XLII

624 39 0
                                    

Vazo dan Azila sedang berjalan menelusuri hutan yang ada disana. Di bawah cahaya senja yang tertutup pepohonan tinggi, keduanya terlihat malu-malu.

“Vazo, kau sudah tau mengenai mate sejak lama kan?”, Azila membuka topik.

“Ya.”

“Apa kau menungguku untuk faham semua nya?”

“Aku tidak bermaksud meremehkanmu dan lainnya.”

“Aku faham. Kau bukanlah orang seperti itu”, Azila tersenyum menatap Vazo.

“Uh..kau sendiri bagaimana? Sungguh, aku udah nyiapin mental buat ditolak”, Vazo menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal.

“Sudah kukatakan aku tidak akan menolak.”

“apa kau memberikanku kesempatan untuk berjuang sedikit lagi?”, Vazo berbinar.

“kau ga perlu berjuang lebih lagi.”

“huh? Maksud- HAHH?”, Vazo tiba-tiba berteriak dan gugup.

“apa? Apa yang salah? Kau tidak menerimaku?”, Azila berucap sendu.

“Bukan gitu! Aku sudah menerimamu dari lama! Aku mencintaimu dari lama, Zila!”, tiba-tiba Vazo menjadi antusias sendiri.

“ap- eh...?”, Azila perlahan merona dibawah sinar jingga.

hah...aku akan katakan sekarang. Aku mencintaimu sejak lama, tapi aku tidak punya keberanian untuk mengatakannya”, Vazo menghela nafas pasrah.

“apa ayah dan ibu tau jika aku adalah mate mu?”

“mereka tau.”

Azila menutup wajahnya dan merasa semakin bersalah.

“aku satu-satunya yang tidak pernah bisa mengerti...”, Azila memalingkan wajah.

“jangan seperti itu. Kau hanya sedang memerlukan waktu untuk dirimu sendiri.”

Vazo mengusap kepala Azila dan duduk di ujung tebing yang ada didepan gua, mereka sudah cukup jauh berkeliling dan kembali. Azila duduk disampingnya. Mereka menatap langit yang sudah berubah menjadi hamparan bintang diatas samudera yang membiaskan cahaya bulan.

“Vazo.”

“hm?”

“apa kau tidak ingin mendapatkan jawaban dariku?”

“itu terserah padamu, aku akan menunggunya, tak perlu buru-buru..”

“Sebenarnya aku...”, Azila menggantung kalimatnya.

“apa?”

“Aku-“

“....”

“Aku lapar!”

“pergilah ke dalam duluan, mungkin mereka sudah membuat makanan”, Vazo menjawab dengan tenang.

Melihat itu, Azila menjadi frustasi dan menenggelamkan kepalanya di antara kakinya yang tertekuk.

“AKU MENYUKAIMU!”, teriak nya tiba-tiba.

“...”

“...”

“h-hah?”, Vazo sebenarnya senang tapi ia terlalu shock.

“akuu! Aku mencintaimu semenjak kita di hutan White Fence....aku merasa sangat sakit hati melihatmu mengabaikanku. Aku tidak mau kita saling terdiam lagi...aku nyaman berada dipelukanmu, aku tidak suka berada di pelukan orang lain! Aku sadar aku mencintaimu, Vazo...bagaimana inii”, Azila berkata dengan cepat dan menutupi kepalanya karena malu.

[✔] HEALER WOLFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang