XXIX

3.8K 513 40
                                    

pelan, Muffin.

XXIX

★★★

Jarlen berjalan didepan Ren. Tanpa pegangan tangan seperti sebelumnya, namun dalam jarak dekat mereka berjalan bersama. Jarlen sudah cukup memberikan nasihat, sudah tak bisa mengatakannya lagi. Entah, ia hanya merasa akan mendapatkan hal yang menyakitkan jika terus membahas hal itu dengan Ren.

Ren menunduk, memang perasaannya seperti mengarah pada Jenaro. Dari awal, lelaki yang memperlakukannya dengan baik selain ayahnya adalah Jenaro. Namun dari segala alasan yang diberikan Jarlen, ia tahu persis seperti tak ada kesempatan bagi Ren untuk mendapatkan masa depan yang baik dengan Jenaro.

Tapi, sama saja. Ia lemah akan cinta saat di iming-imingi dengan diam-diamnya dirinya dan Jenaro menjalin hubungan. Ren seperti menipu Jarlen dan Marko disaat bersamaan. Ren ingin bertemu dengan Jenaro, saat itu.

Perasaan tak enak ini semakin jadi saat Jarlen dan Marko juga menyukainya. Bahkan pembicaraan tadi membuat Ren merasa sedih karena Jarlen yang terlihat pasrah. Ren.. Tak ingin Marko dan Jarlen bertengkar karena dirinya.

Tangan Jarlen dipegang oleh Ren, meminta Jarlen berhenti sebentar. Pria itu tidak menunjukkan reaksi apapun saat Ren berada didepannya.

Ren memeluk Jarlen dengan tangan yang berada dipinggang pria tinggi itu, "Jangan sedih, Arlen."

"Aku tidak. Ayo, kembali ke kamar sekarang." Jarlen melepaskan pelukan itu.

Namun, tangan itu enggan melepaskan dirinya, membuat Jarlen pasrah, "Ren, ayo lepaskan."

"Tidak."

"Ren."

"Tidak!"

"Jangan berteriak, Ren."

"Ya sudah, tidak."

"Baiklah."

"Tidak membalas pelukannya?" Ren mendongak menatap Jarlen. Kaki itu berjinjit, dengan bibir yang mengecup bibir Jarlen.

Jarlen memejamkan matanya sesaat, bingung ingin bereaksi seperti apa. Namun, hal yang dilakukan Ren membuatnya memberanikan diri bertanya, "Ingin memberikan aku tempat dihatimu?"

Walaupun tak menyingkirkan Jenaro, setidaknya, Jarlen ingin mencoba peruntungannya.

👥👥👥👥

Jarlen hendak membawa Ren pada Marko yang dirasa selalu sibuk beberapa hari ini. Memang Marko sangat berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Ia terlalu fokus dengan masalah dan terkadang melupakan sekitarnya, walaupun masalah tentang serigala gila itu telah diselesaikan, namun tanpa ditemukannya alasan, membuat Marko masih terus mencari tahu dan terus berada didalam kamarnya.

"Marko, buka pintumu."

"Aku sibuk, sedang tak ingin berbicara."

Jarlen menoleh kearah Ren, seakan anak itu mengerti maksudnya, Ren bersuara memanggil, "Ren rindu Lio! Buka pintu!" Seruan seperti pemilik suara akan marah jika tidak dilakukan itu seperti ciri khas dari Ren.

Ajaibnya, Marko benar-benar membuka pintu itu dengan lebar dan mempersilahkan mereka berdua untuk masuk. Tatapan kesal masih Ren layangkan pada Marko. Berdiri dihadapan pria itu sedangkan Jarlen sudah berjalan masuk menuju sofa panjang.

"Lio sudah mendiamkan Ren dari kemarin."

"Itu.. Aku sibuk." Marko menggaruk tengkuknya.

"Kenapa? Lio tidak ingin diganggu oleh Ren karena Ren nakal? Ren sudah bilang, Ren tidak nakal."

THE WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang