BAG 11 "Honesty"

52 14 7
                                    

Jenny dan Yu Ri sampai di jalan besar. Orang yang sebelumnya bertelepon dengan Jenny dan memintanya untuk menunggu di jalan besar terlihat sudah memarkirkan motornya di dekat gang. Sepertinya pemuda itu melaju dengan kecepatan tinggi untuk sampai di sini sebelum Jenny. Lihatlah siapa yang menunggu siapa sekarang.

Jenny keluar dari mobil setelah mengucapkan terimakasih pada Yu Ri, kemudian berbalik dan berjalan ke arah Yanzhen dengan langkah tak menentu. Yanzhen yang melipat tangan dan bersandar di dudukan sepeda motornya segera menyadari kejanggalan dari cara berjalan anak kecil yang sedang menuju ke arahnya itu.

“Kakimu kenapa? Kesemutan?” Alis pria itu sedikit berkerut sambil mengunci tatapannya pada wajah Jenny yang tampak lebih merah dari biasanya. Ia melangkah untuk mendekat pada Jenny.

“Kalau aku kesemutan, mana mungkin aku bisa berjalan,” jawab gadis itu. Matanya sedikit sayu dan nada bicaranya juga lebih lambat dari biasanya.

Pria di hadapannya itu menatap Jenny seolah gadis itu telah melakukan sesuatu yang mencurigakan, lalu mendekatkan kepalanya ke wajah Jenny untuk mengendus bau yang tak biasa. Tindakan Yanzhen barusan terlalu tiba-tiba sehingga membuat gadis itu  terperanjat dan secara refleks mundur untuk menjauh dari Yanzhen.

Tanpa sadar kakinya yang satu menyenggol kaki lainnya di bawah sana. Jenny kehilangan keseimbangannya dan nyaris terjatuh ke belakang karena ulah kakinya sendiri. Untungnya, sebuah tangan besar dengan gesit menangkap tubuh gadis itu dari belakang. Mata mereka bertemu untuk beberapa detik yang sepertinya, sepertinya berhasil membuat wajah Jenny yang sudah panas menjadi semakin panas.

Pemilik tangan yang menyelamatkan Jenny itu mengangkatnya untuk berdiri dengan normal kembali. Lihatlah betapa dramatisnya adegan barusan.

“Berdiri yang benar!”

“Salahmu tiba-tiba mendekat. Aku kan terkejut.” Jenny hanya menjawab lirih dan melepaskan dirinya dari tangan pemuda itu. Ia sedikit menunduk untuk menutupi wajahnya yang memanas sambil memberikan pijatan lembut pada pelipis matanya.

“Berapa banyak yang kau minum?” tanya Yanzhen tiba-tiba.

“Bagaimana kau tahu?

“Kau bau alkohol.” Alis pemuda itu kembali berkerut. Jenny mendongak dan menyadari bagaimana ekspresi Yanzhen saat ini.

“Xu Yanzhen...” Jenny menyebutkan nama lengkap Yanzhen dan mengangkat telunjuknya untuk menunjuk alis pria itu. Ia tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan kalimat-kalimat yang sejak dulu ingin disampaikannya pada Yanzhen. Entah dari mana datangnya keberanian itu.

“Bisa tidak alismu itu berhenti berkerut sepanjang waktu? Kau kelihatan terlalu galak, anak-anak pasti membencimu. Wajah mu seperti anjing, tahu?” ungkap gadis itu dengan mata sayunya.

“A-anjing? Kau biasanya memang sekasar ini, ya?”

“Iya. Anjing Husky!!!”

Yanzhen menghela nafasnya, “Sekali lagi ku tanya, berapa gelas?”

“Lihat, caramu berbicara juga terlalu galak. Memangnya aku bawahanmu, ya? Kalau begini terus gadis-gadis baik pasti akan lari dari mu.” Telunjuknya masih terkunci pada wajah pria itu. Sepertinya dia akan menyesali kelancangan ini saat sudah sadar nanti.

“Kau mabuk.” Tanpa aba-aba, Yanzhen menaruh tangannya pada tas Jenny. Lalu menarik tas serta pemiliknya itu dengan hati-hati untuk menuntunnya ke arah sepeda motor. Jenny mengikutinya untuk beberapa langkah sebelum akhirnya menghentakkan kakinya dan berhenti berjalan.

“Lihat kan? Kau menarik seorang wanita dengan cara seperti ini? Apa aku kelihatan seperti orang yang belum mandi tiga hari? Kau juga melakukan ini saat kita baru bertemu.” Jenny menarik rambutnya sendiri dari belakang telinganya dan mengendus sedikit untuk memastikan sesuatu. Yanzhen menghela nafas dan melepaskan jarinya dari tas Jenny, ia menunggu apa lagi yang mau dikatakan anak ini.

“Tidak bau, kok. Aku wangi. Tadi pagi aku mandi dengan sangat bersih. Aku bahkan keramas, kau tahu?” kata Jenny seolah bersiap untuk menangis. Yanzhen berdecak frustasi  menyaksikan betapa konyolnya gadis ini sekarang.

“Kenapa lagi, sih? Aku menarik tasmu karena kau tidak suka disentuh, kan? Bukannya kemarin kau yang tidak menerima uluran tanganku? Bukannya barusan kau juga mau menghindariku sampai nyaris terjauh? Coba ingat-ingat lagi siapa yang tidak suka di sentuh. Aku hanya bersikap menghormatimu. Dan sekarang kau menyalahkanku karena aku tidak menyentuhmu?” Yanzhen menekankan kata ‘menghormatimu’.

“Kalau begitu jangan tarik tas ku.”

“Terus apa yang ku tarik?”

“Kenapa kau harus menarik sesuatu? Cukup bilang ‘Ikut aku’, aku pasti akan mengikutimu, tidak susah kan?” Protes Jenny dengan wajahnya yang cemberut, masih dengan gelagat orang mabuk.

Yanzhen berhenti sejenak untuk berpikir, lalu mengangguk pelan. Ia menyadari mungkin tindakannya memang menimbulkan kesalahpahaman, sampai membuat gadis ini kehilangan kendali. Kata orang, seseorang akan jujur kalau dia mabuk.

“Baiklah, maaf kalau itu menyinggungmu. Aku tidak akan melakukannya lagi.” Nada suara pemuda itu melembut, ia menyadari kesalahannya.

“Keputusan yang bagus,” Jenny cukup senang dengan cara pemuda itu meminta maaf dan mendengarkan perkataannya. Jempol kanannya terangkat dan kepalanya mengangguk seperti anak kecil.

Kesalahpahaman selesai, Yanzhen naik ke atas motornya, memakai helm dan menyalakan mesin.

“Ayo naik, rumahmu masih 100 meter lagi. Anak kecil tidak boleh tidur lewat jam 11!” ujar Yanzhen pada Jenny yang masih berdiri beberapa langkah darinya.

“Dan berhenti memanggilku anak kecil.”

“Oh! Untuk yang satu itu, maaf, tidak mungkin,” jawab pemuda dengan nada datarnya yang khas.

Jenny kembali mengerutkan bibirnya sebelum berkata dengan pelan, "Menyebalkan..."

"Suara hatimu kedengaran."

"Sengaja!"

“Pakai ini,”  lanjut Yanzhen seraya menyodorkan helm yang tampak familiar di mata Jenny dengan. Itu adalah helm yang pernah tinggal bersamanya selama hampir dua bulan.

“Woah, helm 244 juta won! Sudah lama aku tidak bertemu denganmu.” Secara ajaib, air mukanya kembali cerah. Yanzhen sampai menghitung Jenny sudah 4 kali mengganti ekspresi wajahnya dalam kurun waktu dua menit. Anak ini benar-benar mabuk.

Jenny mendekat dan segera menarik helm itu dari tangan pemuda yang menyodorkannya. Ia naik ke atas motor lalu mengenakan helm 244 juta won di kepalanya.

“Tapi sepertinya aku lebih memilih memakai helm norak berwarna pink yang kau berikan beberapa bulan lalu. Sebagus apapun helm ini, harganya terlalu membebani kepalaku. Aku jadi merindukan helm pink itu.”

“Kau sudah sadar rupanya?”

“Aku tidak mabuk! Aku tak pernah sesadar ini sebelumnya!”

“Kita lihat apa kau masih bisa mengatakannya saat aku mengingatkan apa yang tadi kau lakukan dan katakan kepadaku!” kata pemuda itu seolah ia adalah korban, sambil menarik gas pada motornya.

Gadis dibelakangnya kembali menggerutu. Sedangkan Yanzhen, mulutnya melengkung membentuk senyuman di balik helm hitam miliknya.

------------------------------------------------------------

Hai, terimakasih sudah membaca. Jangan lupa comment, vote dan follow. :)

Supremacy of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang