[Selamat membaca]Sayup-sayup angin menerpa ujung helaian jilbab wanita pemilik mata berbinar itu. Deburan suaran ombak menghantam-hantam pelan tiang pasak cottage yang mereka tempati. Di balkon itu, dengan dua kursi berhadapan lutut bertemu lutut, berjarak dan saling memandang. Kemudian menyimak serius dari obrolan pria di depannya. Badan yang lemas karena penyakit demam tadi malam telah pergi bersama dengan perbincangan hangat rey dan sarah di sore itu.
Setelah makan dan sholat ashar berjamaah di kamar, rey dan sarah mandi bergantian. Kata pria itu agar enakan saat perbincangan nanti di mulai. Sekarang, dengan berani pria berjaket itu mulai membuka gembok rahasianya.
"Sarah, terima kasih. Kamu udah ngerawat aku. Sore ini aku mau jujur sama kamu. Tadi malam saat aku keluar setelah sholat isya dan saat aku pulang, kemudian memberi ponsel ke kamu, aku rencana ingin langsung tidur. Namun, ketika kamu sudah tidur pulas. Dinda datang ke cottage kita, terus kami ketemuan di resto. Saat itu ingin ku urungkan untuk menemui dia. Tapi, karena rasa yang terus ku pendam akhirnya kami bercerita panjang tentang hubungan ini. Namun, belum sempat aku dan dinda menyudahi obrolan inti. Bayu menelpon dengan nada cemas dan ingin menyusul dinda saat itu juga. Karena dinda tidak mau ini bermasalah panjang, dinda bilang kalau dia di resto, ingin makan sesuatu, lalu kembali pulang, jadi bayu gak usah keluar nyusul dinda ke situ. Akupun langsung pulang dan biarkan dinda sendirian. Padahal kami belum benar-benar tuntas mengungkapkan perasaan satu sama lain. Dan akhirnya aku terus kepikiran dengan kata-kata terakhir dari dinda."
"Kata-kata yang membuat jantungku tak ingin berdetak lagi. Dia bilang "aku masih sayang dan rindu" Kamu tau sar, hatiku sakit saat semua ini jauh lebih rumit dari sebelumnya. Sekarang aku dan dia telah terhalang dengan pasangan yang kami pilih sendiri, tapi jangan kau salah paham, bahwa kedatanganmu ini menjadi petaka untukku. Bukan, ini adalah pilihanku sendiri."
"Saat kejadian malam itu aku pusing dan menangisi kenyataan ini. Tak mungkin aku merobohkan rumah tangga orang lain. Dan membangun tiang dari reruntuhan tanah orang." rey berhenti dengan dahi mengerut. "Yaa.. aku sudah bilang ke kamu, kalau aku menangisi ego yang menipu perasaan ini. Sebenarnya aku ingin lebih enakkan kalau udah ngomong semuanya ke kamu. Jadi, itu rahasiaku. Dan wajar aku menangis." malu rey membenarkan tangisannya.
"Tapi, bukankah saat ini mas bisa melepasku juga. Lalu kembali mencari tambatan hati yang sesuai. Akupun tak ingin mas merasa terbebani dengan adanya aku di hidup mas." Sarah memberi kenyataan dalam sarannya.
"Tidak, kamu sudah lebih dari cukup untuk berada disisi ku. Aku gak bisa terus memulai dengan perasaan yang tak karuan ini dengan orang lain. Yang tak mengerti keadaanku. Aku sangat bersyukur memilikimu saat ini. Jadi, tetaplah bersama kalau kamu masih berkenan."
"Baik." singkat jawab gadis itu. "Mas, kenapa tiba-tiba ingin ngobrolin ini dengan aku. Bukannya itu masalah pribadi antara kalian. Bahkan mungkin mas bayu suaminya tak mengetahui kejadian tadi malam."
"Aku percaya sama kamu. Mama yang sudah ngasih tahu semuanya. Dan aku paham kenapa kamu ngotot ingin pergi. Tapi, kenapa sampai kepikiran kesana sar?"
Belum sarah memberi komentar, rey memotong.
"Hmmm.. ya sudahlah. Setidak Nya, kita bisa menepis kecurigaan mereka tentang hubungan kita dan memastikan ini tidak bohongan. Lagian kita memang suami-istri jadi tidak perlu dikhawatirkan." Rey menyandarkan punggungnya.
"Mas, aku penasaran. Yang mas bilang kemarin tentang pertemuan kita itu beneran atau cuma ngarang?" Memajukan badannya ingin menyimak.
"Ohh, yang itu. Emang kenapa? Ada yang salah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
REYSA [Reyvan & Sarah] [END]
RomancePerjuangan hidup selalu dirasakan setiap manusia, setandar dewasa menjadi lalu lintas untuk terbangun dari permainan masa kecil. Memaksa untuk dewasa lebih cepat adalah pilihan sarah, berjuang sejak SMA mengambil keputusan dan pengorbanan usaha bagi...