Hari terus berlalu kini Abisha sudah sedikit bisa berjalan walau masih agak pincang. Abisha tidak mengunakan kursi roda lagi. Ia akhir-akhir ini sering mendengar cerita Daffin tentang masa lalunya. Ya, walaupun kadang ceritanya agak aneh. Namun, Abisha mencoba untuk percaya. Kadang nenek juga ikut bercerita. Abisha belum sepenuhnya menginggat, hanya ingatan kata-kata atau ucapan yang selalu berputar dikepalanya. Tapi, ia tidak tau siapa orang yang menjadi lawan bicaranya.
Abisha duduk ditaman depan rumahnya. Ia membuka buku daerynya. Setiap hari ia memandangi foto teman-temannya berharap ingatan itu kembali. Abisha terus membuka halaman, sampai dihalaman terakhir ia melihat sebuah foto dirinya bersama Daffin. Abisha tersenyum, tangannya terus meraba foto itu.
"Apa Abisha akan ingat semuanya lagi. Abisha ingin tau, kenangan-kenangan yang udah Abisha lalui bersama kak Daffin."
Abisha tiba-tiba merasakan kepalanya sakit. Abisha memegangi kepalanya, sesekali ia mengetuknya.
"Kenapa sakit banget, yaAllah." gumam Abisha. Airmata Abisha mulai menentes menahan sakit dikepalanya. Ingatan-ingatan mulai muncul dikepalanya. Kenangan yang dulu ia lalui terekam jelas dipikirannya.
"Sakit," Kali ini Abisha sudah jatuh kebawah. Airmata tak henti-hentinya menentes. Abisha mencoba bangkit, berniat ingin masuk kedalam. Ingatan-ingatan yang muncul membuat Abisha semangkin merasakan pusing. Abisha terus memaksakan dirinya untuk kuat dan tetap berjalan menuju rumahnya. Namun, Abisha merasakan kepalanya terasa ingin meledak. Rasa sakit semangkin memuncak. Abisha jatuh pingsan tidak sadarkan diri.
***
"Daffin, Abisha dimana? Itu kamu bawa makanan untuk siapa?" tanya nenek. Daffin baru saja keluar dari dapur dengan membawa piring yang berisi potongan buah.
"Ini buat Abisha, nek. Abisha'nya lagi ditaman depan."
"Owh, yaudah."
"Daffin kesana dulu, ya, nek."
"Iya,"
Daffin langsung menuju tempat dimana Abisha berada. Baru keluar dari rumah ia melihat Abisha pingsan ditanah.
"Abisha,"gumamnya
Daffin menyimpan piring diatas meja yang ada didepan rumahnya. Ia berlari menghampiri, Abisha.
"Abisha kamu kenapa?"
Tidak membuang waktu, Daffin langsung membawa Abisha menuju kamar. Daffin memeriksa kondisi, Abisha. Setelah selesai ia membiarkan Abisha untuk istirahat.
"Apa dia baik-baik saja?" tanya nenek.
"Dia baik-baik saja, nek. Sepertinya Abisha terlalu banyak pikiran. Daffin hanya takut, itu nanti bisa berpengaruh kepada kandunganya."
"Nenek mengerti kamu khawatir. Tapi kita tidak tau apa yang dirasakan Abisha...,"
Daffin hanya diam lalu melirik Abisha yang masih pingsan ditempat tidur.
"Nenek yakin, dia begitu tersiksa dengan kondisinya sekarang. Kamu harus mengerti."
"Iya, nek! Daffin cuman khawatir. Yaudah, Daffin mau keluar bentar."
"Iya, biar nenek yang jagain Abisha."
Daffin keluar dan langsung menjalankan mobilnya entah mau pergi kemana. Nenek mendekati Abisha dan duduk ditepi ranjang. Nenek mengusap pelan kepala Abisha yang masih ditutupi hijab.
Abisha sedikit membuka matanya karena merasakan sesuatu dikepalanya. Kepalanya masih terasa pusing. Abisha melihat nenek yang duduk disampingnya. Abisha langsung bangkit dengan kepala yang masih terasa berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor [End]✔
Teen Fiction"Deg-degan?" tutur Daffin tiba-tiba. Abisha hanya bisa mengerutkan dahi. Binggung, sedari tadi dokter tersebut selalu nyerocos. "Kedengaran loh suara jantung kamu sampe sini. Kamu tau, kalo seseorang merasa deg-degan itu, mungkin saat itu ia lagi k...