Daffin pergi kedapur untuk menyiapkan makan malam untuk, Abisha. Daffin membawa satu piring dan satu gelas air minum.
"Daffin ..., itu buat Abisha?" ucap nenek tiba-tiba.
"Iya, nek! Nenek belum istirahat?" tanya Daffin.
"Belum. Gimana, Abisha? Apa dia sudah bangun?" tanya nenek lagi. Ia duduk ditempat makan sambil menuang air putih.
"Sudah, nek. Cuman, Abisha sedari tadi hanya diam."
Nenek tersenyum,"Nanti jika dia sudah sembuh, dia akan seperti dulu lagi."
Daffin hanya sedikit bergumam,"Yaudah, Daffin kekamar dulu. Nenek istirahat, ya. Maaf nggak bisa temenin nenek kaya biasanya."
"Nggak papa! Nenek ngerti."
Daffin langsung menuju kamarnya. Ketika membuka pintu, ia sedikit kaget melihat Abisha yang ingin menaiki kursi rodanya. Spontan, Daffin bergegas masuk dan menyimpan piring didekat sofa. Sebenarnya Abisha sadar dengan kehadiran, Daffin. Namun, ia tidak menghiraukannya. Daffin berjalan menghampiri, Abisha. Abisha sudah hampir duduk dikursi, ia hanya tinggal memalingkan tubuhnya kedepan.
"Abisha bahaya, kaki kamu belum sembuh."tutur Daffin. Daffin membantu Abisha duduk dikursi roda. Sebenarnya kaki Abisha hanya patah, jadi mengunakan tongkat juga bisa.
"Besok-besok tunggu aku. Jangan sendiri-sendiri."
"Lagian kaki aku bukan lumpuh. Jadi aku bisa lakuin itu sendiri."
"Yaudah, kamu sekarang makan."
Daffin mendorong Abisha menuju sofa tempat dimana mereka biasa duduk.
"Mau duduk disini atau disofa?"tanya Daffin.
"Disini aja."
Daffin mulai duduk disofa dan mengatur posisi Abisha untuk menghadap kearahnya. Namun, Abisha memutar kursi rodanya kembali. Daffin tidak mau kalah, ia selalu memutar kursi roda Abisha mengarah kearahnya. Daffin tersenyum melihat Abisha yang terlihat kesal.
"Kamu ngapain?" tanya Abisha membuka suara. Kali ini ia sudah benar-benar kesal.
"Kamu yang ngapain? Katanya mau makan! Kenapa harus diputar lagi kursinya. Nanti aku jadi susah'kan nyuapin kamu." terang Daffin sedikit tersenyum.
"Aku nggak ada bilang minta disuapin. Aku bisa sendiri." Abisha hendak ingin mengambil piring yang ada dimeja sampingnya. Namun, didahului Daffin.
"Eits ... nggak bisa." Daffin tersenyum jahil, membuat Abisha menatapnya dengan kesal.
"Yaudah, aku nggak mau makan," Abisha mendorong kursi roda menjauhi, Daffin. Ia pergi kearah balkon kamar. Sekarang ia sangat kesal kepada, Daffin. Padahal Abisha sudah begitu lapar.
Abisha menatap langit yang sudah penuh dengan bintang.
"Bunda, aku laper. Aku ingin pulang. Disini aku nggak dikasih makan." ucap Abisha sengahja mengucapkan kata itu supaya Daffin dengar. Daffin yang sudah berada dibelakangnya hanya tertawa geli.
Abisha melihat kebelakang. Disana terlihat jelas Daffin sedang menertawakannya.
"Dia tidak peka! Berarti dia bukan suami yang baik." gumam Abisha menatap Daffin kesal. Ia melihat Daffin berjalan kearahnya dengan membawa piring dan satu gelas air minum. Abisha kembali memutar tubuhnya. Daffin menyimpan piring dan gelas dibawah. Ia berniat ingin menyuruh Abisha makan dilantai. Karena dibalkon tidak ada kursi.
"Istri Daffin kenapa kaya anak kecil?" Daffin tertawa kecil."Yaudah, yuk makan. Kalo nggak mau jangan salahin suaminya yang nggak peka." lanjut Daffin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor [End]✔
Ficção Adolescente"Deg-degan?" tutur Daffin tiba-tiba. Abisha hanya bisa mengerutkan dahi. Binggung, sedari tadi dokter tersebut selalu nyerocos. "Kedengaran loh suara jantung kamu sampe sini. Kamu tau, kalo seseorang merasa deg-degan itu, mungkin saat itu ia lagi k...