"Azka," panggil wulan
Kini mereka sedang berada dikamar, Azka. Wulan berjalan menghampiri Azka yang sedang memainkan hp diatas kasurnya dengan posisi menyandar. Jam menunjukan sekitar pukul setengah 9 malam.
"Kakak," ucap Azka lirih lalu menghentikan Aktivitasnya.
Wulan duduk dikursi yang ada dikamar, Azka. Matanya menelusuri setiap seluk beluk kamar, Azka. Ya, Wulan bisa dikatakan sangat jarang dan bahkan baru beberapa kali masuk kamar adiknya. Itu kenapa ia merasa sedikit asing.
"Ada apa, kak?"
Wulan menghembuskan napas. Tujuannya kesini hanya ingin menanyakan tentang Abisha yang sudah menikah. Apakah adiknya sudah tau atau belum?
"Kamu tau kabar Abisha sekarang?"
Azka mengernyitkan dahi. Dia memang sudah lama tidak bertemu, Abisha. Terakhir setelah acara kelulusan. Tapi kemarin Azka sempat mengchet Abisha untuk menayakan kabar dan tentang daftar kuliah, dan Abisha bilang dia baik-baik saja.
"kemarin katanya dia baik. Emang kenapa kakak nanya kaya gitu? Kangen?"
Wulan tersenyum kecut. Hatinya kembali sakit."Kamu datang kepernikahan, Abisha?"
Tentu saja Azka kaget. Bagaimana mungkin? Hatinya masih belum percaya. Namun, jantungnya sudah berdetak begitu kencang.
"Abisha nikah? Nggak mungkin, kak! Abisha bilang sama Azka dia mau kuliah diluar kota. Kalo nikah rasanya nggak mungkin." Sanggah Azka.
"Awalnya kakak juga nggak percaya. Tapi, itulah kenyataanya. Kakak kesini tadi cuman mau nanya sama kamu. Kenapa kamu tidak memberitahu, kakak? Tapi ternyata kamu juga tidak tau,"
"Kakak salah kali, kak." Ucap Azka lagi.
"Kakak nggak mungkin salah. Abisha sendiri yang bilang sama kakak kemarin."
Azka sudah tidak habis pikir. Badannya terasa lemas seketika. Wulan tau adiknya menyukai, Abisha. Itu kenapa Wulan memberanikan diri memberi tahu Azka, supaya ia tidak berharap lebih kepada istri orang.
"Kapan?"
"Katanya sekitar seminggu yang lalu. Sekarang dia juga sudah tinggal dirumah suaminya. Dokter Daffin. Kamu ingatkan yang temen, kakak?"
Ingatan Azka langsung menginggat perkataan pasya hari itu. Azka hanya diam. Tidak terima rasanya. Tapi, Azka juga tidak bisa memaksakan kehendaknya.
"Kakak tau kamu menyukai, Abisha. Tapi kamu harus ikhlas, mungkin Abisha bukan jodoh yang allah kirimkan untuk kamu."
"Apa sih, kak. Kita cuman temenan." Balasnya memaksakan untuk tersenyum.
"Kakak tau, ka. Setiap kakak lewat dikamar kamu, kakak liat kamu selalu memandangi foto seorang wanita. Waktu itu Kakak begitu penasaran, dan akhirnya kakak mengambil foto itu yang kamu simpan dilemari. Kakak sedikit kaget kalau foto itu foto, Abisha. Kamu juga sering menanyakan kabarnya'kan? Dan untuk yang terakhir kamu menanyakan kabar, mungkin saja itu suaminya yang balas. Jadi, sekarang jangan menghubunginya lagi. Kecuali ada kepentingan. Sekarang ia sudah punya suami. Kamu lupakan, Abisha. Kakak kekamar." Pamit Wulan. Ia beranjak dari duduknya dan langsung menuju kamarnya. Jujur ia tidak bisa menahan sedihnya lagi.
Azka masih terdiam. Matanya sudah memerah. Sakit, dadanya terasa sesak. Wanita yang selama ini ia doakan, berharap untuk jadi makmumnya. Namun hari ini hancur.
"Abisha, secepat itu kamu menikah? Kenapa tidak memberiku waktu untuk membuktikan bahwa aku ini mencintaimu. Dari kelas 10 sampai sekarang. Kamu tau, begitu banyak waktu hanya untuk memendam rasa itu. Dan menurutku itu belum cukup. Aku hanya ingin sukses dulu baru melamarmu. Namun, itu terlambat. Kamu sudah mencintai orang lain. Yaallah, maafkan hambamu ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor [End]✔
Novela Juvenil"Deg-degan?" tutur Daffin tiba-tiba. Abisha hanya bisa mengerutkan dahi. Binggung, sedari tadi dokter tersebut selalu nyerocos. "Kedengaran loh suara jantung kamu sampe sini. Kamu tau, kalo seseorang merasa deg-degan itu, mungkin saat itu ia lagi k...