[Selamt membaca]
Awalnya ibu berdaster itu memberi Sarah kesempatan untuk beberes dan istirahat dari perjalanan. Karna mereka sampai menjelang sholat zuhur, sebelum pergi ke rumah besar ini. Mereka pergi ke rumah paman yusuf untuk berpamitan. Selang beberapa menit setelah banyak mengobrol, bu wulan dan pak eko juga sarah pergi melanjutkan perjalanan. Nasihat paman agar nurut dan dapat bertahan dengan pekerjaan barunya.
"aku selalu mengingat nasihat paman, tak ada kesempatan untuk hatiku menaruh harapan besar kepada paman, untuk membantu kehidupanku dan keluarga. seolah paman melihatku sebagai partner dan mendukungku untuk tetap sabar dalam kehidupan sempit ini."
Sarah yang masih canggung hanya mengikuti perintahnya, saat membongkar koper dan merapikan barang-barang. Ibu berdaster itu mengenalkan dirinya.
"nama ibu jumiati, kamu bisa panggil Ibu jumi, ini kamar pembantu. Nanti kita tidur di sini. Mas rey gak suka sendirian, jadi harus ada yang tinggal di samping kamarnya. Lumayan besar yaa." tersenyum kepadanya yang asik membongkar barang.
"iya, bu. Namaku sarah."gadis itu membalas singkat.
"kamu beres-beres aja dulu. Itu lemari ada tiga pintu, sebelah kiri tempat ibu. Kamu bisa ambil sebelahnya. Ini juga bantalnya cuma dua, ibu ambil dulu dari kamar tamu untuk kamu. Kalau mau ke kamar mandi ada di pojok sebelah kanan lantai dua ini. Dibawah juga ada dekat dapur." Tangannya menunjuk keluar kamar. "Bentar lagi mau makan siang. Ibu pergi ke dapur dulu yaa. Nanti kalau udah selesai, mau nyusul, ibu ada di dapur."ibu berdaster itu menepuk-nepuk punggung sarah lalu tersenyum pergi.
Mata gadis itu menyusuri kamar yang berukuran lebih besar dari kamarnya. Nuansa kamar nyaman. Dindingnya warna krim, lumayan juga. Ia gak mempermasalahkan mau warna apapun itu. Kasur yang lebar untuk tidur dua orang juga empuk. Sebelah kiri kasur itu ada dua jendela lebar, sarah melihat-lihat dari jendela itu. Langsung disambut dengan taman luas di depan rumah.
Suara azan terdengar kuat dari masjid yang tak jauh dari rumah besar ini. Sarah yang masih canggung, lalu menyusuri jalan menuju kamar mandi di lantai atas. Kamar mandinya berlantai keramik seperti toilet hotel yang pernah dilihatnya di tv.
Setelah cukup beberes dan sholat zuhur, sarah turun menjumpai ibu jumi. Ternyata hidangan sudah tersedia, wangi yang dari tadi diciumnya, begitu nikmat. Tapi sarah tidak menemukan ibu berdaster itu di dapur. Sarah melihat-lihat dapur dan membereskan kuwali dan mangkuk-mangkuk bekas memasak yang masih menumpuk di wastafel.
Asik mencuci piring sarah mendengar langkah kaki yang mendekatinya, dengan insting. sarah menoleh ke arah yang datang itu untuk memastikan. Bertumpu pada satu arah yang sama mata mereka bertemu. Ternyata itu ibu jumi yang masih menelpon, sarah sadar dan melanjutkan pekerjaannya.
Ibu jumi memegang pundaknya dengan isyarat tangan memberi hp, sarah bertanya"siapa?" ibu berdaster itu bilang mas Andre keluarga yang punya rumah ini. Mata gadis itu terbelalak terkejut, segera ia bersihkan tangannya untuk menyambut hp yang dari tadi mengarah kepadanya.
"hallo assalamualaikum iya. saya sarah." gadis itu menjauh untuk tidak berisik karena suara keran air yang mengalir, ibu jumi melanjutkan pekerjaan sarah tadi.
"waalaikumussalam. maaf yaa. saya gak bisa ketemu kamu di hari pertama masuk. Saya udah banyak tau dari bu wulan dan ibu jumi. Perkenalkan saya Andrean, panggil mas andre aja. Itu tugas kamu udah saya kasih tau ibu jumi. Jadi terima kasih udah mau bekerja di rumah kami yaa."
"iya mas andre." senyum gugub
"ok, kasih ke ibu jumi!" Perintah andre.
"ohhh, iya mas." sarah menyerahkan hp genggam itu kembali ke bu jumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
REYSA [Reyvan & Sarah] [END]
RomancePerjuangan hidup selalu dirasakan setiap manusia, setandar dewasa menjadi lalu lintas untuk terbangun dari permainan masa kecil. Memaksa untuk dewasa lebih cepat adalah pilihan sarah, berjuang sejak SMA mengambil keputusan dan pengorbanan usaha bagi...