Hai guysss. Yanzhen and Jenny are back. Akhirnya setelah sekian lama ngga update, semoga temen2 ngga lupa sama cerita Yanzhen dan Jenny. Honestly, udah lama pengen update. Tapi aku khawatir ngga ada yang baca lagi karna udah kelamaan😅 tapi akhirnya berani aja deh. Kaya dulu pas pertama kali upload cerita ini. 😆
Anyway guys,
Makasih banyak untuk semua dukungan kalian di kolom komentar di post sebelumnya. AKU TERHARUU 🥲🥲. Makasih ya guys, dukungan kalian sangat berarti. Kalau kalian mengalami hal yang mirip atau lagi ada di masa-masa berat. Jangan lupa bangkit ya. Terus lah berjuang demi diri kalian sendiri. Aku sendiri juga masih berjuang. Semangat.
Langsung aja yukk.
...................
Pukul 11.29, Jenny duduk di salah satu waiting chair Rumah Sakit SNU, gitar milik Kyung Seok disandarkan pada dinding di sebelahnya.
Gadis itu baru saja selesai ditangani oleh dokter. Sekarang ia memilih untuk menunggu di sini selagi Yanzhen berurusan dengan administrasi rumah sakit. Sementara Kyung Seok yang terluka karena mencoba untuk menolongnya satu jam lalu, masih ditangani di salah satu ruangan yang tak jauh dari tempatnya menunggu.
"Jenny!" Panggilan dari seseorang membuyarkan lamunannya. Ia menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pemuda dengan alis berkerutnya yang khas sedang berjalan ke arah gadis itu. Di sebelah tangannya terdapat beberapa lembar kertas putih dan dua buah kantung obat dengan label rumah sakit SNU di atasnya.
Ia mengambil tempat duduk di sebelah Jenny dan menyerongkan tubuhnya ke arah gadis itu, layaknya seorang ayah yang bersiap memberi penjelasan pada puteri kecilnya yang sedang kehilangan arah.
"Jae Hyun dan pamanmu sudah di kantor polisi. Kita akan ke sana setelah urusan rumah sakit selesai."
Ah. Jadi dia baru saja mendengar kabar dari kantor polisi. Pantas saja alisnya berkerut.
Jenny mengangguk lemas menanggapi informasi yang baru didengarnya.
"Tapi aku masih menunggu seniorku selesai ditangani lebih dulu.""Aku tahu, kita tunggu sampai selesai."
Jenny mengangguk sekali lagi. Pandangannya kembali berfokus pada jemari yang sibuk meremas satu sama lain di atas pangkuannya. Sesekali ia menghela nafas diikuti kelopak mata yang berkedip berulang kali. Ia sedang gelisah, semua orang bisa melihat itu, termasuk Yanzhen.
Pemuda itu mengunci pandangannya pada Jenny selama beberapa saat, memperhatikan gerak-gerik gadis itu dalam diam.
Kemudian memutuskan untuk meletakkan telapak tangannya di atas jemari yang sibuk saling berpaut milik Jenny, berusaha menyelimuti kekalutan yang menganggu gadis gelisah itu. Yanzhen meremas dengan lembut, mengisyaratkan Jenny untuk menenangkan dirinya.
"Tidak apa-apa," pemuda itu kembali bersuara, alisnya tak lagi berkerut seperti sebelumnya.
Jenny mengangkat wajahnya, memberanikan diri untuk membalas tatapan si pemilik suara yang ternyata menyadari kegelisahannya itu.
Keduanya saling bertukar tatap, mencoba untuk menggali emosi dari masing-masing pemilik mata. Sampai Yanzhen gagal menahan diri untuk tidak mendekatkan diri dan memautkan jemari miliknya pada sela-sela milik gadis itu.
"Jangan takut, tidak ada yang bisa menyakitimu lagi. Kau aman," ucapnya setelah mengunci telapak tangan Jenny dalam genggamannya. Ia mencengkram dengan lembut, memberikan dukungan dalam kehangatan.
"Terima kasih. Maaf, aku selalu merepotkanmu."
Yanzhen menggeleng seraya mengencangkan cengkramannya.
"Aku suka direpotkan, lebih dari yang kau kira."Gadis yang mendengarnya tersenyum simpul. Tidak pernah Jenny mengira, kata-kata seperti itu bisa membuatnya merasa lebih baik.
"Ku pikir kita tidak akan bertemu lagi," tambah gadis itu. Ingatannya kembali pada beberapa jam lalu saat ia hampir kehabisan nafas di tangan Eric.
"Bodoh. Tidak lihat selama ini aku selalu bisa menemukanmu?"
"Benar juga," angguk Jenny setuju. "Bagaimana kau bisa sampai secepat itu? Seingatku, dari apartemen butuh 15 menit lebih untuk sampai ke cafe tadi."
"Siapa yang bilang aku dari apartemen?"
"Memangnya dari mana lagi?"
"Aku masih di kantor saat menghubungimu tadi. Tempat acaramu kan lebih dekat dengan kantor ku di banding dengan apartemen kita. Aku berangkat menjemputmu segera setelah kau mengatakan akan minum sepuasnya dan menutup teleponku dengan sembarangan. Ku beri tahu ya, kau sangat beruntung aku salah membawa kunci. Tadinya aku akan naik mobil karena hari ini lebih dingin dari biasanya, tapi entah karena tidak fokus atau bagaimana, tanganku malah meraih kunci motor dan aku baru menyadarinya setelah sampai di parkiran. Padahal biasanya aku tidak pernah seteledor itu. Karena aku buru-buru dan harus menghentikanmu dari alkohol, jadi ya, ku terobos saja menggunakan motor. Tiba-tiba sinyal darurat darimu datang. Ada untungnya juga aku teledor hari ini," jelas pemuda itu panjang lebar. Berusaha mengalihkan fokus Jenny dari kegelisahannya.
"Heol, serius? Sekebetulan itu? Lalu bagaimana kau bisa tahu dimana acara kami diadakan?" Jenny tampak antusias mendengar penjelasan Yanzhen. Ia hampir tidak percaya niatnya menjahili Yanzhen soal minum sepuasnya justru menyelamatkan hidupnya.
"Instagrammu."
"Instagram?"
Yanzhen mengangguk.
"Kau mengunggah poster acara kalian beberapa hari lalu, kan? Aku tidak sengaja melihatnya."Jenny mengusap wajahnya, ia masih berusaha untuk memproses segala yang terjadi. Memangnya hidupnya sinetron ya sampai bisa seberuntung ini?
"Yanzhen ge."
"Eng?"
"Kepekaanmu kadang membuatku merinding, tahu tidak?"
Yanzhen hanya mengangkat sebelah alisnya.
"Maksudku, setelah diingat-ingat, kau sudah menyelamatkan hidupku beberapa kali. Kau peka pada hal-hal yang aku sendiri bahkan tidak akan sadar sekalipun sudah memutar otak 10 kali. Jujur saja, kau bukan manusia biasa kan? Siapa kau sebenarnya? Peter Parker?"
'Bagaimana bisa kau peka pada semua hal, kecuali perasaanku ^^. Aku bahkan tidak tahu harus kesal atau bahagia sekarang,' tambah Jenny dalam batinnya, seolah itu memang sampai di telinga Yanzhen.
Sadar gadis itu sedang memberikan pujian, Yanzhen mendeham.
"Apa sih? Baru sadar?" balasnya mengalihkan pandangan ke lorong kanan. Berusaha menyembunyikan wajah merahnya dari pandangan gadis yang sudah terlanjur menertawakan tingkah pemuda itu di pikirannya.
Seperti biasa, respon narsistik dari seorang Yanzhen yang sebenarnya sedang tersipu setengah mati. Kamuflase yang bagus walau percuma, karena Jenny (entah sejak kapan), sudah mulai terbiasa dengan sisi Yanzhen yang seperti ini.
Aneh. Jenny tidak pernah tahu hanya dengan berpegangan tangan dan sedikit obrolan biasa bisa mengangkat setengah beban pikirannya. Yang lebih aneh lagi, kemana perginya debaran jantung yang selama ini mengganggunya setiap kali bersentuhan dengan Yanzhen? Padahal sedang berpegangan tangan bermenit-menit lamanya, tapi kenapa malah setenang ini?
Kegelisahan yang sejak tadi mengganggunya, seolah ikut hanyut bersamaan dengan dingin tubuhnya yang hilang ditelan kehangatan genggaman pemuda disebelahnya ini. Ia dibuat tenang sekaligus bersemangat. Ah, bagaimana bisa ia merasa seperti mendapat kekuatan baru hanya dengan berpegangan dan mengobrol beberapa menit saja?
............
Terimakasih sudah membaca.
Jangan lupa vote, comment dan follow yaaa!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Supremacy of Love
ChickLitApa yang kau lakukan jika ayahmu yang baru saja ditinggal mati ibumu empat bulan lalu, memperkenalkan pacar barunya dan mengatakan bahwa mereka akan menikah bulan depan? Kalau Jenny,gadis itu memilih untuk kabur. Terimakasih pada Michael, ayah Jenn...