Keesokan pagi nya, Zila pergi menemui Xavero di depan istana.
“Ini surat pemesanannya, untuk melapor, kau pasti sudah tau kan?”, ucap Zila sambil memberikan selembar kertas.
“Ya.”
“Sekarang, antarkan aku ke pelatihan!”, Zila berkata dengan girang. Xavero hanya berdehem dan berjalan mendahului Zila.
Sesampainya di pusat pelatihan, terlihat beberapa prajurit sedang bersiap untuk melakukan pelatihan. Mereka memakai armor perak, lengkap dengan pelindung kepala dan pedang.
“Pergilah ke tempat ganti dan pakai pakaian pelatihan. Lalu masuk kedalam barisan mereka dan ikuti pelatihannya”, Xavero berbisik.
“Siap bos”, Zila membalas lalu segera menuju tempat yang ditunjuk Xavero. Lalu, Xavero segera pergi dari sana.
Zila sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian pelatihan dan memasuki barisan para prajurit.
“Selamat pagi semuanya, seperti biasanya, kita akan mengadakan pelatihan rutin. Hari ini, kita akan berlatih pedang”, sebuah suara lantang, memenuhi lapangan pelatihan. Suara itu berasal dari barisan paling depan yang ternyata adalah kepala pelatih.
“tepat disamping kalian, terdapat kayu percobaan, kalian akan berlatih dengan kayu itu”, setelah berucap, ketua pelatih itu mulai menjalankan kayu dengan bentuk menyerupai manusia tersebut.
Mereka mulai menjalankan pelatihan tersebut. Zila belajar dengan cepat, ia menusuk, menggores, menebas di sana sini. Setelah berlatih lama, mereka mendapat waktu istirahat. Zila mengambil tempat duduk di sudut yang tak terjamah oleh para prajurit lainnya. Saat sedang bersandar pada tembok sambil menutup matanya. Tiba-tiba, dia merasakan tepukan pelan di pundaknya.
“Hei kau”, suara seseorang membangunkannya. Zila hanya menengok ke arah orang itu.
Mereka para prajurit tidak bisa melihat wajah satu sama lain, karena tertutup helm armor.
“Kenapa kau disini? Bergabunglah dengan yang lain”, ucap orang itu lagi.
Zila hanya menggeleng. Melihat respon yang tak biasa, orang itu kembali berucap.
“hm? Apa kau tidak bicara? Oh, maafkan aku.”
Zila kembali menggeleng dan mengangkat kedua tangannya, menandakan bahwa ‘tidak masalah’.
‘Aku bisa berpura-pura bisu disini, karena prajurit hanya dinilai pada ketangkasannya, jadi tidak masalah jika dia bisu’, batin Zila.
“aku akan menemanimu, namaku Raven, siapa namamu?”
Zila mengambil ranting pohon dan menulis di tanah didepannya ‘panggil saja Zey’.
“baiklah, kita berteman!”, ucap Raven. Zila hanya mengangguk sekilas.
“apa kau baru disini? Sebelumnya aku belum pernah melihat prajurit seperti kau.”
Lalu Zila mengangguk lagi.
“Ah, begitu...jika ada yang ingin kau tahu, tanyakan saja, aku sudah lama berlatih disini.”
Zila berpikir sejenak dan mulai menulis di tanah.
‘apa disini tidak ada prajurit wanita?’“hm? Prajurit wanita? Tidak ada sih, kenapa?”
‘kenapa tidak ada?’
“mm, bagaimana menjelaskannya ya, karena banyak yang melihat bahwa jika wanita berurusan dengan pertarungan, itu adalah hal yang tabu, yah seperti itu lah.”
‘Jadi sebenarnya, wanita tidak boleh ikut?’
“Bukannya tidak boleh, ikut atau tidak itu hak dan kemauan dia, tapi hanya disarankan untuk ga ikut campur dalam hal pertarungan.”
‘tapi kan pelatihan dasar juga perlu untuk melindungi diri.’
“Kau ga salah sih, aku juga setuju dengan itu, selama ini aku belum pernah melihat wanita masuk ke pasukan perang, jadi aku tidak tahu kemungkinan apa yang dilakukan kepala pelatih jika ada wanita disini.”
Setelah jawaban itu, Zila termenung.
‘Jadi, itulah kenapa Vero bersikeras melarangku masuk...’, batin Zila.
Tak lama setelah itu, pelatihan kembali dimulai. Mereka melakukan pelatihan hingga menjelang malam. Setelah selesai, Zila kembali ke ruang ganti, dan berdiri di loker pakaian miliknya. Ia melirik sekitar dan menemukan bahwa masih banyak prajurit laki-laki disana. Ruang ganti memang berada terpisah dari loker, namun baju yang Zila bawa, mungkin akan mengundang perhatian dari prajurit lainnya. Jadi, Zila memutuskan untuk menunggu semua prajurit keluar. Setelah melihat sekitar sudah sepi, ia mengambil dress nya di loker dan berjalan menuju ruang ganti. Hingga suara seseorang menghentikan langkahnya.
“kau sebenarnya perempuan kan?”
Zila yang mendengar suara itu langsung berbalik dan memasang kuda-kuda untuk menyerang.
“tenanglah, ini aku, Raven”, prajurit itu membuka helm armor nya. Wajah itu terlihat samar-samar dibawah cahaya bulan yang mengintip dibalik celah ventilasi disana, terlihat sedang tersenyum kotak.
“...kau, sudah tau?”, balas Zila pelan. Ia kembali dengan posisi berdiri.
“yah, sebenarnya aku hanya menebak saja, tapi ternyata benar.”
“Apa kau berencana untuk melaporkanku?”
“Hmmm, tidak.”
“huh? Kenapa?”, Zila bingung sekaligus merasa tenang.
“Sederhana saja, aku tidak tau kemungkinan yang akan terjadi jika aku melapor. Entah kau akan dipermalukan? Atau dihukum? Atau bahkan ditahan? Jadi lebih baik, kita mengantisipasi hal buruk yang akan terjadi”, Raven berkata dengan tenang.
“terimakasih, Raven”, Zila tersenyum dibalik helm armor nya.
“Tentu. Ah ya, siapa namamu?”, Raven bertanya dengan canggung. Zila yang mendengar itu hanya terkekeh.
“Aku Zila”, tepat setelah Zila mengatakan namanya, ia membuka helm armor nya dan tersenyum kearah Raven.
“Aku tidak menyangka jika ada wanita yang berani masuk ke pelatihan ini”, Raven menatap Zila dengan segenap atensi nya dan kagum.
“Aku pun juga tidak menyangka bisa melalui pelatihan ini”, terdengar nada kekehan dari kalimat Zila. Ia berkata demikian karena memang pelatihan itu porsi nya cukup untuk meremukkan tulang prajurit laki-laki.
Setelah bercakap cukup lama, Raven memutuskan untuk menunggu diluar, sedangkan Zila pergi ke ruang ganti. Lalu, malam itu, mereka berjalan bersama untuk pulang. Bertukar tawa satu sama lain dan berpisah di pertigaan utama. Zila dengan lelah berjalan menuju istana. Ia berjalan di koridor istana hendak menuju kamarnya.
“Zila sayang..”
“Nyonya?”, Zila terkejut dan mendapati di depannya, dengan jarak tak lebih dari 2 meter, Nyonya Stevenson berjalan dan menghampirinya.
“sudah kukatakan, panggil ibu saja.”
“Baik, ibu.”
“Zila, apa kau mau menemani ibu?”
“ada apa ibu?”
“Tidak ada hal serius, ibu hanya ingin lebih dekat denganmu”, Nyonya Stevenson berkata sambil tertawa.
“tentu boleh ibu!”
Setelah mengatakan itu, mereka memutuskan untuk pergi ke taman belakang dan berbincang-bincang dibawah langit malam.
###
Notes :
Pada kerajaan sebuah pack, prajurit dipilih melalui kemampuan bertarungnya, tidak peduli jika dia tidak bisa berbicara atau mendengar, karena prajurit bekerja untuk bertarung dengan fisiknya, tidak harus dengan kesempurnaannya._______________________
TBC,
Jangan lupa voment<3
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] HEALER WOLF
Werewolf[END] Zila, seorang gadis lugu penuh sopan santun dan ceria yang tidak pernah mengenal lingkungan sosial sejak kecil karena ia tinggal didalam hutan bersama ayah dan ibunya. Namun, tak berselang lama ia hidup dengan damai, keluarga nya tewas dibanta...