XXVI

678 47 0
                                    

Pagi nya, sebelum matahari menampakkan sinarnya, keempat orang disana sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan.

“Emm- aku ingin ikut, bolehkah?”, tanya Raven.

“Hah? Tidak bisa”, ketus Vazo.

“Untuk apa kau ikut?”, tanya Xavero.

“Aku tau mengenai gubuk peristirahatan di gurun perbatasan, mungkin akan membantu kalian. Sebenarnya aku kehilangan kuda ku disini, dan aku ingin ikut dengan kalian”, jelas Raven.

“Kembalilah ke Saphire Moon”, balas Vazo.

“Maaf Alpha, tapi saya sudah memutuskan untuk ikut, jika saya kembali itu akan menyiksa saya.”

“Baiklah, biarkan dia ikut saja, dia juga tidak mungkin kan kembali ke kerajaan tanpa kuda? Itu perjalanan yang jauh”, Zila melerai.

“Benar juga”, Kinara mendukung.

“Baiklah, lalu kau akan naik kuda apa? Tidak ada kuda yang tersisa”, Xavero bertanya.

“aku akan satu kuda dengan Zila saja”, Raven menunggangi kuda Zila tiba-tiba, duduk di belakang Zila dan mengambil alih tali kendalinya dari tangannya.
Zila terkejut karena perlakuannya. Xavero menjadi was-was terhadap Vazo. Sedangkan Vazo sudah berdesis berkali-kali.

Turun.

“lalu saya naik kuda yang mana, Alpha?”, Raven berkata dengan nada sedikit sombong.

gunakan kuda ku.

“Maaf Alpha, tapi saya susah turun. Lagipula Zila tidak terlalu pandai mengendarai kuda, jadi saya akan mempercepat perjalanan.”

ggrrr...

Warna mata Vazo menjadi lebih terang dari biasanya. Gigi taringnya terlihat dan wajahnya menggelap.

“Vazo, sudahlah, hari semakin siang, apa kita tidak akan melanjutkan perjalanan?”, Zila berujar.

Mendengar itu Vazo berangsur tenang. Xavero mendekat kearah Vazo dan menepuk pundaknya pelan.

“Kendalikan dirimu, Vazo.”
Kalimat itu berhasil menyadarkan Vazo. Lalu Vazo mengambil baris depan dan memimpin perjalanan menuju gurun perbatasan.
Raven tersenyum penuh kemenangan dan mulai mengendalikan kudanya. Ia melingkarkan tangan nya yang bebas kepinggang Zila. Zila terkejut mendapat perlakuan seperti itu dan merasa tidak nyaman. Ia menggenggam lengan Raven dan mencoba melepasnya.

“Jangan sampai jatuh”, Raven berbisik kepada Zila dan kembali mengeratkan pelukannya.

Zila merasa risih bukan main. Ia tidak betah jika harus berdekatan dengan Raven. Entah kenapa, ia merasakan hawa buruk darinya. Menepis pikiran itu jauh-jauh, Zila mengabaikan perasaannya dan fokus ke depan. Tepat setelah itu, mereka memasuki gurun perbatasan.

Gurun itu terlihat luas dan tak berujung. Dengan angin yang dipenuhi pasir menyebar kemana-mana. Mereka langsung memakai tudung kepala nya masing-masing. Lanjut berlari melawan serbuan angin tanpa percakapan satu pun.
Setengah hari berlalu, mereka terus berlari tanpa henti. Hingga Vazo menghentikan kuda nya dan berbalik menatap Raven.

“tunjukkan gubuk itu.”

Raven mengambil barisan depan dan memimpin kelompok. Tak lama kemudian, sebuah rumah kecil tampak dari kejauhan. Rumah itu terlihat kumuh namun kokoh. Mereka segera memasuki rumah itu dan mengikatkan kudanya. Didalam, mereka beristirahat sebentar dan memakan beberapa camilan gandum.

“Bagaimana kau tau tentang rumah ini?”, tanya Zila.

“aku hanya mengetahuinya”, Raven menjawab sambil mengangkat sebelah alisnya.

[✔] HEALER WOLFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang