XLIX

1.9K 231 38
                                    

hai, cantik!

XLIX

★★★

Hades lebih dulu sadar, dan memberikan ekspresi tanpa kekhawatiran untuk menghindari reaksi Ren yang mungkin saja ketakutan nantinya. Lelaki itu mendekat, bertanya hati-hati, "Apakah kamu bisa melihat?"

"Hans.. Mata Ren tadi sakit.." Ren terkejut saat hal itu terjadi. Bibirnya kini merapat seakan berpikir keras. Kejadian tersebut baru ia rasakan.

Jenaro mendekat perlahan, "Sangat sakit? Ren tak menyukai rasanya?"

"Ren hanya tidak terbiasa." Jarlen serta Marko yang merasakan kekhawatiran itu juga, saat melihat Ren yang tak memiliki reaksi fatal, sedikit merasa lega. Mereka menganggap Ren hanya terkejut dengan suatu hal baru yang terjadi padanya. Ini biasa bagi para vampir baru. Semua vampir pada awalnya seperti itu, namun karena Ren berada dibagian mata, ia mungkin sangat terkejut.

Ren mengusap matanya terus menerus, membuat Jenaro menahan tangan itu dan menggendong Ren dibagian depan tubuhnya, "Berhenti disini. Lanjutkan lagi besok. Ren masih terkejut." Suaranya seperti memberikan perintah mutlak tanpa ingin bantahan. Jenaro tak bisa membiarkan Ren merasa terganggu seperti ini.

"Jangan meremehkan ambang batas nyeri bangsa kami, Jenaro."

"Aku tidak meremehkannya. Ren terkejut, tidakkah kalian melihatnya? Aku tidak peduli bagaimana bangsamu memiliki toleransi seberapa besar dalam hal sakit, namun jika itu Ren, bahkan jika dia hanya terkejut, aku tidak akan membiarkannya melanjutkannya sekarang." Jenaro seperti tak ingin ada rasa tak enak yang akan Ren rasakan. Jenaro mempunyai keyakinan, bahkan jika Ren tak mempunyai kekuatan pun, Jenaro mampu menjaganya. Kepercayaan diri kekuatan pada bangsa serigala, patut diacungi jempol!

"Aku setuju dengan Jenaro." Marko yang ditatap oleh Ren dengan tatapan berharap entah tentang apa, memutuskan untuk menghentikannya dahulu. Tujuan mereka bukanlah pada kekuatan Ren, ada atau tidaknya hal itu, mereka pasti lebih dulu akan menghalangi semua orang yang mendekat pada Ren nantinya.

"Lebih baik bicarakan bagaimana menangani para rakyat dahulu. Ren akan beristirahat."

👥👥👥👥

Setelah diskusi selesai. Ren menundukkan wajahnya. Dirinya meremat bagian sisi kasur dengan tangannya. Terdiamnya dia tanpa suara membuat beberapa pria yang berada disana menatapnya dengan perasaan khawatir, tetapi tak berani mengeluarkan suara sejak sedari tadi.

Jenaro berjalan mendekat, kini berlutut didepan Ren, "Jika tidak ingin, kamu bisa mengatakannya. Kami cukup kuat untuk melawan mereka." Masih dengan bujukannya, ia seperti memaksa Ren mengungkapkan ketidaknyamanannya.

"Sebenarnya.. Kenapa melawan mereka? Apakah ada masalah? Apakah karena Ren melewati perbatasan? Ren hanya ingin mencari ayah dan ibu.. Kenapa semuanya ingin melawan Ren.."

Ren menatap Jenaro, pria yang bertanggung jawab besar dalam mulanya kejadian ini. Jenaro merasa bahwa kini tatapan itu juga menyalahkan tindakannya yang membawa Ren seenaknya saat itu.

Jenaro saat itu hanya terpaku. Saat dirinya menatap seorang anak yang mendongak kearahnya tanpa takut saat pertama kali mereka bertemu, namun tindakan tersebut kini disesali Jenaro.

Jika... Saat itu Jenaro lebih memilih membiarkan Ren pergi, hal ini mungkin terhindari. Dirinya yang merasa berada dibagian atas dengan kepercayaan diri tentang kekuatannya, membuat Jenaro merasa takkan ada yang berani melawannya. Ia juga masihlah sangat muda, dimana keputusan masihlah bersifat impulsif. Dia yang melihat Ren saat itu, sungguh merasa terhibur dan menginginkan Ren sebagai sanderanya. Menyanderanya di kamarnya, untuknya. Namun saat permasalahan ini membesar begitu saja, Jenaro juga bahkan tak bisa menyerah untuk mendapatkan Ren.

THE WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang