Epilog

1.3K 53 14
                                    

Vazo dan Azila sudah kembali kekamar mereka setelah berkeliling. Vazo sedang menikmati mandinya sedangkan Azila baru saja kembali dari dapur untuk membuat teh Lavender. Azila meletakkan teh itu di meja nakas samping kasur. Ia duduk di sofa balkon kamar itu dan memandang kamar itu.

"Kamar ini benar-benar sesuai, apa Vazo yang merancangnya?", Azila bermonolog.

Kamar itu bernuansa biru tua dengan motif bulan sabit perak. Dengan satu kasur king size berwarna putih dan selimut biru. Diseberang kasur, terdapat pintu yang menghubungkan langsung dengan kamar mandi dan sebelahnya adalah ruang pakaian. Disebelah kasur, terdapat meja nakas dengan lampu tidur diatasnya. Balkon kamar terletak di seberang pintu kamar yang menghubungkan dengan pemandangan desa secara utuh. Di sebelah pintu balkon, ada meja rias dengan berbagai permata dan perhiasan. Disebelah pintu kamar, tergantung foto Vazo dan Azila yang diambil tadi pagi saat mereka mengenakan pakaian pernikahan. Foto itu tercetak besar dan berfigura.

"Balkon ini menunjukkan jelas pemandangan desa, mirip seperti kamarku", Azila kembali bermonolog dan beralih menatap pemandangan luar.

Cklekk

Terdengar pintu kamar mandi terbuka dan seketika aroma sabun bercampur dengan aroma mint milik Vazo menguar di indera penciuman Azila.

Deg deg degg

Azila menyentuh dadanya dan merasakan betapa keras detakan jantungnya. Ia mengambil nafas dalam dan menghembuskannya lalu kembali fokus ke pemandangan desa.

"Alpha, aku membuatkan teh Lavender untukmu, ada di meja nakas", Azila berucap tanpa melirik ke belakang.

"apa pemandangan luar lebih menarik daripada suami mu?", balas Vazo.

Azila menolehkan pandangannya menuju Vazo dengan kesal. Saat dia ingin memarahi Vazo karena menggodanya, ia membeku ditempat karena melihat Vazo yang mengenakan piyama tanpa dikancing.

"hei! Kau gabisa pakai baju sendiri apa?!", Azila berteriak kesal sambil membuang muka.

"ya, makanya pakaikan untukku", Vazo semakin menggoda Azila.

"Sekali lagi bilang gitu, aku akan keluar", ucap Azila datar.

"Jangan dong! Cuma bercanda~ nih udah", Vazo dengan cepat mengancingi piyama nya.

"Nah sudah. Minum tehnya, nanti keburu dingin", Azila menatap Vazo dan kembali tenang.

Vazo mengambil tehnya dan duduk di pinggir kasur. Azila menghampiri Vazo dan berdiri didepannya.

"apa kau lelah? Kenapa tidak minta buatkan teh Passiflora saja? Itu akan membantu tidur mu lebih nyenyak", tanya Azila.

"tidak. Aku hanya suka aroma lavender", Vazo tersenyum kearah Azila.

"berhenti berulah", Azila memalingkan wajahnya.

"hahaha, tapi sungguh, itu alasannya", Vazo meletakkan tehnya kembali.

"Ya ya, kemarilah, kupijat sebentar kepalamu, agar tidak jenuh", Azila mengusap surai Vazo dan mulai memijat pelan.

"Zila, apa yang kau pikirkan saat menerima lamaranku dan menjadi Luna?", tanya Vazo.

"aku hanya berpikir jika aku kembali mendukung kerajaanku, aku tidak punya rakyat apalagi pengikut. Aku juga akan tetap menikah dengan mate ku selanjutnya, dan saat itu tiba, maka aku akan meninggalkan kerajaanku, bukankah itu sama saja? Jadi kupikir, kenapa aku tidak memimpin kerajaan bersamamu saja sekalian?", Azila terkekeh sambil terus memijat.

"Jadi, jika kau tidak bertemu denganku, kau akan melanjutkan memimpin kerajaan?"

"tidak."

"Hm? Kenapa?"

[✔] HEALER WOLFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang