Hari ini, sepulang dari PkL, Abisha disuruh pergi kerumah sakit untuk mengambilkan ibunya obat. Abisha PKL (Praktik Kerja Lapangan) disuatu Desa tempat tinggal neneknya. Abisha memilih untuk PKL disana karena binggung mau mencari tempat dimana lagi. Mumpung hari ini ia dan temannya ditugaskan untuk pergi mengantar surat yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit, jadi ibunya menyuruh Abisha untuk sekalian mengambilkan obat.
Abisha dan Fitri baru saja keluar dari tempat dimana ia ditugaskan untuk mengambil Surat. Mereka langsung menuju sepeda motor mereka, memasang helm dan sweater.
"Kita ke rumah sakit dulu ya, fit!" tutur Abisha sambil memasang helmnya.
"Kamu mau ngapain kesana? Kamu lagi sakit?"
"Nggak. Aku cuman mau ambil obat bunda aja. Mumpung lagi disini."
"Owh..., yaudah." balasnya sembari menaiki sepeda motor. Abisha ikut naik dan tidak lama motor pun bergerak.
Mereka langsung menuju rumah sakit yang jaraknya kurang lebih 300 meter.Tidak sampai 10 menit, kini mereka sudah berada dirumah sakit. Abisha turun dan diikuti, Fitri. Abisha membuka helm dan berjalan kederetan motor yang terparkir untuk merapikan hijab dan masker yang ia pakai.
"Kakak aku udah pulang belum ya dari sini?" ucap Fitri lirih ketika berada dibelakang, Abisha.
"Emang kakak kamu lagi disini, ya?" tanya Abisha.
"Iya! Katanya hari ini mau vaksin gitu, disini."
"Owh...! Kamu mau ikut masuk, nggak?"
"Aku nunggu disini aja deh, ya,"
"Yaudah, aku masuk dulu."
Abisha langsung melangkahkan kakinya menuju rumah sakit. Sampai didepan, ada seorang polisi. Disana, Abisha ditanya apakah ada keluhan, pilek, batuk dan sebagainya. Maklumlah, musim pandemi seperti ini. Abisha hanya mengeleng dan mengatakan tidak ada. Setelah itu, ia langsung mencuci tangan sebelum masuk kedalam rumah sakit.
Abisha masuk menuju tempat dimana biasanya untuk daftar. Biasanya mengambil nomer antrian terlebih dahulu. Tapi karena sepi, Abisha langsung memberikan kartu untuk mengambil obat.
"Ada apa, dek?"
"Mau ambil obat," jawab Abisha sambil menyodorkan kartu berwarna hijau. petugas langsung mengambil kartu tersebut.
"Tunggu, ya!" suruh petugas lalu masuk kedalam ruangan untuk mengambil berkas catatan kesehatan ibu, Abisha.
"Bayar disini ya, dek ...!" ucap salah satu temannya.
Abisha tersenyum, lalu membayar seperti biasanya. Setelah bayar, Abisha disuruh menunggu dikursi yang ada disamping. Didepan ruangan yang nantinya akan Abisha masuki. Abisha mengeluarkan ponselnya. Sesekali Abisha melihat kesekitar. Batinnya terus bertanya, tumben sepi? Biasanya akan banyak dokter yang berlalu lalang.
Sekitar 5 menit menunggu, akhirnya nama ibu Abisha dipanggil juga.
"Ibu Dewi ...." panggil seseorang dari ruangan tersebut. Dia memanggil sekitar 2 kali. Namun, Abisha tidak mendengar terlalu jelas saat panggilan pertama.
Abisha bangkit dan dilihatnya seseorang memantau dibalik pintu. Abisha binggung ketika hendak melangkah kesana. Ragu! Apakah benar dia dokternya? Karena biasa ketika dia mengambilkan ibunya obat, yang bertugas disana seorang wanita, dan sekarang laki-laki. Apa dia dokter baru?
Kini Abisha sudah berada diambang pintu. Abisha melangkah masuk kedalam sedikit ragu-ragu. Abisha lihat, dokter tersebut tersenyum ramah. Abisha membalas senyuman tersebut. Hatinya masih binggung dan merasa tidak yakin. Apakah benar dia? Selalu itu yang ada dalam pikirannya.
"Masih muda. Kamu ini sembarangan ngatain orang ibu." ucap Dokter yang ada disampingnya sedikit terkekeh. Dokter tersebut seperti seumuran dengan ayah, Abisha. Dia berlalu dan pergi kebelakang didekat ranjang. Dia terduduk di kursi dan kembali menulis sesuatu dibuku.
Abisha hanya tersenyum canggung dibalik masker.
"Silahkan duduk!" ucap Dokter tersebut kepada, Abisha.
Abisha duduk. Jarak mereka begitu dekat. Hanya setengah meter saja. Abisha menatap dokter tersebut, terihat masih muda. Seketika pandangan mereka bertemu beberapa detik. Sontak Abisha menunduk malu. Jujur Abisha tidak pernah menatap orang selekat itu sebelumnya. Abisha hanya masih binggung dan belum percaya bahwa dialah dokternya. Apalagi dokternya terlihat muda.
"Anak ibu Dewi, ya?" tanya dokter yang berada dibelakang dekat ranjang. Matanya masih fokus kearah buku, dengan tangan yang sibuk menulis.
"Iya, pak!" jawab Abisha.
"Calon ibu mertua," timpal dokter yang ada didekat, Abisha. Mereka berdua sama-sama terkekeh. Sedangkan, Abisha? Entahlah dia masih sibuk memikirkan dokter yang ada didekatnya itu. Dia benar-benar tidak yakin bahwa itu adalah dokter yang memeriksa ibunya biasa. Mungkin saja, sih! Karena Abisha juga sudah lama tidak mengambilkan ibunya obat karena adanya kegiatan PKL dari sekolah.
"SMA atau SMK, dek?" Lagi-lagi dokter yang ada dibelakang bertanya. Mungkin karena dokter tersebut melihat Abisha menggunakan seragam putih abu-abu.
"SMK, pak," jawab Abisha.
"Kelas berapa?"kini dia yang bertanya. Sedangkan dokter yang dibelakang hanya tersenyum mendengarnya.
"12," jawab Abisha singkat.
"Berarti PKL, dong?" tanyanya sambil bangkit dan mengambil sesuatu dimeja dokter yang dibelakang.
"Iya,"
"Dimana?" tanyanya lagi ketika ingin hendak duduk ditempat semula.
Kenapa dia banyak tanya?
"Kantor Desa...," ingin melanjutkan nama kantor tersebut. Namun, tidak penting pikir Abisha.
Abisha lihat, dia tersenyum sebelum menulis disebuah buku. Abisha sesekali melihat kebelakang, karena merasa sedikit canggung berdekatan dengan dokter tersebut.
"Apa ibumu ada keluhan?" tanyanya.
"Tidak ada, pak," jawab Abisha.
"Saya masih muda," terangnya sedikit terkekeh.
Abisha juga tau itu. Tapi yang namanya dokter, bukankah dipanggil, Bapak? Mana mungkin kalo dia panggil dokter itu kakak, abang, mas. Ya ampun, berasa aneh sendiri bayanginnya.
Abisha hanya terdiam, tertunduk, dalam hati ia ingin melihat lebih jelas dokter tersebut. Namun, baru saja mangalihkan pandangan, dokter tersebut sudah lebih dahulu melihat kearah, Abisha.
Abisha jadi merasa malu sendiri.
Abisha memutuskan melihatnya menulis saja. Membaca apa yang ia tulis. Walau tidak terlalu jelas. It's ok.
Abisha menatap fokus kerah buku. Namun, tiba-tiba ada yang menganjal dipikirannya...?
"Kenapa aku ngerasa dia memperhatikanku?" batin Abisha.
Namun, Abisha bersikap cuek dan acuh. Karena menurutnya tidak penting. Matanya masih fokus membaca isi buku tersebut. Tiba-tiba suara dokter tersebut mengagetkannya.
"Kamu mau menulis?" tanyanya. Abisha langsung menatap dokter tersebut.
Abisha mengeleng dan tersenyum canggung. Ternyata benar, dokter tere3ebut memperhatikan, Abisha. Mungkin karrna dia binggung atau gimana! Rasanya Abisha malu sekali.
"Fin, kemari sebentar!" suruh dokter yang ada dibelakang. Dia bangkit dan kembali dengan membawa sesuatu. Lalu mencatat sedikit.
Dia menyodorkan kertas berukuran 4×8 cm sekitar 2 lembar.
"Ini ... saya harap nanti kita bisa bertemu lagi. Sering-sering datang kesini!" ucapnya sambil menyodorkan kertas tersebut kepada, Abisha.
"Terima kasih! Saya permisi." pamit Abisha lalu meningalkan ruangan tersebut.
Abisha langsung pergi keluar dan menuju tempat pengambilan obat. Abisha memberikan resep tersebut kepada salah satu dokter dan menunggu sebentar. Tidak lama namanya kembali dipanggil untuk pengambilan obat. Lalu ia bergegas keluar dan langsung pulang kerumah.
TBC....!
Tinggalkan jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor [End]✔
Teen Fiction"Deg-degan?" tutur Daffin tiba-tiba. Abisha hanya bisa mengerutkan dahi. Binggung, sedari tadi dokter tersebut selalu nyerocos. "Kedengaran loh suara jantung kamu sampe sini. Kamu tau, kalo seseorang merasa deg-degan itu, mungkin saat itu ia lagi k...