Double date 1

3 1 0
                                    

[Selamat membaca]

"Hai sarah. Gimana susah nyari kafenya?" berdiri menyambut sarah

"Gak kok mbak, dekat. Juga udah sering lewat sini."

"Silahkan duduk sar!"

"Mbak sendiri aja?"

"Gak, sama suami dia lagi pesan makanan. Tunggu yaa."

"Suami kamu gak ikut?"

"Tadi aku baru SMS, tapi belum dibalas. Jadi aku langsung kesini aja. kayaknya dia lagi sibuk juga beberapa hari ini."

"Jadi ada kemungkinan dia bisa datangkan. Gimana kita tunggu aja ya. Kan lebih enak kalau suamimu kesini."

"Iya, tadi mbakkan telponnya mendadak, jadi belum sempat kasih tau langsung."

"Coba telpon sekarang. Mana tau gak kebaca sms kamu. Tenang kita tunggu kok!" senyum, ramah.

"Hmmm, iya." membuka hp jadulnya, kemudian mengirim sms yang ketiga kalinya, tapi karena takut menunggu lama Sarah memberanikan diri menelpon dengan ragu ke pria itu, entah mau atau enggak rey mengangkat telpon jam segini.

"Kamu ada pulsa kan, telpon aja. Aku yakin dia bisa datang." melirik ke belakang, melihat suaminya.

Gak tahu sebenarnya apa yang diinginkan wanita didepannya. Meminta bertemu mendadak, lalu mendesak ingin bertemu suaminya. Sarah sebenarnya tak ingin mengganggu rey saat ini. Tapi, apa salahnya mencoba menawarkan sekali lagi. Belum sempat gadis berjilbab pink itu menelpon, pria yang baru ingin dihubunginya telah menelpon duluan.

"Assalamu'alaikum mas, iya. Tadi saya udah sms kalau mau ketemuan sama mbak dinda. Haaa. Iya, suaminya juga ada disini. Kira-kira mas ada waktu sebentar gak ke kafe bintang?"

Sambungan mereka terputus tiba-tiba. "Halo mas...mas rey, saya coba telpon balik. Tadi belum sempat dijawab. Tunggu ya mbak." Sarah mencoba hingga dua kali tapi tetap belum dijawab oleh pria itu. Sementara makanan yang sudah dipesan telah terhidang di depan mereka. Sekali lagi gadis itu menelpon rey, namun tetap pada jawaban yang tak terbalas. Dengan malu dan rasa tidak enakan pada sepasang pengantin baru itu, sarah menggelengkan kepalanya. Dengan itu dinda memasang wajah kecewa. Kemudian menyuruh sarah makan, menikmati hidangan.

"Benar juga. Sekarang Rey sibuk banget. Tapi, apa dia gak khawatir dengan wanita ini." Lancar batin Dinda mengucap. "Sarah ayo dimakan dulu. Nah, kalau yang punya suamimu itu, biar di bungkus saja nanti."

Hening menyeruak antara mereka, Dinda yang tadinya bising. Kini hanya memandangi makanannya. Sementara suaminya hanya sibuk dengan hpnya. Namun, keadaan itu tidak berlangsung lama. Indra perasa Sarah dan Dinda seolah dibuat peka, Indra penciuman mereka mengenali aroma yang baru dihantarkan angin. Sigap mata mereka melihat ke arah pintu masuk kafe, kemudian sekali bertatapan karena gerakan refleks mereka sama. Sedangkan suami Dinda hanya kebingungan dan ikut juga melihat ke arah yang sama.

"Haaa, itu dia mbak. Suami ku. Mas...mas aku disini." Sarah melambaikan tangan.

Pria itu membawa buket bunga mawar merah. Memang wangi aroma tubuh pria itu sangat khas. Rey duduk di samping Sarah, kemudian memberi buket bunga itu. Dengan wajah berseri.

"Maaf, sayang. Tadi aku matiin telponnya. Sengaja biar jadi kejutan. Ini terimalah. Kamu sukakan." Senyum kemenangan, dengan badan menghadap sempurna ke arah Sarah.

Sarah merasa ini terlalu berlebihan. Tapi apa boleh buat, sedikit tertekan dengan perasaan yang dibuat-buat ini. Namun, sekali lagi Sarah bisa menanganinya. "Iya mas. Gak papa, lagian tadi mbak Dinda mendadak pengen ketemu. Aku juga gak tega nyuruh kamu ke sini. Tapi mbak Dinda kayaknya ada yang ingin disampaikan. Kita sudah lengkap. Silahkan mbak." Memandang Dinda di depannya, sembari melayangkan pandang dengan bunga yang dipegang. Tak ketinggalan tersenyum manis ke suaminya.

REYSA [Reyvan & Sarah] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang