[Selamat membaca]
Kebanyakan yang berusia lanjut akan senang dengan hidupnya, menunggu dari pagi ke pagi. Membuka pintu dan menutupnya. Membereskan rumah, membuat makanan yang mudah dikunyah. Terkadang memakai koyo di badan yang mudah lelah atau pegal di betis. Semua itu tak sama dengan bayangan di pikirannya. Melihat para lansia tenang dalam kecukupan materi di hari tuanya. Namun, kini dia menanggung penderitaan kebodohannya. Seorang yang terlahir dari keluarga miskin, lalu meneruskan garis keturunan yang miskin pula. Belajar membuka usaha lauk makan siang lalu menjualnya. Itu yang dipelajari dari orang tuanya yang telah sakit-sakitan.
Beruntung wanita yang mengeluh itu, tidak menjadi bulan-bulanan penyakit di tubuhnya. Badan yang sehat dan kuat, menjadi anugerah bagi kedua orang tua Tri astuti. "Tri astuti" nama itu yang menjadi identitas si mbok yang berkeliling menjual lauk makan siang setiap hari, dari sekolah ke sekolah, rumah ke rumah, toko ke toko dan pasar dekat rumahnya. Berjalan kaki sanggup ia lakoni dari masa mudanya, sepeda di rumah hanya satu dan itu telah diberikannya kepada Sukma, cucu si pipi tembem nan semangat dengan belajarnya.
Keberuntungan yang terus diperolehnya hingga saat-saat masa tuanya tiba. Kebahagiaan itu ada padanya. Tapi tidak dengan anak semata wayangnya. Senar... nama yang di pilih dari kedua orang tuanya dulu. Banyak anggapan pahit dari orang yang mengenal keluarga mbok Astuti, kata mereka, "Itu berkat nama yang di kasih oleh orang tuamu yang sakit-sakitan dari masa mudanya, hingga tua pun masih membuat kesialan dari pemberiannya. Yaa walau hanya sekedar nama.." ucap seorang kerabat ibu kepada astuti yang menunggu senar di rumah sakit.
"Kamu seharusnya mengganti namanya saja, astuti!" lanjut ia bertutur dengan nada kesal. Mungkin nada itu, bukan karena kesialan yang mereka pekirakan kepada senar anaknya. Tapi, lebih kepada hutang yang terus menumpuk di daftar catatan, dan terus menjadi amukan kerabatnya, sampai hutang itu lunas. Mungkin, karena hal lain yang terjadi dengan dirinya. Sangat panjang ocehannya kepada Astuti dan suaminya, Gunawan.
Pekerjaan buruh bangunan, tidak terlalu menjamin kehidupan si anak sulungnya. Namun dengan didikan yang hebat dan penuh kasih sayang, kedua pasangan ini sabar meniti jalan kehidupan. "Astuti penjual lauk makan" itu panggilan nya, tidak hanya kesyukuran yang terus di ucap dari wanita beranak satu ini. Bukan ingin mencoret label merah dari setiap peristiwa kehidupannya, tapi semua itu terus terngiang di pusat ingatannya. Sekali lagi, kesabaran itu di uji. Gunawan, itu nama lelaki yang berani memingnya untuk bersama menemani masa hidup sepi, seorang yatim-piatu. Lelaki yang tak kenal lelah dan begitu mencintainya.
Bagai tembok persegi di dalam lahan istana, mereka mewarnai kisah indah di setiap kebersamaan mereka. Menciptakan rasa bahagia, dengan saling mengucap rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta. Ketenangan yang mereka peroleh dari rasa saling mengisi dan berbagi, mencintai tanpa pamrih. Lalu menghargai dengan ungkapan-ungkapan manis kekasih. Bunga bermacam warna ada di taman mereka, gemericik mata air mengalir di aliran parit kecil mengelilinginya, bagai siulan dan simfoni alam terlahir dari kedua hati yang tak mengenal siapa yang terus mencampakkan mereka. Tuli, bisu, buta dan terhanyut dalam buaian indah kekasih agar saling menguatkan dari kehidupan pahit dunia. Pernah dengar dari ceramah ustad di masjid,"kalau orang miskin seperti kita akan mudah masuk surga, jadi tetaplah berusaha walau kita tak juga mendapat kekayaan yang berlimpah seperti mereka yang Allah titipkan harta." Kata manis dari wanita yang teguh berdiri di samping suaminya.
Ujian itu pun tiba, kehilangan abadi menjadi tawaran pasti untuk wanita yang baru saja menciptakan kebun bunga di dalam tembok istana. Duka karena hilang satu nyawa, membuat dia merenung akan kebunnya yang terus kering tanpa disiram. Menguning daun-daun tua dan layu daun-daun baru. Bunga di pohon mangga mengering dan mengeluarkan putik mangga kecil kaku bergelantungan disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
REYSA [Reyvan & Sarah] [END]
RomancePerjuangan hidup selalu dirasakan setiap manusia, setandar dewasa menjadi lalu lintas untuk terbangun dari permainan masa kecil. Memaksa untuk dewasa lebih cepat adalah pilihan sarah, berjuang sejak SMA mengambil keputusan dan pengorbanan usaha bagi...