Istikharah

4 1 0
                                    

[Selamat membaca]

"Berbisik nyaring memenuhi gendang telinga. Berpeluk resah dalam setiap malam, membuka arus kerja otak. Menerka, seolah semua akan hilang dengan sekali kedipan mata. Terlampau jauh, untuk ku berbalik. Ku ladeni rasaku, membiarkan akal yang tak seimbang. Bertajuk apa kisah ini? Sebuah pengorbanan atau Petaka yang tak henti?

Kesempatan mana yang harus aku syukuri? Apakah ini sisi lain sifat egois ku? Aku bukan seorang putri, mencoreng nyata kehidupanku. Ada apa ini? Mendidih dan meledak di akal dan hati. Apa yang harus ku lakukan?" lancar hatinya merangkai kata.

Sesekali air matanya jatuh, lalu dihilangkan segera.Tatapan dalam, fokus pada al-quran di depannya. Namun tak bisa ia berakting dengan keahlian yang telah lama ia latih. Berada tepat di depan seseorang yang gak nyaman, itu sangat menguras emosi yang tersimpan.

Ibu jumi yang sedari tadi memperhatikan gadis itu, menegurnya. "Kenapa sarah?" memperhatikan wajah sarah lekat-lekat.

"Haaa, gak bu. Lagi banyak pikiran aja." balasnya, sembari melihat reyvan yang tak acuh, saat mendengar ucapan lirih gadis yang berada di depannya.

"Oh, mau lanjut ngaji atau udah dulu?" tanya bu jumi

"Hmmm, gimana mas?" tanya sarah, melirik pria didepannya.

"Ya udah, kita makan malam aja. Waktu sholat isya belum masuk kan?" sembari menutup bacaan dan qurannya.

"Ohhh, ya udah." merapikan meja lipat dan meletakkan diselip rak buku.

Sarah dan bu jumi kembali ke kamar mereka, meninggalkan reyvan sendirian. Melepas mukenah yang telah terlihat usang di pandang mata, namun masih bisa dipakai, untuk menghemat, sarah menunggu beberapa bulan lagi untuk membeli mukenah baru. Bu jumi keluar duluan untuk memanaskan makan malam. Sarah membuka buku hariannya dan menceklist kegiatan malam itu.

Menukar mukenah dengan jilbab biru muda, merapikan baju dan rok panjangnya. Sarah keluar dari kamar. Tak sengaja mata sarah dan reyvan bertemu, melihat keadaan yang canggung, sarah mengambil skill aktingnya. "Mas mau makan ke bawah juga?"

"Hmmm, iya. Jadi gak usah lagi kamu antar ke kamar." balas pria itu

"Ohh, saya siapin dulu. misi mas." sarah berlalu pergi.

Reyvan tersenyum, basa-basi. Mengikuti gerak gadis berjilbab biru muda, untuk turun ke meja makan. Sarah yang sadar, mulai berjalan cepat. Agar memberi jarak yang jauh dari majikan. Berburu ke meja makan, lalu memanggil nama ibu berdaster itu. "Bu jumi, udah selesai?" sarah berteriak nyaring.

"Bentar lagi."menyiapkan nampan kayu jati bermotif.

"Bu, gak usah ditaruh di nampan lagi, mas rey mau makan di bawah." bisik sarah mengkode bu jumi untuk melirik ke belakang punggungnya.

"Ohhh, baik. Tunggu yaa mas." bu jumi menyiapkan segala perlengkapan makan di meja. Setelah memastikan kodean sarah.

Setelah semua cukup, bu jumi dan sarah ingin pergi dan meninggalkan reyvan sendiri. Namun reyvan mencegah dan menyuruh mereka untuk makan bersama dengannya. Dan tak lupa bu jumi menelpon pak mul yang masih duduk di pos. Agar ikut makan bersama dengan majikan mereka.

Terdengar ribut suara hentakan kaki pak mul yang datang sambil berlari. Mengucap salam, lalu duduk di sebelah majikannya. Baru ini reyvan bisa makan bersama dengan pekerjanya. Karena kecelakan dan urusan pribadi, reyvan tertutup dan menyendiri. Juga pindah dari jakarta ke jogja dadakan. Setelah beberapa bulan di jogja, reyvan mengalami kecelakan mobil. Dari kejadian itu, semakin sedikit pria beralis tebal itu menyapa pekerjanya. Bu jumi dan pak mul hanya mengurus yang bisa mereka kerjakan untuk reyvan. Tapi tidak dengan suasana hatinya.

REYSA [Reyvan & Sarah] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang