Kamis, 4 November 2021
Masih diposisi sama, nenek Daffin masih berada ditaman yang ada didepan rumahnya. Menikmati angin sore sambil membaca koran. Sesekali ia meminum air yang ada diatas meja. Jam masih menunjukan sekitar pukul 5 sore. Terlihat seorang wanita datang menghampirinya. Dokter Wulan. Dia adalah teman, Daffin. Dokter yang katanya menyukai, Daffin.
"Assallamuallaikum, nek!" Salamnya lalu menyalimi nenek, Daffin.
"Waallaikumussallam, duduk dulu." Suruh nenek.
Wulan langsung duduk, tidak lupa menampilkan senyum tulus untuk nenek.
"Kamu cari, Daffin?"
Wulan mengeleng " Nggak, saya kesini mau ketemu, nenek! Kangen."
Bukan hanya ingin bertemu nenek, sebenarnya ia juga ingin bertemu, Daffin. Wulan sudah beberapa kali main kerumah, Daffin. Waktu pertama yaitu waktu acara Syukuran ultah, Daffin. Dan itupun bersama teman kerjanya. Selebihnya, Wulan main sendiri dengan alasan ingin bertemu, neneknya.
Walaupun kemungkinan besar begitu. Tapi pasti akan ada yang mengira bahwa ia ingin mendekati, Daffin.
"Kirain, lagi pun Daffin'nya lagi nggak ada. Dia lagi keluar."
Hati Wulan bertanya-tanya, kemana Daffin pergi? Bukankah ia pulang awal tadi? Apa ada urusan? Tapi apa?
"Emang Daffin kemana, nek?" Tanyanya ragu-ragu.
Nenek sedikit tersenyum. Sebenarnya dirinya tau, bahwa wanita itu menyukai cucunya. Namun, ia malu untuk mengunggkapkannya. Mungkin karena dia seorang perempuan. Dan dilihat dari penampilan, ia terlihat sederhana, cantik, tertutup, pasti banyak yang mengingikannya pikir, nenek.
"Tadi katanya ada orang yang nyuruh datang kerumahnya, karena anaknya lagi sakit."
Lega, tadi Wulan sudah berpikiran yang tidak-tidak. Apalagi dengan sikap Daffin kepadanya yang sedikit berbeda, seperti menjauh dan menghindar. Kadang, Wulan berpikir, apakah Daffin sudah mempunyai kekasih atau Daffin tau kalau selama ini Wulan mengharapkannya? Tapi, selama ini Wulan tidak pernah cerita tentang perasaanya kepada siapapun.
"Owh ...."
"Kamu baru pulang dari rumah sakit?"
"Iya, nek. Terus tadi saya nggak sengaja lewat dan liat nenek didepan. Jadi, sekalian mampir,"
"Kalau boleh tau, kamu sudah punya pasangan, menikah atau tunangan?"
"Belum, nek, saya masih lajang!"
"Sudah punya pikiran buat menikah?"
"Kalo pikiran buat nikah mungkin ada ya, nek. Cuman calonnya aja belum ada. Jadi ya gitu deh, nek."
"Nggak papa! Mungkin belum saatnya. Kenapa kamu tidak bersama Daffin saja?"
Wulan sedikit terkejut. Tiba-tiba jantungnya berdetak begitu kencang. Jujur ia juga berharap begitu. Tapi, terlalu banyak tapi didalam pikirannya.
Sedangkan Nenek hanya tersenyum melihat tanggapan, Wulan!
***
"Daffin," panggil nenek.
Daffin yang duduk dikasurnya monoleh. Ia meletakkan ponsel dimeja yang ada disamping tempat tidurnya.
"Nenek," sahutnya
Neneknya duduk dikursi yang ada dikamar, Daffin. Dengan cepat Daffin menghampirinya. Binggung, tidak biasanya neneknya pergi kekamarnya malam-malam begini. Apalagi sekarang sudah jam 9 malam. Kenapa neneknya belum tidur, pikirnya!
"Nenek belum tidur?" Tanya Daffin lalu duduk disebelah neneknya.
"Belum, makanya nenek kesini." Jawabnya" Kamu lagi ngapain tadi? Kok nenek lihat kayanya sibuk banget." Tambah nenek.
"Nggak ngapa-ngapain, kok, nek! Daffin cuman nonton doang dihp."
"Owh...!"
"Tadi sore Wulan kesini." Ucap neneknya tiba-tiba.
Daffin menatap neneknya sedikit terkejut. "Ngapain,"
"Main aja."
Daffin hanya ber ooo ria. Daffin merasa lega, setidaknya dia datang tidak ada maksud tertentu.
"Nenek suka sama, Wulan. Anaknya baik, sederhana, perhatian, cantik lagi."
Daffin sudah mengira kemana arah pembicaraan neneknya. Daffin memilih diam, mendengarkan dan akan menjawab seadanya nanti.
"Apa kamu tidak punya perasaan sama dia?"
Daffin sudah mengira bahwa itulah yang akan neneknya tanyakan. Daffin memandang neneknya. Daffin harus menjawab dengan jujur bahwa dia dan Wulan hanya teman.
"Daffin cuman anggap Wulan sebagai teman kerja aja, nek! Nggak lebih!"
"Kenapa? Menurut nenek dia gadis yang baik untuk kamu. Kalian masih sama-sama sendiri. Jadi apa salahnya mencoba untuk lebih dekat lagi."
"Dan nenek liat, Wulan juga menyukai kamu." Lanjutnya.
"Nek, tapi Daffin udah punya pilihan sendiri. Nenek ngerti, ya! Lagi pula temen Daffin, Fahri, dia menyukai Wulan dan berniat ingin melamar, Wulan."
"Kamu nggak bohongkan?"
"Daffin serius!"
"Iya, nenek'kan cuman saranin, kalo kamu nggak mau itu hak kamu, nenek juga nggak bisa maksa."
"Nenek, jangan marah, ya!"
"Iya! Oya, Tadi kamu bilang kamu punya pilihan sendiri? Sekarang kamu sudah punya calon?"
"Dapat orangnya sih udah, nek. Tapi, hatinya belum!"
Neneknya tertawa" Cinta juga butuh perjuangan. Kalo serius , perjuangin. Berusaha untuk meluluhkan hatinya."
"Tapi dia masih sekolah, nek."
"Sekolah?" Tanyanya keheranan.
"Iya, masih kelas 12. Menurut nenek gimana?"
"Itu sih tidak masalah. Tapi, kok bisa? Emang kenal dimana?"
"Dulu Daffin pertama ketemu di rumah sakit. Terus ketemu lagi diAtm pas Daffin mau ambil uang. Kalo kenalnya pas Kegiatan Vaksin disekolahnya."
"Apa dia mau sama kamu?"
Daffin sedikit melotot. Ucapan neneknya seperti orang yang meragukan, Daffin. Daffin tampan, sudah bekerja, punya rumah sendiri. Jadi siapa yang mau menolak, Daffin. Tapi, Gadis itu sedikit berbeda, dan itu mungkin saja terjadi.
"Doa'in Daffin aja ya, nek. Menurut Daffin, susah banget buat deketin dia. Dichet juga nggak dibales. Diomongin juga jawabnya cuman sepatah dua patah. Dia orangnya pemalu, cuek lagi. Tapi Daffin suka. Itu artinya dia gadis yang pandai menjaga diri."
Neneknya tersenyum"Kapan-kapan ajak main kesini. Nenekkan juga mau kenalan. Cantik nggak orangnya?"
"In shaa allah, cantik, nek. Kaya nenek."
"Kenapa nggak langsung lamar aja?"
"Dia masih sekolah, nek."
"Kenapa? Bukannya sekarang banyak yang nikah muda dan masih bisa sekolah. Nenek sering tuh nonton kaya gitu ditv."
"Itukan sinetron, nek. Mana ada dikehidupan nyata. Lagian nanti malah ribet lagi. Nanti nggak sempet dia ngurus, Daffin."
"Kamu ini, biasanya juga ngurus diri sendiri."
"Tapikan kalo punya istri, nanti istri yang urusin. Kaya kakek sama nenek dulu."
"Maunya!"
Mereka sama-sama tertawa. Daffin begitu menyayangi neneknya. Daffin memeluk neneknya. Hanya neneknya yang ia punya sekarang. Orang tua kedua bagi, Daffin.
Happy Reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor [End]✔
Fiksi Remaja"Deg-degan?" tutur Daffin tiba-tiba. Abisha hanya bisa mengerutkan dahi. Binggung, sedari tadi dokter tersebut selalu nyerocos. "Kedengaran loh suara jantung kamu sampe sini. Kamu tau, kalo seseorang merasa deg-degan itu, mungkin saat itu ia lagi k...