#17 Surat undangan

138 11 0
                                    

Rabu, 17 November 2021

Daffin dan Fahri baru saja keluar dari kantin. Mereka langsung menuju rumah sakit. Ketika masuk kedalam, mereka langsung menuju tempat mereka masing-masing. Daffin masuk keruangannya, tidak ada siapa-siapa disana. Dokter Farhan hari ini ada tugas diluar.

Ketika ingin mengambil buku catatannya, Daffin melihat ada sebuah Surat , lebih tepatnya surat undangan. Daffin mengambil surat tersebut.

" Undangan pernikahan. Hari Sabtu." Gumamnya.

Daffin tiba-tiba tersenyum, entah apa yang ada didalam pikirannya.

" Hem...," terdengar deheman seseorang.

Daffin menoleh kearah pintu. Disana sudah berdiri Fahri dengan tangan yang disilangkan kedada. Tidak lupa dengan salah satu pundak menyandar didinding.

" Mikirin apa senyum-senyum gitu? Saya disini saja kamu sampai tidak sadar."

Fahri berjalan menuju Daffin dan duduk ditempat yang biasa orang periksa.

" Nggak," jawab Daffin. Namun, mulutnya masih sedikit tersenyum.

" Kamu pergi kesana sama siapa nanti?"

" Nggak tau, sendiri mungkin."

" Disitu sama partner undangannya, masa sendiri. Sama saya aja kalo gitu."

" Kamu nggak ajak, Wulan?"

"Wulan, kamu nanti perginya sama siapa?" Tanya Fahri.

Mereka berada diruang, Wulan. Fahri pergi kesana karena ada yang ingin ia ambil.

" Sama Azka adik saya."

Fahri hanya berooo panjang dan sedikit mengangguk. Padahal ia sangat ingin pergi kesana bersama, Wulan.

" Yaudah, saya permisi."

" Kenapa nggak kamu ajak aja dulu? Siapa tau Wulannya mau. Kenapa temanku yang satu ini selalu menyerah sebelum bertindak?" Ucap Daffin keheranan.

" Karena saya yakin, dia pasti menolak. Kalo kamu yang ajak, mungkin ia akan mau."

Daffin menarik napasnya sedikit kesal. Kenapa temannya selalu membawa Daffin kemasalah percintaannya.

" Saya sudah punya pilihan. Jadi, jangan sangkut pautkan saya lagi." Ketus Daffin.

" Maaf, kamu jangan marah sama saya."

" Iya, kaya bocil aja ngambek-ngambekan. Intinya sekarang kita sama-sama berjuang. "

Fahri hanya mengangguk. Bagaimanapun, rasa ingin mundur itu ada. Namun, rasa cinta dan harapan yang membuatnya ingin tetap bertahan.

***

"Guys, capek banget tangan gue." keluh Aurin.

Mereka sekarang berempat sedang mencatat didalam kelas.

"Sama, lagian perasaan nyatat mulu deh kita. Kasih latihan kek sekali-kali. Ini nyatat mulu. Mana gurunya nggak pernah tungguin kita lagi. Makan gaji buta benget tuh guru pokoknya. Udah nggak pernah ngejalasin lagi." gerutu Amanda dengan kesal.

"Ya, mau gimana lagi? Sebagai murid kita juga nggak bisa ngebantah. Yang ada kita rugi." sahut Fitri.

"Eh, guys ... gue wantu itukan test nomornya, Danil. Kok, cuek banget, ya?" tanya Amanda.

"Karena lo jelek, makanya nggak mau dia ngerespon lo." sahut Aurin.

"Sembarangan aja. Seleb gini juga."

The Doctor [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang