Sabtu, 20 November 2021
Daffin baru saja sampai kerumah. Wajahnya kini terlihat sedih, ia masuk dengan langkah gontai. Neneknya yang berada diruang tamu merasa heran melihat tingkah cucunya. Ia memelankan volume televisi ketika Daffin yang tiba-tiba memeluknya.
"Kenapa? Kok sedih gitu mukanya? Ada masalah?"
Daffin melepas pelukannya. Sedih, hatinya berasa hancur sekarang.
"Dia marah, nek. Dia bilang benci, Daffin." Jawabnya tertunduk.
Nenek memandangi Daffin sedikit iba. Ini pertama kali cucunya sedih karena masalah cinta. Nenek mengelus pundak, Daffin.
"Siapa?" Tanya nenek sedikit memastikan. Apakah benar dugaannya.
"Abisha, nek, dan ini semua gara-gara, Daffin. Daffin nggak mau kehilangan Abisha, nek."
"Coba jelesain dulu sama, nenek! Ada apa?"
"Tadi Daffin bentak, Abisha. Tapi Daffin benar-benar nggak sengaja. Daffin kelepasan . Daffin tau, Daffin salah."
Nenek yang mendengarnya sedikit terkejut. Wajar saja kalau Abisha marah.
"Kenapa kamu bisa bentak dia, hem...?"
"Daffin nggak suka nek liat dia deket-deket pria lain. Apalagi adiknya, Wulan. Daffin nggak suka."
"Nenek mengerti, tapi kamu harus tau, perempuan itu sangat lembut hatinya. Hatinya sangat sensitive kalau sudah berhubungan dengan bentakan dan kekerasan. Kamu tau, disaat itu terjadi kepadanya, hanya airmata yang bisa menjelaskan semuanya. Dengan sekuat tenaga ia membungkam mulutnya dalam isakan tanggisnya. Hatinya perih, berusaha menjaga lisannya supaya tidak memperkeruh suasana. Kejadian itu akan selalu membekas dihatinya dan perempuan itu sangat sulit melupakan kejadian yang membuatnya merasa sakit. Kamu harusnya tidak seperti tadi. Dia masih muda, dan kalian belum ada ikatan! Jadi, dia masih ingin bebas tampa ada orang luar yang mengaturnya."
Daffin tertunduk. Matanya sudah memerah. Ia merasa semangkin bersalah. Ia hanya takut kehilangan, Abisha.
"Berusahalah meminta maaf. Buat hatinya sedikit melupakan kenangan pahit itu dengan segala usaha yang kamu punya. Nenek kedalam dulu."
Nenek langsung pergi kekamarnya.Daffin sadar, mungkin neneknya sedikit kecewa akan sikapnya.
***
Hari terus berlalu kejadian yang buruk menurut Abisha sudah berlalu. Abisha tidak ingin memikirkan hal itu lagi. Hatinya sakit. Tentang Daffin, dokter itu selalu mengiriminya pesan untuk meminta maaf. Entah sudah berapa puluh pesan. Belum lagi, Danil! Jujur ia tidak suka posisi itu. Abisha memilih menganti nomor hpnya. Ia tidak mau menyimpan nomor laki-laki disana. Ia sekarang takut, biarlah, sekarang ia tidak mau berhubungan dengan laki-laki kecuali ayahnya. Tentang Azka, ia akan mencoba melupakan, Azka. Ya, karena sebuah kejadian yang membuatnya sakit melihat Azka berdua mengobrol bersama Zahira kelas sebelah. Waktu itu Abisha ingin ketoilet bersama Fitri sewaktu jam istirahat. Ketika keluar dari kelas, Malah pemandangan itu yang ia lihat.
Abisha cukup sadar, Abisha tidak seperti Zahira dengan balutan pakaian Syar'inya. Hijab sampai pinggul. Sedangkan Abisha, ia baru saja berhijrah, jilbabnya tidak sepanjang, Zahira. Salat wajibnya saja kadang tidak tepat waktu. Sedangkan Salat sunah, masih malas-malasan. Insecure. Itulah yang Abisha rasakan. Bukan masalah fisik namun keimanan dan ketaatan kepada Allah swt.
Abisha kini tengah berada didalam kelas. Kejadian itu membuatnya semangkin acuh akan sekitar.
"Lo ditembak Danil, Sha?" tanya Amanda sambil menunjukan video kejadian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor [End]✔
Novela Juvenil"Deg-degan?" tutur Daffin tiba-tiba. Abisha hanya bisa mengerutkan dahi. Binggung, sedari tadi dokter tersebut selalu nyerocos. "Kedengaran loh suara jantung kamu sampe sini. Kamu tau, kalo seseorang merasa deg-degan itu, mungkin saat itu ia lagi k...