BAG 2 "Seoul and Y" (2)

68 20 2
                                    

"Aku tidak akan mengatakannya dua kali, aku tidak sebaik itu," lanjut pria itu menyadari Jenny masih menyimpan sedikit keraguan di wajahnya. Jenny berusaha menjernihkan pikirannya, tapi tidak sampai 5 detik ia sudah naik dan duduk di belakang pemuda itu. Okay, untuk sekarang, masa bodoh dengan prinsip 'jangan ikut orang tak di kenal' yang selama ini dianutnya. Ia sedang terancam akan terlambat di hari presentasinya, dan teman-temannya akan terkena imbasnya. Terpaksa harus mengalah, demi menyelamatkan nilai kelompoknya.

Mengenai kecurigaannya apakah pria ini mata-mata dari korea utara atau bukan, itu hanya kemungkinan 50:50, hanya asumsi. Setidaknya karena masih tersisa sedikit kejernihan di otaknya, ia mengeluarkan ponsel dan menekan 112[2] untuk berjaga-jaga kalau pria ini melakukan sesuatu yang mencurigakan.

"Dimana sekolahmu?" tanya pria tersebut sambil menyalakan mesin motornya.

"Sebentar, kau memang boleh menyetir disini kan?" Pertanyaan ini bodoh, tapi penting bagi Jenny.

"Aku punya sim internasional, menurutmu kenapa aku punya motor disini kalau aku tidak bisa menyetir? Dimana sekolahmu?" Pria itu menjawab dengan Bahasa Inggris, mungkin karena beberapa kata yang susah diucapkan dengan Bahasa korea. Tapi entah kenapa kalimat barusan terdengar seolah menyiratkan, 'Berapa IQ-mu?' di telinga Jenny. Jenny cukup kesal mendengarnya. 'Ini orang galak bener, pantes banget buat dicurigai', pikirnya.

"Di Worldcup buk-ro 62-gil, Mapo-gu, Dwight International School." Jenny menjawab, berusaha menahan kekesalannya. Pasalnya otak gadis itu saat ini hanya dipenuhi kata, 'presentasi presentasi, presentasi'.

"Tunjukkan arahnya," ucapnya dingin. Jenny hanya memutar bola matanya.

Motor mereka melesat dengan cepat, sambil diarahkan oleh Jenny. Beberapa kali bahasa Jenny bertukar dari Bahasa Korea ke Bahasa Inggris, untuk menyampaikan arah dengan jelas yang dapat dimengerti pemuda itu.

Setelah beberapa menit di perjalanan yang sungguh amat menegangkan, mereka tiba di Dwight International School. Ini pertama kalinya Jenny naik motor dengan kecepatan setinggi itu di sini. Jenny mengakui cara pria ini membawa motor sangatlah gesit dan cepat tanggap, untung saja polisi tidak menyadarinya.

Jenny turun dengan terburu-buru dan segera berlari menaiki tangga, kemudian berhenti sejenak dan berbalik untuk bertanya pada pria di atas motor itu,

"Siapa namamu?" ada keheningan beberapa saat, tampaknya pria itu juga tidak menduga pertanyaan itu akan muncul.

"Yanzhen," ujarnya. Terdengar seperti Yang Shen di telinga Jenny, gadis itu mengangguk berpura-pura paham. Baiklah, mungkin dia memang bukan mata-mata dari Korea Utara. Buktinya Jenny selamat sampai tujuan (walau tidak bisa disimpulkan secepat itu).

"Terima kasih, Yang Shen, kalau kita bertemu lagi aku akan meneraktirmu. Aku terlambat, selamat tinggal." Tentu saja kalimat itu hanya basa-basi, mana mungkin ia mau bertemu pria aneh ini lagi. Wajah pria di balik helm hitam itu masih saja datar, bahkan setelah mendengar kalimat barusan. Mungkin dia tidak terlalu memusingkan apa mereka masih bertemu kembali atau tidak. 'Bagus deh', pikir Jenny sedikit senang.

Jenny berbalik dan berlari sekencang mungkin karena intuisinya mengatakan gerbang akan ditutup kurang dari satu menit lagi. Bokongnya masih sedikit pegal, tapi masa bodoh.

Intuisi Jenny benar, gerbang ditutup segera setelah Jenny berhasil masuk melewati gerbang itu. Nyaris saja anak itu terlambat.

"Hampir terlambat lagi, Jenny?" Guru Bahasa korea, Bu Lee yang bertugas di gerbang hari itu tampak tersenyum ke arah Jenny, sambil menggelengkan kepala. Mungkin guru ini sudah terbiasa dengan Jenny yang hobby datang beberapa menit sebelum gerbang ditutup.

"Iya bu," Jenny memberikan senyum seadanya, sedikit malu.

"Untuk apa kau menggunakan helm, memangnya kau bawa motor?"

"Iya B—" EH? EHHHHH? Sial sial sial, helm pria itu, siapa namanya tadi? Benar, Yang Shen. Jenny lupa mengembalikannya. Ah, padahal waktu untuk menanyakan nama pria ketus tadi bisa dipakai untuk mengembalikan helmnya. Jenny mendongak ke arah jalanan di balik gerbang, namun pria tadi sudah menghilang dari sana.

"Ya ampun, bodoh banget Jen," gumam Jenny.

"Ini milik saudara saya bu." Jenny terpaksa berbohong untuk mengakhiri pembicaraan mereka. Bu Lee memintanya untuk segera masuk kelas, karena kelas akan segera dimulai. Selama berlari, gadis itu berjanji dalam hati untuk mencari akun Instagram milik pria itu setelah tiba di kelas.

........

[2] 112 adalah line telepon darurat kantor polisi terdekat.

------------------------------------------------------------

Hai, terimakasih sudah membaca. Jangan lupa comment, vote dan follow. :)

Supremacy of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang