XLVI

548 31 0
                                    

“JANGAN BUNUH MEREKA, CUKUP BUAT PERTAHANAN DIRI!”, Vazo berseru lantang di barisan depan dan menahan serangan pasukan lawan.

Prajurit mereka mengangguk mengerti kemudian menghadapi prajurit pasukan satu demi satu tanpa melukai mereka. Menahan pukulan disana-sini dan menjauhkannya menggunakan pedang yang masih tersarung.

“Cari Vanya dan hentikan sihirnya!”, Azila berseru di kejauhan sambil menahan serangan prajurit didepannya.

“Baik!”

Kinara dan Xavero melakukan lingkaran pertahanan dan melindungi satu sama lain.

“Ayo berjalan mendekat ke Vanya”, bisik Kinara. Xavero mengangguk dan mereka perlahan berjalan maju sambil terus menjauhkan prajurit musuh yang menyerang.

Azila dengan lincah menggunakan ujung genggaman pedangnya untuk membuat prajurit lawan lumpuh. Melewati satu demi satu prajurit dengan merayap ke ruangan yang kosong dan terus berjalan maju.

“Lila! Kau tidak apa?”, Zefian berseru kepada Shelila yang sedang berusaha bertahan dari serangan musuh tak jauh dari dirinya.

“saya baik, Alpha, fokus lah ke depan!”, balasnya.

Zefian mengangguk dan terus menjatuhkan musuh.

Tetua Rodier bergabung dengan Tuan Stevenson dan bekerja sama. Tuan Stevenson yang akan menjatuhkan musuh dan Tetua Rodier akan menggunakan sihirnya untuk membuat mereka tak bisa bergerak lagi. Sebagian dari mereka hanya dibuat pingsan atau lumpuh sementara.

“Vanya! Dimana kau?!”, seru Azila.

Azila terus menerobos pasukan musuh yang tak henti menerjangnya. Karena kewalahan dan hampir terkepung, ia menggunakan sihir pusaran angin dan prajurit disekelilingnya terpental jauh.

hahh...hahh..aku tidak boleh kehabisan tenaga dulu”, Azila bermonolog.

Ia berlari kedepan dan menemukan Vanya yang berdiri tak jauh darinya. Menggenggam pedang dan tersenyum puas.

“Aku akan menepati janjimu, sekarang buktikan padaku”, Azila mengambil langkah cepat dan menyerang Vanya dengan pedangnya yang lain.

Vanya menggeser tubuh nya ke kanan dan kiri untuk menghindari pedang Azila. Hingga beberapa kali terdengar dentingan pedang yang beradu diantara mereka.

“jangan sombong dulu, dewi. Kau hanyalah serangga terbang yang lewat di hidup Alpha”, Vanya memprovokasi.

“diam”, Azila menahan amarahnya dan semakin brutal menyerang.

Vanya sedikit kuwalahan karena Azila menggunakan taktik sihirnya juga. Menyerang sisi satu dengan pedangnya dan menahan sisi lainnya dengan sihirnya. Akibatnya, Vanya tergores dimana-mana oleh pedang Azila.

tch! Menyusahkan”, Vanya menghilang dari pandangan Azila.

“mau kemana kau? Kabur?”, Azila melihat sekelilingnya dan bersiaga.

“aku kabur? Tidak~ aku memberimu kesempatan untuk mengkhawatirkan kesayanganmu itu, hahaha”, terdengar suara Vanya yang menggema di udara sekitarnya.

Seketika ia teringat Vazo dan langsung panik mencarinya di sudut pandang matanya.

“jangan sentuh dia! Lawanmu adalah aku!”, Azila berteriak sambil terus mencari Vazo dalam kerumunan prajurit.

“apa? Kau takut sekarang? Aku tidak pernah bilang jika lawanku hanya kau, lebih baik kau menaruh pengawasan kepadanya~”

Setelah itu suara Vanya menghilang. Azila menjadi takut jika terjadi sesuatu kepada Vazo. Hingga sudut matanya menemukan Vazo yang sedang bertarung melawan salah satu prajurit. Pertarungan itu sangat sengit namun mampu membuat Azila berlari kearahnya.

Jlebb!

Azila melihat Vazo yang tertusuk pedang lawan tepat di jantungnya. Ia berhenti dan membeku ditempat.

“Tidak...tidak mungkin...”
Vazo memuntahkan darah dari mulutnya dan jatuh terududuk di tanah.

“Vazo...tidak mungkin!”
Pupil Azila bergetar menahan tangis dan rasa takut. Hingga ia merasakan sapuan angin dingin dibelakangnya. Azila membalikkan badan, namun belum sempat membalik sepenuhnya...

Jlebb!

Azila merasakan benda dingin dan tajam menembus pundak kanannya. Ia terkejut dan matanya membelalak. Pedang itu terus menusuk lebih dalam. Ia bisa melihat ujung pedang yang runcing itu berada di samping wajahnya berlumuran darah miliknya.

“Bagaimana? Apa hatimu sudah tersakiti? Kau lengah hanya karena memikirkan cintamu, ckckck”, dari belakang tubuhnya muncul suara seseorang.

“V-vanya..kau!”, Azila menggeram dan menahan sakit. Mulutnya sedikit mengeluarkan darah.

“aku apa? Katakan?”, Vanya semakin menekan pedang itu dari belakang hingga gagangnya mendekat ke pundak Azila.

“AKKHH!”, Azila tak kuasa menahan sakit dan jatuh terduduk. Ia berpikir untuk meraih pedang itu tapi tangan kirinya tak bisa menggapai pundak belakangnya.

“ZILA!”

Semua orang disana terkejut mendengar teriakan Azila dan beralih menatapnya. Mereka semua menatap Azila dengan khawatir.

“Zilaa! Tidak!”, Kinara sudah menangis meraung-raung di tempatnya dan beranjak dari posisinya.

“Kina! Lihat kondisi!”, Xavero menggenggam tangan Kinara dan memeluknya sambil melakukan pertahanan diri.

“Jadi....i-itu semua ilusi...?”, Azila menatap Vanya sengit.

“ya, bagaimana? Apa Alpha Vazo terlihat lebih tampan disana?”
Vanya menginjakkan kakinya ke kaki Azila.

Krakk!

“Ak-kk!”

cuih! Lemah, hehe.”

Azila menggeram marah dan mengumpulkan kekuatannya di kepalan tangan kirinya.

BUaghh!

Meninju Vanya sekuat mungkin dan kembali terjatuh ke tanah. Vanya terpental jauh dan terbaring di tanah disana.

“Zila! Jangan bergerak!”, suara Vazo menggema di telinga Azila. Azila segera memalingkan wajahnya dan menangis melihat Vazo.

“syukurlah....syukurlah”, Azila menunduk sambil terus terisak.

“hei?! Tunggu sebentar, aku akan mencabutnya, tidak akan sakit lagi, jangan menangis...”
Vazo mencabut pedang itu perlahan dan membuangnya.

Kkhh-“, Azila menahan rasa sakit yang bertubi-tubi.

Karena Vanya melemah, secara otomatis prajurit musuh berhenti menyerang. Melihat itu, semua orang langsung berlari menuju Azila dan Vazo.

“Zila Zila! Kenapa bisa...hiks...”, Kinara menghampiri Azila sambil terisak.

“Pedang itu tidak mengenai jantungnya, apa masih bisa disembuhkan?”, Zefian menimpali.

Shelila duduk disebelah Kinara dan menggenggam tangan Azila khawatir. Azila terus terdiam menahan sakit.

“Pedang ini...bercampur perak...”, ucap Tetua Rodier saat memeriksa pedangnya. Ia merasa pemandangan Azila tertusuk pedang adalah sesuatu yang familier di benaknya. Ia merasa itu sudah takdir.

______________________
TBC,
Jangan lupa voment<3

[✔] HEALER WOLFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang