pelan.
CHAPTER X
★★★
Ren berjalan dengan lesu. Setelah percakapannya dengan Jenaro, ia memikirkan bahwa Jenaro akan meninggalkannya. Padahal, ia baru saja mempunyai teman. Ia meninggalkan Jenaro setelah dirinya memarahi Jenaro.
Benar, memarahi.
"Aro jangan tinggalkan Ren!"
"Aku tidak tahu sampai kapan kita masih bisa bertemu."
"Kenapa mengatakan itu?" Ren mendorong tubuh Jenaro, "Turunkan Ren!" Jenaro yang tidak ingin Ren jatuh, menurunkan anak itu agar berhenti memberontak digendongannya.
"Aro jahat! Ren tidak suka mendengarnya!" Anak itu mendongak dengan wajah marahnya. Jenaro hanya diam menatap, ia tidak bisa menjanjikan atau membalas perkataan Ren, anak itu masih tidak mengerti mengapa Jenaro mengatakan itu.
Tidak ada yang perlu ditakuti seharusnya, tapi Jenaro mulai takut dengan keyakinan dan hatinya. Ia tahu betul jenis perasaan apa ini. Ia tidak ingin semakin menyukai Ren. Jenaro tidak ingin ia semakin posesif pada Ren padahal ia tahu betul bahwa mereka berbeda. Keposesifan seorang alpha tidak bisa diremehkan, maka dari itu Jenaro harus menguasai dirinya sendiri dan menahan perasaannya. Jangan sampai dirinya berusaha memiliki Ren dengan cara apapun, jangan sampai dirinya menjadi buta akan segalanya.
Ren pergi meninggalkan Jenaro yang tidak berusaha menahannya. Anak itu hanya merasa kesal dengan perkataan Jenaro, terdengar seperti tidak ingin menjadi teman Ren lagi. Membuat Ren sedih. Saat menjadi manusia pun Ren tidak mempunyai teman karena ia yang sakit, bahkan saat ia menjadi vampir dan tidak sakit pun tidak ada yang mau berteman dengannya. Hal itu membuat Ren merasa sedih.
Yah, anak itu hanya sedih. Sebenarnya, beberapa anak vampir lain tidak memusuhi Ren, hanya saja terkadang Ren suka berjalan-jalan kemanapun karena penasaran.
Ren menoleh kebelakang, memastikan apa Jenaro mengejarnya atau tidak. Bibirnya melengkung kebawah saat mendapati Jenaro tidak menghampirinya. Akhirnya Ren hanya berjalan-jalan saja tanpa tujuan karena ia sudah bermain dengan Hades tadi, jadi ia tidak ingin kembali basah.
Ren terus berjalan tanpa arah, bosan juga sebenarnya. Jenaro membuatnya pergi begitu saja. Ia berjalan kearah taman dengan begitu banyak bunga. Ren melihatnya dengan jelas bagaimana bunga itu di tata sesuai warna. Rumput hijau yang indah. Ren berjalan semakin mendekat pada bunga, niatnya ingin mencabut bunga itu dan ia akan membawa pulang nantinya.
"Sedang apa?" Ren menoleh ke asal suara, menatap seseorang yang pernah ia temui bersama Jarlen.
"Maaf mengejutkanmu, Ren. Masih ingat denganku? Tavien." Tavien berjongkok, "Tidak perlu dicabut, kamu bisa membuatnya mati."
Ren melepas pegangannya pada tangkai bunga itu, menuruti perkataan Tavien, "Ren suka bunganya."
"Kamu bisa menikmatinya dengan matamu tanpa membawanya."
Ren mengangguk, mata itu beralih menatap Tavien lumayan lama, "Tuan Tavien."
"Ya?"
"Tuan Tavien sangat manis."
"Benarkah? Terima kasih."
Tavien duduk bersila, duduk diatas rumput hijau dan memejamkan matanya, "Ren, bolehkah aku bercerita padamu?"
"Dongeng?" Ren ikut duduk disamping Tavien dengan kedua tangan menyatu dan tatapan fokus pada Tavien.
Tavien tertawa, "Yah, terasa seperti dongeng dengan akhiran yang menyedihkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WORLD
Romance🔞BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN SESUAI DENGAN UMUR🔞 ♤NoRen, JaemRen, HyuckRen, MarkRen♤ Berawal dari seorang vampir kecil yang datang kekawanan serigala, hanya mengikuti insting laparnya terhadap bau manis yang tercium olehnya. Bagaimana bisa menjadi...