[Selamat membaca]
Rey datang lebih awal dari perkiraan Sarah, semua terasa lebih canggung saat mereka saling bertemu di depan rumah. Antara harus bahagia atau nelangsa karena akan segera berpisah. Jika ditanya jujur dengan salah satunya atau kedua-duanya. Maka mereka tak berani menjawab pasti dari ucapan dan hati mereka yang tak saling sejalan.
Berbinar mata dan cahaya bahagia di wajahnya yang sayu entah karena sering begadang atau bekerja dengan terlalu banyak pikiran. Sarah pun tak malu menunjukkan rasa yang sering ditahan karena rindu, bagai api menyala gadis itu menjaga jarak agar dia tak terbakar hangus olehnya.
Rey masuk, dibantu oleh Sarah membawakan tas ke kamar. Pria itu mencari mbok di kamar lain, tapi tak dijumpainya. Sarah memberi arah lain agar pria berjaket biru itu dapat menemukan mbok. Dengan berbisik gadis itu berucap.
"Di sana mas." Menunjuk arah dapur yang terhalang pintu kain.
Rey mengangguk paham. Membelokkan langkahnya maju ke arah dapur, dengan menenteng satu keranjang buah ditangan kanannya. Sembari mengucap salam.
"Assalamualaikum. Mbok." Bergegas ia mendekat dan meletakkan keranjang buah di dekat mbok yang sedang menikmati minumnya.
"Wa'alaikumussalam. Ya ampun...kapan kamu sampai, dari tadi ya...? Iya Sarah...haaa." Tak menyangka. Wanita paruh baya itu, memastikan lagi dengan bertanya kepada cucunya.
"Baru sampai mbok..." lembut Sarah bertutur. "Kemarin Sarah kasih tau. Kalau mbok sakit, eh...gak taunya datang pagi-pagi. Kan kita belum siapin apa-apa. Aku pun terkejut mbok." menyeduh kopi di gelas.
"Iya, aku gak ingin lama-lama mbok. Maaf, kalau aku telat, juga baru dikasih kabar sama Sarah kemarin. Kalau aku tau, mungkin aku langsung kesini."
"Ya sudah...gak papa. Tapi, pekerjaanmu bagaimana?"
"Saat ini, aku libur dulu mbok. Nanti kelamaan ninggalin Sarah sendirian." Pria itu melirik gadis yang hanya memberi punggungnya, membelakangi.
"Ini kopinya mas." Sarah meletakkan didekat pria itu. Dan menganggap tak mendengar ucapan pria di depannya.
Waktu Dzuhur tiba, Rey ingin berangkat ke masjid. Sarah mengantarnya ke depan rumah. Dengan memberi kunci dan menunjuk motor seken yang baru sebulan dicicil dari tetangga belakangnya.
"Mas, pakai ini. Biar gak usah jalan kaki." Sarah memberi kunci.
Tanpa banyak berkomentar, pria itu pergi. "Ok. Aku berangkat dulu. Assalamualaikum." Rey pergi dengan aura bahagianya.
Setelah sholat, Sarah menyiapkan makan siang di atas meja. Membuat kopi dan es buah pepaya yang baru di panennya dari belakang rumah. Sirup merah, susu dan es batu. Lalu ditambah air. Kemudian dibiarkan dalam lemari es, sembari menunggu reyvan pulang. Mungkin, Sukma juga akan pulang sebentar lagi.
"Mbok, sudah sholatnya. Ayo, makan! Aku udah masak. Walau gak seenak masakan mbok. Tapi, cobalah!" Sarah memberi piring yang telah di sajikan nasi.
"Ohh. Gak papa. Setidaknya kamu mau mencoba belajar masak." Mbok tersenyum dengan muka lesunya.
"Tiga hari lagi kita akan cuci darah mbok."
"Iya....ingatin ya! Mana Sukma? Rey?" Minum air dari gelasnya.
"Belum pulang mbok. Bentar lagi." Sarah menyeduh kopi.
"Sar, kamu sudah ditalak?" Mbok cetus menyebutkan.
Gadis itu terdiam sesaat. Lalu berucap mantap. "Belum mbok." Meletakkan gelas berisi kopi panas di meja. "Kan... mas Rey baru sampai. Nanti sore insyaallah. Aku urus."
KAMU SEDANG MEMBACA
REYSA [Reyvan & Sarah] [END]
RomancePerjuangan hidup selalu dirasakan setiap manusia, setandar dewasa menjadi lalu lintas untuk terbangun dari permainan masa kecil. Memaksa untuk dewasa lebih cepat adalah pilihan sarah, berjuang sejak SMA mengambil keputusan dan pengorbanan usaha bagi...