LI

1.5K 213 20
                                    

pelan, sayang

LI

★★★

Jika kalian bertanya bagaimana Ren dapat menghampiri satu persatu pemimpin ini, maka Hades menjadi jawabannya. Pria ini seakan memberikan waktu pada Ren, untuk menemani pria lainnya. Seakan tahu bahwa Ren akan selalu mengikutinya kemanapun.

Ren kini masih berada disamping Marko dengan tangannya yang menjadi tumpuan dagu. Sesekali menatap Marko, lalu menatap apa yang dilihat Marko. Ren menggaruk pipinya seakan tak mengerti, coretan tak jelas ini, dilakukan Marko seperti huruf menyambung dengan akhir garis lurus. Ren sudah menahan untuk tak menginterupsi Marko, namun dirinya kini menunjuk-nunjuk kertas itu dengan jarinya.

"Lio dari kemarin selalu berada disini. Apakah itu sulit untuk diselesaikan?" Ren menunjuk coretan yang dilakukan Marko. Mencoba mengintip tulisan apa yang Marko tulis. Ia tak mengerti sama sekali!

"Lumayan."

"Kepala Lio pusing? Ren selalu pusing saat ayah mengajarkan Ren membaca saat masih kecil."

Marko hanya mengangguk, walaupun dia tak merasa pusing. Pria itu lebih memilih mengumpulkan kertasnya sebelum Ren mengambil alih kertas itu dan berusaha memahaminya. Akan banyak pertanyaan jika Ren mencoba memahami sesuatu, dan itu bukanlah hal buruk sebenarnya, tetapi yang Marko tulis ini, berhubungan dengan Ren, sehingga dia tak ingin memberitahu banyak.

Entah mengapa karena Marko yang hanya mengangguk saja, Ren merasa diabaikan saat ini, sehingga Ren meletakkan tangannya diatas kertas itu, "Lio, Ren sedang bicara."

"Iya, lanjutkan."

"Ren ingin ditatap."

Marko menatap mata Ren, menunggu anak itu mengeluarkan suara, "Kenapa Lio menatapnya seperti itu? Tidak suka kalau Ren menghampiri? Apakah Lio merasa Ren mengganggu? Lio sudah tidak mau bertemu Ren? Begitu? Jawab!" Ren menggebrak meja seakan menyerukan kekesalannya terhadap ekspresi Marko yang seperti malas padanya. Tentunya itu tidak seperti yang Ren lihat, Marko hanya menatap dan tidak bicara sehingga Ren merasa Marko terpaksa.

"Tidak—"

"Lihat! Lio benar-benar tidak suka?" Wajah itu merengut. Berjalan membelakangi Marko yang menaikkan alisnya. Ren hanya percaya dengan apa yang dikatakan Hades sebelumnya, jadi kini ia meyakininya dan mulai merasa ia diabaikan.

"Apa yang kamu inginkan?"

Diam. Marko hanya mengikuti dari belakang sambil memasukkan kertasnya dibalik jubah miliknya, "Katakan, Ren."

"Ren."

"Aku tidak akan mengerti jika kamu diam saja." Pria tua ini memang sulit untuk mengerti hal-hal seperti ini, namun nyatanya memang Ren sangat tidak jelas!

"Sayang."

Ren berhenti. Ia menoleh dan memberikan tatapan tajam, "Lio panggil sayang saja pada kertasnya. Lio lebih suka bermain dengan kertas daripada dengan Ren. Hans bilang begitu!"

"Ini benda mati, Ren."

"Diam!"

"Renzyno."

Ren semakin marah saat dipanggil seperti itu, dia hanya berlari menjauhi Marko. Matanya menatap tubuh seseorang yang ia kenali, lalu berusaha Ren hampiri, "Arlen!"

"Ada apa?"

"Ren akan memusuhi Lio, dia suka dengan kertas."

"Suka dengan kertas?"

THE WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang