#29 Sedikit lagi!

124 11 0
                                    

Abisha saat ini sedang tidur dengan tidak nyaman. Hadap kekanan, kekiri, sungguh terasa tidak ada posisi yang nyaman untuknya. Belum lagi tangan Daffin yang berada diatas tubuhnya, membuat Abisha risih. Entah sudah berapa kali Abisha menjauhkan tangan, Daffin. Namun, hasilnya tetap sama. Tangan itu akan tetap kembali keatas tubuhnya. Abisha sedikit mengeluh, mendengar suara dengkuran, Daffin. Itu membuatnya terasa berat pikiran. Ia ingin tidur sekarang, tapi tidak bisa. Abisha mengambil bantal dan menutup wajahnya. Siapa tau dengan begitu ia bisa tertidur. Namun, tetap saja tidak bisa. Masih terdengar suara denguran . Merasa geram, Abisha melempar bantal kesampingnya. Ia sedikit terkejut karena bantal itu terkena, Daffin.

"Yaallah," sontak Abisha bangkit dan mengambil bantal dari wajah Daffin yang tertimpa bantal. Untung Daffin tidak bangun olehnya.

Abisha bernapas lega melihat suaminya yang masih tertidur pulas. Ia tau suaminya pasti kecapean sampe tidur berdengkur. 

"YaAllah ...  maafin, Abisha. Abisha nggak sengaja yaAllah. Aamiin ...."

Abisha melihat kearah Daffin sebentar. Lalu memutuskan untuk tidur disofa panjang. Mungkin, dengan begitu ia bisa tidur, pikirnya. Abisha beranjak dan berjalan menuju sofa. Tidak lupa tangannya memeluk bantalnya.

Abisha melirik jam diding yang sudah menunjukan pukul 10. Abisha membaringkan tubuhnya disana. 10 menit berada disana, rasa kantuknya juga belum kunjung datang. Ia memaksakan matanya untuk tertidur. Sampai pukul 11 malam, ia baru mulai terlelap.

Daffin mengerjap-ngerjapkan matanya. Tangannya manatap istrinya. Kosong? Daffin langsung menoleh. Tidak ada istrinya disana. Ia bangkit dan mengucek matanya.

"Abisha kemana?" batinnya.

Daffin menghidupkan lampu kamar karena ketika tidur ia hanya memasang lampu tidur. Ia langsung melihat keberadaan istrinya disofa panjang. Kenapa Abisha bisa tidur disana? Pikirnya. Ia melirik jam yang sudah menunjukan pukul 4 pagi.

Daffin bangkit dan langsung menghampiri istinya yang tidur terlentang. Selimutnya juga tipis. Daffin berjongkok, menatap wajah, Abisha. Ia tersenyum! Tangannya mulai meraba wajah, Abisha. Daffin berniat menjahili, Abisha. Tanggannya mencubit hidung Abisha dengan gemas.

"Engh ...," Abisha menepis tangan Daffin dari hidungnya. Sedangkan Daffin hanya terkekeh.

"Enak banget sih tidurnya?" gumam Daffin.

"Abisha ...," panggil Daffin sambil menepuk pelan pipi, Abisha.

Abisha hanya bergumam dan mengubah posisinya menghadap kearah, Daffin. Kini tangannya sudah ia jadikan bantal.

Lagi-lagi Daffin hanya bisa terkekeh. Ia memandang lekat wajah istrinya. Ia mengusap pelan pipi, Abisha.

"I love you ...!" bisik Daffin didekat telinga, Abisha.

Ia kembali memandang Abisha." Abisha,  bangun, Abisha. Hampir subuh." ucap Daffin lembut.  Daffin mengusap pelan pipi Abisha.

"Bunda ... udah azan, ya?" ucap Abisha dengan suara perau. Matanya masih tertutup rapat.

Daffin mengernyitkan dahi," Belum," jawab Daffin. Mungkin ia lupa bahwa ini dirumah suaminya.

"Ata bangunnya tunggu azan ya, bun." Balas Abihsa sambil mengubah posisinya terlentang.

Daffin merasa gemas sendiri." Iya, bunda cium kamu, ya." Ucap Daffin terkekeh.

"Iya,"

Daffin tersenyum penuh kemenangan. Ia duduk disofa. Daffin mulai mendekatkan wajahnya kewajah Abisha." 2 kali, ya?"

Abisha tidak menjawab. Mungkin ia udah tertidur lagi. Daffin memandangi wajah Abisha sebentar. Tanggannya sudah menangkup pipi, Abisha. Ia mulai mengecup pipi Abisha kiri dan kanan. Ia tersenyum sambil memandangi wajah istrinya. Entah kenapa pandangannya tertuju pada bibir istrinya. Kenapa rasanya ingin! Ia belum pernah merasakan bagian itu. Daffin menelan salivanya. Pelan-pelan ia mulai mendekatkan wajahnya kembali. Iya ragu melakukannya, takut nanti Abisha marah. Walaupun mereka sudah sah. Tapi...?

The Doctor [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang