Nyonya Stevenson kepada Vazo.

“tidak ibu, bahkan aku mengetahui keberadaannya baru saja.”

“Nak Zila, apa marga keluargamu?”, tanya Nyonya Stevenson.

“maaf nyonya, apa itu...marga keluarga?”, Zila kebingungan.
Seketika ruangan itu hening, mereka semua terkejut, termasuk Vazo. Vazo juga baru ingat bahwa dia tidak menanyakan marga keluarga nya, dan Zila juga tidak menyebutkan marga nya.

“Marga adalah nama yang diwariskan turun temurun dari sebuah keluarga, nak... apa kamu tidak memilikinya?”, jelas Tuan Stevenson.

“Maafkan hamba tuan, namun selama hamba hidup, hamba hanya mempunyai nama ini.”

“Apakah orangtua mu tidak pernah memberitahu marga nya?”

“tidak pernah, tuan. Seumur hidup, saya hanya dipanggil dengan ‘Zila’ dan tidak ada orang yang pernah menanyakan marga kepada hamba.”

“apakah Zila tinggal sendiri disana? Tidak ada tetangga atau pemukiman?”, tanya Nyonya Stevenson.

“Nyonya benar, hamba tidak pernah bertemu orang selain kami disana”, balas Zila dengan wajah sendu.

“Betapa beratnya takdir yang kau tanggung, nak...tinggal lah di pack ini, kami menerima mu dengan penuh kehormatan”, balas Nyonya Stevenson dengan senyum.

“Terimakasih banyak atas kebaikan hati tuan dan nyonya bersedia menerima hamba yang hanya angin lalu!”, Zila berdiri hendak membungkuk dalam, namun ia limbung dan di tahan oleh tubuh Vazo.

“tidak perlu, sayang, kau masih sakit, bagaimana jika terjadi sesuatu, duduk lah”, Nyonya Stevenson berdiri dan menghampiri Zila dengan panik.

“Mulai sekarang, Zila tinggal bersama kami di istana ini, tidak ada lagi ancaman yang akan datang, hiduplah dengan bahagia, Zila. Oh ya, panggil ibu dan ayah saja, tidak perlu formal, Zila sudah diterima di keluarga ini”, Nyonya Stevenson memegang pundak Zila dan tersenyum ke arahnya.

“A-yah, ibu...i-ibu”, Zila berujar lirih. Setelah itu, nyonya Stevenson mendekap erat Zila kedalam pelukannya.

Dilain sisi, Tuan Stevenson mengubah ekspresi nya dari tersenyum ramah, menjadi serius menatap Vazo.

“Nak, apa kau tidak menemukan keanehan pada gadis itu?”, ucap Tuan Stevenson.

“Banyak hal yang janggal, ayah.”

“katakan, ayah mendengarkan.”

“pertama mengenai jejak pembantaian yang begitu rapi dan tersusun. Kedua, aku bahkan baru saja tau jika ada keluarga kecil yang tinggal disana, kemungkinan, mereka tidak terdaftar dalam data kerajaan kita. Ketiga, dia tidak pernah mengetahui ataupun menggunakan marga keluarga nya. Keempat, dia cukup mahir dalam pertarungan panah dan juga pisau. Kelima, kedua orang tua nya meninggalkan surat, tepat setelah kematian mereka. Bukankah itu terlalu jelas jika mereka meninggalkan surat?”

“hmm..memang ada sesuatu yang janggal, apa mereka adalah utusan musuh?”

“Vazo akan menyatakan bahwa sepertinya bukan.”

“Jika kau sudah berkata demikian, maka ayah percaya.”

“Ah dan satu hal yang penting, apa dia seorang werewolf?”, tanya Tuan Stevenson.

“Vazo tidak menemukan bukti kuat, tidak bisa berkomentar, ayah. Namun, Vazo tidak mencium bau werewolf padanya, hanya saja”, Ucapan Vazo menggantung dan ia terdiam.

“Hanya saja, kau menemukan benang merah padanya, bukan begitu?”, Tuan Stevenson membalas sambil tersenyum.

“benar ayah, itu terasa kuat sekali, bau, sengatan, dan perasaan itu.”

“Kalau begitu, jaga dia dengan sepenuh jiwa mu, apapun dia nantinya, setelah kita mengetahui identitas dan kebenaran nya, dia hidup untukmu, dan kau hidup untuknya.”

“Vazo akan mendengarkan ayah dengan segenap kesungguhan”, Vazo membalas sambil menganggukkan kepalanya pelan.

“Anakku, bawalah Zila menuju kamarnya”, ucap Nyonya Stevenson.

“baik ibu, kami undur diri”, Vazo menggendong Zila ala bridal style dan membawanya menuju kamar. Zila menunduk sekilas memberi salam kepada Tuan dan Nyonya Stevenson.

_________________________

TBC,
Jangan lupa voment<3

[✔] HEALER WOLFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang