Beri aku kesempatan

4 2 0
                                    


  [Selamat membaca]

Apa kau dengar? Berapa banyak yang menggedor pintu putih itu? Semua berebut untuk masuk lebih dulu. Memikat dengan rangkaian kata pengharapan, bernilai mahal dengan niat ketulusan. Padahal ribut yang memekak telinga tak terdengar sama sekali. Semua sembunyi di tempat terpencilnya, aman dan nyaman memadu kasih dengan sang Maha Cinta.

Saling bertabrakan antara keinginan baik dan buruk. Kadang menyelip diantara rak khusus antrian, lalu menunggu terkabul saat waktu yang tepat. Rencana mulus selalu menjadi keinginan siapapun. Tapi bagaimana sabar akan muncul jika semua berjalan dengan lancar, atau menguji ketulusan hati seorang pencinta kepada kekasihnya. Tak ada yang lebih memastikan tentang pembuktian selain pengorbanan. Maka takkan tergoyah sebuah ketulusan hati dari kekasih impian.

Merenggangkan tubuh, membiarkan aliran darah mengalir dengan ruh perlahan memenuhi raga. Gadis itu, pergi menyusuri jalan menuju kamar mandi. Mandi sebelum subuh lebih segar, menyelesaikan hajatnya. Sarah kembali. Lalu memulai rapat penting dengan Sang Maha Esa.

Setelah sholat tahajud, sarah menelpon mbok dan sukma. Lalu membangunkan indah. Kadang gadis itu menelpon sahabatnya, apabila diminta. "assalamu'alaikum, indah dah bangun. sholat tahajud ok."

"wa'alaikumussalam, iya aku bangun nih, makasih ya."

Waktu yang tersisa sarah gunakan memanjakan mata dan mengulang hafalannya. Nanti sore jadwal ngajinya. Mana mungkin ia tinggal gitu aja. Semangat yang turun-naik menjadi kendala terbesar bagi dia sang pelajar. Membuat tujuan dan membumbung tinggi harapan merupakan hal penting yang harus dimilikinya.

Tak berapa lama bu jumi terbangun dengan suara lirih sarah mengaji. Mengambil jilbab panjangnya, lalu pergi ke kamar mandi. Ibu berdaster itu tak ingin ketinggalan waktu indah bertemu tuhannya. Apalagi sekarang ada kawan yang sevisi. Sholat dengan pengharapan atas keridhoan sang pemilik raga.

Ketika kau merasa ragamu telah melemah, matamu tak lagi tajam, gigimu rontok satu persatu dan muka cantikmu yang kencang mulai keriput. Tak ada lagi selain menyiapkan akhir sebelum kematian datang kepadanya. Pernah sarah bertanya kepada mbok. "Beda gak mbok rasanya pas muda dengan tua sekarang?" sarah memijat punggung mbok yang pegal.

"yaaa beda, kalau dulu masih gagah, sekarang mudah sakit, badan gak bugar lagi. Lebih muda capeknya."jelas mbok.

Azan subuh terdengar dari speaker masjid, sarah memulai sholatnya. Ibu jumi setelah sholat subuh, langsung ke dapur untuk beres-beres. Juga bangunin pak mul di pos. Angin subuh masuk melalui jendela kamar. Segar udara pagi, mengisi penuh paru-paru. Sarah kembali duduk di atas kasur, berdampingan dengan jendela. Lalu memulai ngajinya.

Belum selembar dibaca, terdengar ketukan kaku menghantam pintu. Suara berat berucap. "Assalamua'laikum, sarah buka!" pinta suara berat itu.

"Waa'alaikumussalam. Iya mas."sahutnya. Sedikit membenarkan mukena, sarah bergegas membuka pintu yang tidak dikunci.

Berdiri tepat di depannya, memakai baju tidur berbahan satin merah marun. Matanya memicing mencari ibu berdaster kedalam kamar. "mana bu jumi?" suara serak basah.

"bu jumi di dapur. Ada apa mas?" memberi jarak.

"ke kamarku!" perintahnya.

"iya mas." gadis itu mengekor di belakang punggung suara berat itu.

"itu kamu lihat di kasur ada amplop, gaji pertamamu."reyvan berbicara dari balkon terhalang pintu kaca yang setengah terbuka, duduk di sofa empuknya, juga gorden coklat menutupi setengah badannya. Hanya suara berat yang terdengar tanpa menatap raga pria itu.

REYSA [Reyvan & Sarah] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang