Terukur sama

5 1 0
                                    

 [Selamat membaca]  

Tertata rapi gaun indah bertabur kilauan permata, menghias isi kamar yang mewah sempurna, bagai menyimpan harta karun yang tak pernah dilihatnya. Di sampingnya juga bertengger sepatu sepasang dengan warna senada. Hari ini, gadis itu benar-benar gugup karena terus memandang gaun yang terurai panjang ke lantai di samping kaca sebadan yang tepat terletak dekat pintu kaca balkonnya. Saat yang ditunggu-tunggu benar nyata telah tiba, ia dirias indah dengan mama yang halus nan baik tutur katanya. Seolah menghias anak kandung perempuannya. Ia tersenyum syahdu, peluang yang tak pernah dibayangkan oleh gadis itu. Ia pikir akan ada tata rias yang akan datang hari itu, tapi malah mama yang telah masuk ke kamarnya dengan membawa alat-alat make-up yang ukuran kotaknya besar, bisa diangkat sebelah tangan. Namun saat di buka, berbagai macam kuas lukis wajah lengkap, dirasanya. Tapi kalau disuruh mengenalkan satu-persatu gadis itu tak akan paham.

Mungkin hanya lipstik, bedak, dan celak itu saja. Karena memang yang biasa dipakai kalau ada undangan pesta di dekat rumah. Sarah di dandan senatural dan secantik mungkin. Dia terus memejamkan mata, bila disuruh. Kadang mengintip sesekali ke cermin depannya sudah sampai mana wajahnya berubah. Simpang siur kata orang dan bahkan perasaan sendiri, kalau orang yang kesehariannya tak pernah bermake-up, terus sekali di make-up akan jauh lebih pangling karena beda dari aslinya dan jarang orang yang gak terpukau dengan riasan seseorang.

"Kamu sudah pernah di make-up seperti ini sar?" tanya mama sembari memberi alas bedak.

"Belum pernah bu." menjawab dengan matanya yang terpejam

"Loh, kok ibu. Kan sudah saya suruh panggil mama. Belum terbiasa yaa?"

"Haaa... iya, belum ma. Mama sudah terbiasa ngerias yaa?"

"Kalau make-up sendiri sudah biasa, tapi kalau makeupin orang lain baru kamu orang pertama. Biasanya mama jarang mau kalau disuruh. Tapi, kalau sama kamu beda. Kamu orang yang spesial."

"Haaa... aku pertama, terus kenapa mama mau gitu aja."

"Kan mama bilang kamu spesial, yaaa... kamu tau siapa dalangnya sarah. Siapa lagi kalau bukan suamimu." tersenyum wanita itu kepada sarah yang melihatnya dari cermin.

"Ohhh... mas rey. Terima kasih ma. Oia ma... kira-kira gimana yaa nanti sikapku pas udah ketemu dinda itu?"

"Waahhh, benar juga. Kamu mau ketemu perempuan itu. Yang pasti kamu harus bersikap anggun dan sopan. Lalu jadilah dirimu sendiri. Kayaknya itu lebih nyaman. Tapi mama gak tau kalau ada arahan lain dari rey nanti. Mungkin, kalau ada.... kamu harus pasang telingamu baik-baik. Ok." Memoles bibir gadis itu dengan lipstik.

"Hmmm, benar dan deal nya nanti, saat sama mas rey. Gimana lak-laki itu menyuruhku berperan?"serunya dalam hati.

Polesan terakhir diberikan mama ema, yang baru ini diketahui nama panjang wanita anggun itu. Ema Sulistiani. Tertera di atas box make-up tersebut. Lalu di sentuhnya sembari menatap wanita yang senyum melihat hasil make-upnya. Wanita itu mengangguk pelan, sembari berkata" Yaaa. Itu nama panjangku. Jadi kalau ditanya siapa nama mertuamu, sebut saja. Ema Sulistiani. Mengerti?" wanita itu menyuruh sarah berdiri, lalu mengarahkan gadis itu ke cermin besar di samping pintu kaca balkon. "Bagaimana, ada yang kurang pas gak? Tau gak yang menarik dari wajahmu, apa? Ada disini." menunjuk mata gadis itu yang sedang menatap di depan kaca, dengan wajah terpana pada riasan mewah dan anggun menurutnya.

"Haaa, mama. Aku sangat berterima kasih. Tapi ma, kenapa mau menganggap aku sebagai menantu mama. Apa mama gak malu? Dan taukan kalau setelah acara pesta ini selesai, mungkin aku gak bisa mama sebut menantu lagi. Dan mungkin, aku belum tau akan bertahan disini atau gak setelah acara selesai." saling berhadapan dan menatap. Penuh haru. Bagi sarah rasa hampa karena titik kosong di hatinya kini terpenuhi, seakan sempurna sosok ibu baginya.

REYSA [Reyvan & Sarah] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang