BAG 1 "How It All Started"

147 24 7
                                    

Jenny Rodgers memperbaiki posisi ikatan rambutnya sebelum ia meraih ponsel dari kantung jaketnya. Di pojok kanan atas layar ponselnya, terpampang dengan jelas dan nyata "Seoul, 20°C". Tentu saja ia di Seoul saat ini. Memangnya bisa dimana lagi setelah 20 menit lalu mendarat di Incheon International Airport?

Indonesia sudah terasa begitu jauh saat Jenny memperhatikan tulisan-tulisan yang menghiasi seluruh gedung bandara. Tulisan asing, bahasa asing, orang-orang asing. Ia menarik nafas dalam-dalam, bahkan udaranya pun asing. Sekalipun ibunya berasal dari sini, tetap saja bagi gadis itu Indonesia jauh lebih dekat dalam hatinya.

Sulit menggambarkan perasaannya sekarang. Haruskah ia lega, atau sebaliknya, atau perasaan lain diluar pemahamannya? Entahlah. Perasaan aneh ini sudah menghinggapi pikirannya sejak sebulan lalu ayahnya mengakui hal yang benar-benar konyol dan membuatnya mual hingga memutuskan untuk kabur ke negeri ini.

"Guess it's time to say, welcome home, Jenny," gumam Jenny untuk dirinya sendiri. Di telinganya terpasang earbuds dengan alunan musik yang cukup keras. 

Gadis itu sedang bersusah payah menarik kedua koper yang melebihi berat badannya, saat telapak tangan yang cukup besar tiba-tiba menepuk bahunya dengan lembut dan membuat gadis itu berlonjak kaget.

Ia menoleh mengikuti arah si pemilik tangan berada. Seorang pria berperawakan tinggi dengan topi baseball di kepalanya berdiri cukup dekat dengan gadis itu. Wajahnya tidak terlihat jelas karena topi baseball membuatnya tampak gelap. Mulut pria itu bergerak mengatakan sesuatu yang pastinya tidak terdengar oleh Jenny karena earbuds masih menempel di telinganya. Si pria menyodorkan sesuatu dengan tangan kanannya. Jenny segera mengenali benda itu yang ternyata adalah dompet miliknya. Tidak butuh waktu lama, ia membuka earbuds dari salah satu telinga dan segera menerima dompetnya dari tangan pria itu. Seolah menyadari sebelumnya Jenny tidak mendengar perkataannya, pria itu kembali berbicara dalam bahasa Inggris.

"Kasir mini market di dalam meminta tolong kepadaku untuk mengembalikannya padamu, kau meninggalkannya."

"Ah, maaf merepotkan. Terimakasih banyak." Jenny menunduk menunjukkan terimakasihnya.

"Berhati-hatilah!" ujar pria itu dingin, kemudian berbalik untuk pergi. Jenny terdiam memikirkan betapa cerobohnya dia. Baru saja sampai, sudah membuat kesalahan fatal.

Pikirannya melayang pada beberapa tahun lalu, saat seseorang pernah berjanji akan membawanya kembali ke tempat ini untuk bersenang-senang dan menikmati indahnya Seoul. Kalau orang itu masih ada, mungkin saat ini Jenny memang datang ke tempat ini untuk bersenang-senang. Mungkin juga, dirinya sekarang tidak akan terlihat seperti anak sebatang kara yang kehilangan ibunya di Bandara. Oh, right. Dia memang sudah kehilangan ibunya.

Seoul adalah rumah jauh yang selalu Jenny rindukan. Ibunya, Nathalie Kim, berasal dari sini. Nathalie selalu berjanji akan membawanya kembali mengelilingi negeri gingseng ini kalau ia sudah lulus SMA. Tapi siapa sangka, sebelum janji itu digenapi, si pemberi janji malah pergi ke tempat lain yang lebih jauh dan tak akan pernah kembali untuk menepati janjinya. Siapa sangka juga, tempat ini bukannnya menjadi destinasi liburan malah beralih menjadi tempat pelarian bagi Jenny. 

Belum sampai setahun Nathalie meninggal karena sakit, Michael sudah mau menikah lagi. Kalau saja ayahnya itu menikah lima tahun lagi, Jenny mungkin bisa menerimanya. Tapi ini apa? Masih 4 bulan ditinggal mati, sudah mau menikahi sahabat istrinya sendiri? Yang benar saja?

"Kalau papa nikah, aku pergi."

Begitulah respon Jenny saat bulan lalu Michael dengan tanpa merasa bersalah mengajaknya makan malam bersama untuk memperkenalkan Brenda (sahabat ibunya yang selama ini Jenny anggap seperti keluarga sendiri) sebagai pacar yang akan dinikahinya bulan depan. Betapa lucunya. Lebih lucu lagi, meski Jenny merespon dengan kalimat ancaman seperti itu, ayahnya tetap keras kepala. Untuk apa meminta izin dari Jenny segala kalau memang sudah diputuskan sejak awal? Iya, mereka tetap menikah. Lebih tepatnya, harus menikah. Brenda sudah mengandung anak Michael selama dua bulan, mau bagaimana lagi?

Supremacy of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang