XVIII

5.2K 803 73
                                    

pelan, darling.

XVIII

★★★

Marko dan Ren berjalan bergandengan tangan memasuki rumah milik Christian. Saat Ren melihat ayahnya menunduk sopan pada Marko dan memberikan tatapan tajam padanya, Ren berjalan mundur dan menutupi tubuhnya dibelakang Marko.

"Terima kasih, tuan. Maaf sudah membuat tuan mencari Ren sampai dua kali." Christian tersenyum sopan, ia yang melihat anaknya bersembunyi itu hanya tertawa dalam hati, benar-benar sangat nakal.

"Ibu... Kemana, ayah?" Ren dengan suara yang sedikit ragu memberanikan diri untuk bertanya.

"Ibumu berniat mencari anak baru menggantikanmu." Seringai Christian terlihat menjengkelkan bagi Ren, memancing amarah anak itu karena Christian sudah terlanjur kesal pada Ren.

"Huh? Tidak bisa!" Didepan Marko, Ren berteriak tak terima. Anak itu dengan berani berjalan sampai dihadapan Christian. Berkacak pinggang menantang, "Ayah jangan bohong, ya!"

"Siapa yang bohong, anak yang suka hilang?"

"Ren tak suka hilang! Hanya main!" Ren membela dirinya.

"Cara mainmu berbeda dengan anak seusiamu, anak nakal!"

"Tidak! Ren hanya jalan-jalan!"

"Jalan-jalan atau main?"

"Dua-duanya!"

Marko yang melihat adu mulut itu hanya berjalan dan duduk dikursi yang ada, adegan didepannya cukup menghibur dirinya. Pertengkaran antar Ren dan ayahnya terlihat sangat imut karena anak itu menatap ayahnya dengan tatapan marahnya.

"Christian." Suara Marko menghentikan debat itu. Ia perlu membicarakan tujuannya mengapa ia kemari tadi.

"Ya, tuan?"

"Bisa kita bicara sebentar?"

"Baik. Ren, masuklah ke kamar, ibumu ada disana, sedang beristirahat karena pusing mengetahui dirimu hilang, lagi." Christian berniat mengusir Ren agar tak mengganggu percakapan dirinya dan Marko.

"Ren masih ingin disini, ayah." Enggan menuruti sang ayah, Ren berjalan kearah Marko, duduk disebelah pria itu dan kembali menatap ayahnya. Seakan menolak permintaan ayahnya adalah hal biasa, Ren menjawabnya dengan enteng.

"Ren.."

"Tidak masalah, Christian." Tangan kiri milik Marko memegang tangan Ren, didepan Christian, ia mengelus tangan Ren pelan.

Christian mematung sesaat. Melihat apa yang Marko lakukan pada anaknya, membuatnya menatap penuh tanya pada Marko. Marko yang ditatap seperti itu pun merasa senang dengan ekspresi yang Christian tampilkan.

"Christian. Tidak ingin duduk?" Dengan terburu-buru pria itu duduk tepat didepan Marko. Sesekali menatap anaknya yang diam saja.

"Apakah sudah diketahui, kekuatan milik Ren itu apa?" Marko bertanya, jika saja ternyata Christian sudah lebih dulu tahu tentang itu.

"Sejauh ini, belum tuan."

"Kekuatanku tidak mempan untuknya."

"Maaf?" Christian mendengarnya, hanya ia tak mengerti maksudnya dengan jelas.

"Christian. Apakah kamu tahu, ia bisa meminum darah bangsa lainnya? Kamu tahu bukan, mustahil bagi kita meminum darah bangsa lainnya. Selain dilarang, kita akan spontan untuk memuntahkannya."

"Tidak mungkin..." Christian ragu mengucapkannya.

"Benar. Sesuatu yang tak biasa, terkadang menjadi tanda bahwa sesuatu yang besar akan terjadi nantinya. Kami masih mencari tahu, tetapi jika fakta tentang Ren tersebar, semua orang yang ketakutan terhadap bencana besar, akan berusaha memusnahkannya. Ren tak akan aman." Marko menjelaskan kekhawatirannya. Jelas semua orang lebih menyukai sesuatu yang mudah untuk diselesaikan, dan tidak menutup kemungkinan, keselamatan Ren akan dipertaruhkan.

THE WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang