#32 tekat Danil

122 9 0
                                    

Trekk...
Pintu kamar terbuka, Abisha masuk kedalam kamar. Disana sudah terlihat Daffin duduk diranjang sambil memainkan hp. Daffin memang pamit kekamar duluan, sedangkan Abisha menemani nenek menonton tv diruang tamu.

Daffin menyimpan hpnya diatas meja yang ada disamping tempat tidur ketika melihat Abisha datang. Tidak lupa, ia menampilkan senyum semanis mungkin. Abisha yang melihatnya merasa aneh! Bukannya apa, Senyumnya tampak  berbeda. Abisha pergi kesofa yang ada disana dan langsung membuka hpnya.

Daffin menarik napas panjang, lalu membuangnya dengan sedikit keluhan" Dicuekin, nih?"

Daffin berjalan menghampiri, Abisha. Sedangkan Abisha hanya tersenyum melihat, Daffin.

Daffin tiba-tiba merasa curiga melihat senyum, Abisha. Takut Abisha macam-macam. Masalahnya ia sedang memainkan hp dan bisa saja ia sedang Chet bersama pria lain.

"Sini Hp kamu," pinta Daffin tiba-tiba. Tangannya sudah siap mengapung diudara dan menunggu Abisha memberikan Hpnya.

"Kenapa? Abisha mau pake bentar."

"Sini,"

Abisha memberikan hpnya kepada Daffin sedikit kesal. Baru saja ia membuka hpnya dan sekarang sudah Daffin sita. Daffin langsung mengecek hp, Abisha. Semua medsosnya. Takut, ia berkomunikasi dengan pria lain.

Abisha yang sadar merasa heran. Suaminya itu memang cemburuan sekali."Nggak ada chet macem-macem, kok." terang Abisha.

Daffin menatap Abisha sebentar dengan tatapan datar, membuat Abisha merasa ngeri. Daffin menyimpan hp Abisha dimeja depannya, dengan cepat Abisha ingin mengambil Hp namun Daffin cegah.

"Kenapa? Abisha cuman mau pinjem bentar."

"Wudhu sana, kita salat." titah Daffin.

Salat? Perasaan Abisha sudah salat. Abisha hanya diam. Kalau mau salat sunah biasanya mereka akan melaksanakan sebelum tidur. Sekarang masih pukul 8 malam, Abisha belum ngantuk. Biasanya Abisha akan tidur pukul 9.

"Kok, diem? Yaudah, aku aja duluan. Kamu siapin sajadahnya."

Daffin beranjak dan menuju toilet. Abisha hanya okok saja. Menurut apa kata suaminya. Disuruh tidur, ya tidur. Abisha bangkit dan menyiapkan sajadah untuk dirinya dan Daffin salat. Setelah selesai, Abisha menuju toilet dan menunggu Daffin didepan toilet. Daffin keluar dengan rambut yang sudah basah oleh air wudhu.

"Jangan lama-lama wudhunya." ucap Daffin ketika melewati, Abisha.

Abisha hanya bergumam lalu masuk ketoilet dan berwudhu. Setelah selesai, Abisha langsung menghampiri Daffin yang sudah siap. Abisha memasang Mukenanya setelah selesai mereka langsung melaksanakan salat sunah. Daffin sudah memberi tahu kepada Abisha salat yang mereka lakukan. Sungguh, membuat Abisha menjadi tidak tenang karena diakhir kata Daffin menginginkan sesuatu. Salatnya juga tidak khusu. Setelah selesai, seperti biasa Abisha akan mencium tangan Daffin dan Daffin mencium kening, Abisha.

Setelah selesai, Abisha merapikan kembali sajadah dan mukena. Abisha berjalan kearah lemari untuk menyimpan itu. Daffin sudah duduk diranjang menunggu, Abisha.

Abisha menyimpan itu agak lambat. Ia kepikiran akan ucapan Daffin sebelum salat. Daffin yang  melihat Abisha diam menghampirinya dan langsung memeluk Abisha dari belakang.

Abisha kaget, jantung berpacu lebih cepat, ia diam, lalu menutup lemari.

Abisha menelan salivanya agak susah, ia mencoba melepas tangan Daffin yang memeluk tubuhnya.

"Kak,"

"Kita mulai sekarang?"

Jantung Abisha rasanya ingin keluar saja. Dia hanya diam, manahan rasa gugupnya.
Daffin melepas pelukannya dan memutar badan Abisha menghadap kearahnya. Abisha hanya menunduk.

"Kamu tidak mau?"

"Abisha takut!"

"Kamu tenang saja, rasanya tidak akan sesakit waktu pertama kita melakukannya."

Daffin menangkup kedua pipi, Abisha. Ia mulai mendekatkan wajahnya. Abisha sudah tidak bisa bernapas lagi. Matanya bertemu, dengan mata Daffin. Abisha hanya bisa memejamkan matanya.

Daffin tersenyum dan mulai mengecup singkat dahi, Abisha. Abisha menatap Daffin yang tersenyum kearahnya.

Tampa Aba-aba, Daffin langsung mempompong tubuh Abisha menuju ranjang. Awalnya Abisha sedikit kaget, namun ia memilih untuk mengikuti, Daffin.
Daffin membaringkan Abisha diatas ranjang. Tubuhnya sudah menindih tubuh, Abisha. Ia menatap Abisha dengan senyum mautnya. Membuat pipi Abisha menjadi merah merona.

"Tenang, ini tidak akan sakit." jelas Daffin.

"Abisha takut kaya waktu itu."

Daffin hanya tersenyum, ia mulai menutupi tubuhnya dan Abisha mengunakan selimut.  Ia mematikan lampu yang ada disamping ranjangnya.

***

"Dari mana kamu?" tanya Fahri.

Danil yang baru masuk kekamarnya sedikit terkejut. Danil tau, sekarang sudah larut malam dan mungkin abangnya akan marah. Danil melangkah masuk kedalam tampa menghiraukan perkataan, Fahri. Ia mulai membuka lemari untuk mengambil baju ganti.

"Danil, abang nggak suka ya kamu kaya gini. Bunda tadi nungguin kamu. Bunda khawatir karna kamu nggak kasih kabar." kini Fahri sudah berada didekat Danil yang berada didekat lemari.

"Aku cuman main doang kerumah temen." balas Danil."Mendingan Abang keluar dari kamar aku, aku mau istirahat." suruhnya lalu berniat ingin ketoilet menganti baju.

"Jangan bodoh hanya karna cinta."

Danil menghentikan langkahnya. Entah apa maksud Fahri berbicara seperti itu. Danil menoleh kearah Fahri dengan tatapan binggung sekaligus meminta penjelasan. Iya merasa tersindir akan ucapan abangnya.

"Maksud abang apa?"

"Kamu tau maksud abang apa! Jangan menghancurkan kebahagian orang lain. Setiap orang punya bahagianya sendiri. Mungkin sekarang kamu belum merasakan bahagia itu. Tapi nanti. Sakit itu awal dari rasa bahagia. Jadi, ikhlaskan dia."

"Maksud abang apa? Abang nyindir aku? Jangan-jangan temen abang itu ngadu sama abang?" tanyanya sedikit emosi.

"Abisha sudah menikah sama, Daffin. Jadi, kamu jangan coba-coba buat deketin dia."

"Tapi Aku cinta sama Abisha dan temen abang itu udah rebut dia dari aku. Seharusnya abang belain aku, adik abang." ujarnya mulai emosi.

"Abang tidak akan membela kesalahan. Kamu ini sudah cukup dewasa, harusnya kamu sudah tau membedakan mana yang benar dan salah. Masih banyak wanita diluar sana. Jadi, jangan ganggu hubungan Daffin dan Abisha. Mereka sudah bahagia."

"Kita liat aja nanti. Aku yang akan menghancurkan kebahagian itu."

"Istighfar, dan. Abisha itu istri orang." Fahri sudah tidak habis pikir  jalan pikiran adiknya itu.

Danil tersenyum miring,"Dan Danil akan buat Abisha jadi istri, Danil."

"Danil,"

"Mendingan abang keluar."

Danil langsung mendorong tubuh Fahri keluar kamarnya. Danil begitu menyukai Abisha. Bahkan sebelum Abisha mengenalnya. Sebenarnya Danil sudah lama  mengenal, Abisha. Danil sering melihat Abisha pergi kerumah neneknya yang tidak jauh dari rumah, Danil.

Apalagi setelah mengetahui bahwa Abisha PKL dikantor dekat tempat tinggalnya. Danil semangkin sering pergi kesana hanya untuk melihat Abisha, dengan alasan bermain tenis meja.

"Aku juga berharap perasaan ini hilang. Tapi, sulit. Terlalu butuh banyak waktu untuk melupakannya dan aku tidak siap untuk terluka selama itu." lirih Danil.

Happy reading.

The Doctor [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang