[Selamat membaca]
Bulan lalu rey berjanji pulang untuk mengunjungi dua panti asuhan yang dia sendiri menjadi salah satu donatur tetap di sana, yaitu Panti asuhan al-mumtaz dan panti asuhan al-ghasiyah.
Perjalanan pulang ke jogja sudah lama dinantinya, semenjak sarah pergi dari rumah di jakarta. Perasaan rindu yang tak berujung ini, membawanya kepada sinyal kasat mata, setiap tepi jalan dihiasi dengan tawa dan matanya yang memicing saat senyum. Latar biru menggantungkan surya memancar jauh dari kepala, layar putih halus jatuh menghalangi sorot si penjaga langit siang. Toreh ciptaan tuhan yang tak habis manusia mengabadikan. Bahkan lukisan itu terciprat keindahan karena menjiplak langsung cahaya langit saat itu. Dan kini, manusia bisa melihatnya kapan saja tanpa menunggu untuk bertemu.
Roda yang tak berujung terus melaju, mengantarkannya kepada dia si pemberi sinyal. Apakah benar rasa yang telah lama dikuburnya ini, kembali mengendalikannya? Seakan pria yang duduk menatap kaca mobil di sebelahnya sedang berbincang mencari jawaban dari cipratan tetesan hujan yang menghalangi pandangnya menuju dunia luar.
Tak ingin memulai dan menutupnya sendiri. Pria itu kembali membandingkan luka yang membuatnya trauma. Entah benar itu rasa sakit hatinya atau hanya dirinya yang tak terima atas segala cobaan cinta yang diberi oleh Sang Maha Cinta. Bagaimana memastikan semuanya. Untuk dirinya yang kosong dan hampa. Bahkan maut pun tak diingatnya, dan dia tahu suatu saat akan datang kapan saja.
***
Kembali lagi Sarah membuka jendela di malam itu. Hujan datang dengan arak-arak angin menghempas mukenah abu-abu yang bergantian setiap minggu dengan mukenah putih miliknya. Mencium bau bumi, mendengar musikal hujan bernyanyi, menari di antara hujan mungkin akan lebih nikmat. Menutup mata, merasakan dua gores ciptaan Sang Maha Pencipta membawanya dalam kegembiraan rahmat. Tersenyum melambai mengikuti gerak langkah kaki dengan senandung melodi di telinga. Meredakan getaran rindu dan setitik harapan yang akhir-akhir ini memandunya berpijak antara baris-baris awang yang tak tahu kapan akan segera hilang, bagai fatamorgana di gurun sahara yang membayang dipelpuk mata.
Menanti setiap hari seseorang yang berjanji akan pulang. Memandang berulang kali gerbang depan, dan sesekali mengintip dari jendela kamar ke arah balkon tempatnya sering membaca. Bahkan barang-barangnya membuat gadis itu semakin mencinta. Hingga suara klakson mobil datang. Dan membuat detak jantungnya tak stabil untuk memompa.
Mengganti baju terbaik dengan jilbab persegi yang dibentuk menutupi dada. Sedikit bedak dan liptint pink. Berjalan cepat meninggalkan segala yang terus membakar jiwanya, kembali bertemu dengan dia yang sangat dinantinya. Dengan gelagat sibuk menyiapkan apa-apa yang telah ditangani oleh bu jumi, Sarah kembali memperhatikan hal kecil yang seharusnya itu gak perlu dilakukan. Seperti menyamakan satu baris wadah lauk beling, membuka tisu baru lalu mengisi tempat tisu yang masih ada setengah lagi. Memasak air hangat untuk teh panas. Tak lupa sarah mengupas mangga yang baru dibelinya dari pasar tadi pagi. Senyum membinar di matanya, tak ingin disembunyikannya lagi. Hingga jus mangga kesukaan pria itu selesai dia buat, dengan cepat ia pergi membantu membawakan barang bawaan pria itu ke kamarnya.
Rey dari bandara mampir sebentar sholat mangrib di masjid tadi. Ia merebahkan tubuhnya ke sofa. Lalu pak mul datang mengembalikan kunci mobil dari pak dayat tetangga yang menjemputnya dari bandara. Bagi rey sudah langganan pak dayat yang mengantar dan menjemputnya apabila rey pergi dan balik dari bandara.
"Pak mul tunggu, ini kasih ke pak dayat. Bilang terimakasih yaa." mengeluarkan uang upah jemput.
"Iya mas."
Belum sempat selangkah pak mul pergi, rey memanggil kembali. "Pak sudah sholat magrib? Kalau sudah balik sini, kita makan sama di ruang makan."
"Iya mas. Saya abis ini mau sholat." Pak mul pergi, menutup pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
REYSA [Reyvan & Sarah] [END]
RomancePerjuangan hidup selalu dirasakan setiap manusia, setandar dewasa menjadi lalu lintas untuk terbangun dari permainan masa kecil. Memaksa untuk dewasa lebih cepat adalah pilihan sarah, berjuang sejak SMA mengambil keputusan dan pengorbanan usaha bagi...