Pertimbangan

7 1 0
                                    

[Selamat membaca]

Memantul bayangan seseorang di matanya. Mantap lurus arah badan ke layar laptop yang samar cahaya menerangi wajahnya. Kembali ia buka memori yang sengaja disimpan rapi di folder laptopnya. Terpampang nama "Sarah" disana. Untuk memperbolehkan dirinya mencintai seseorang, tidak pria itu gubris serius. Walau ia tahu kalau itu sebuah ikatan rantai yang ditolak langsung oleh dirinya.

Kapan ia benar-benar memastikan itu kepada gadis pujaan yang menyembuhkannya. Memulai hal yang pernah membuatnya terhalang oleh semua orang yang menyayanginya. Kejadian yang terus dijadikan rujukan akan alasannya untuk tidak mengungkapkan isi hati yang meronta-ronta menginginkan dia, yang tak tahu lagi apa saat ini.

"Oh...diriku. Kapal ini karam begitu lama, busi dan mesinnya mulai berkarat. Para burung-burung laut tiap hari mengitarimu. Ombak membawamu kemana dia mau. Mungkin lumut di dasar kapal telah menebal. Hingga kau tak menyadari semua akan hilang dalam gelombang waktu.

Pencapaian mana yang kau harapkan? Kesan mana yang kau dambakan? Arus sungai mana yang ingin kau arungi? Nasib manusia hanya penentuan dari akal yang berkontribusi memilih, hingga semua pilihanmu disortir oleh Dia yang mengetahui mana yang berhak terjadi di hidupmu. Percaya dan bersandar, itu pilihan lain dari proses akhir usahamu."

Kalimat yang membuai tangannya menulis dalam buku biru. Rey tak habis menenangkan diri untuk tidak larut dalam keinginannya untuk segera memiliki. Hingga pena itu tertahan, oleh suara pria yang baru datang dari luar dan membuatnya terkejut hingga lupa mengganti layar laptopnya ke beranda awal.

"Hai...rey. Nih aku baru beli kopi dari luar. Americano, khusus untukmu. Nih minum!" andre duduk di sofa dekat jendela kaca besar yang memampang suasana malam kota bogor disana.

"Thanks. kopinya." rey minum. Terdengar handphonenya berdering lama. Langsung saja diangkatnya. "Wa'alaikummussalam. Iya ma. Ada apa?" menyandarkan punggungnya di kursi. Andre mendekat ke meja rey perlahan.

"Kamu dimana nak?" wanita itu menelpon di meja makan dengan mayang dan anaknya menemani tidur dirumah.

"Di hotel ma, sama mas andre." rey melihat andre mendekat, buru-buru ingin menutup laptopnya. Namun andre menghalangi, hingga terlihat jelas oleh pria yang memegang kopi di tangan kirinya, seseorang yang dikenalnya sebagai adik ipar mereka.

Dengan senyum andre meledek rey. Dan terus menggelengkan kepalanya.

Rey, kembali dengan wajah kesal dicampur malu. Tetap tenang menghadapi panggilan mamanya. "Kenapa ma?"

"Kamu udah ketemu sarah rey? Gimana, kamu beneran sudah gak ada hubungan lagi dengan sarah?" memperhatikan makan anak kedua mayang.

"Aku udah ketemu. Tapi, belum aku putusin, nanti setelah aku selesai lihat perkembangan pabrik di bogor, baru aku pulang ke jogja. Mungkin dua hari lagi ma. Dia pun lagi pulang ke rumahnya. Ada urusan keluarga, katanya." kembali minum kopinya.

"Rey, mama doakan yang terbaik untuk kalian. Jangan tidur terlalu malam ya! Rey, kalau bisa kamu pikir-pikir ulang, sayang. Mana mas mu?"

"Ini ma." rey kembali dari berdirinya didepan jendela, kemudian mendorong andre menjauh dari laptop yang sengaja dibuka kembali oleh pria yang terus tertawa meledek.

Andre mengambil handphonenya, dengan tersenyum. Menjauh mendengarkan mamanya.

"Kamu ini mas."rey mematikan laptopnya.

"Iya ma. Nanti aku kabarin lagi. Mama sehat-sehat, jangan lupa olahraga. Biar kuat." andre mengingatkan. Sembari melirik rey.

Andre mendekati rey, lalu berbaring dikasur. Dengan suara yang kuat ia berucap. "Rey, kapan kamu ceraikan sarah?" memutar badannya yang terlentang ke posisi tengkurap.

REYSA [Reyvan & Sarah] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang