"Serius, tempat ini benar-benar cantik, layak jadi kampus yang paling diminati. Kau sepertinya kenal lingkungan ini dengan baik, sering main ke sini ya??" Jenny menekan tombol untuk membeli dua kaleng soda pada mesin minuman otomatis, ia memaksa untuk membelikan Yanzhen minuman karena merasa sudah terlalu merepotkan. Sedangkan Yanzhen memilih untuk duduk di kursi sebelahnya. Mereka berdua sedang beristirahat di salah satu gedung setelah berkeliling ke beberapa tempat di SNU.
Dua kaleng minuman jatuh saling berdentang di dalam mesin, gadis itu memasukkan tangannya untuk meraih dua kaleng sekaligus, kemudian menyodorkan sekaleng soda pada pemuda yang diajaknya bicara.
"Kalau yang kau maksud dengan main juga termasuk mengunjungi laboratorium untuk berdiskusi dan masuk ke kelas untuk mengajar, maka ya, aku beberapa kali pernah main ke sini," jawab pemuda itu seraya menerima soda yang disodorkan oleh Jenny.
"Terima kasih," tambahnya.
"Apa maksudnya itu? Kau tidak sedang berlagak jadi dosen kan?" Jenny menahan tawanya sebelum meneguk minuman di tangannya.
"Tidak bisa dibilang dosen juga, sih. Tapi aku beberapa kali pernah diundang untuk mengajar." Ah ya, Jenny nyaris lupa orang di sebelahnya ini jenius.
"Kau terlalu keren, aku iri!"
"Kalau aku jadi kau, aku juga pasti iri padaku. Wajar."
Jenny memandang pria narsis di sebelahnya untuk sejenak. Sejujurnya, ini pertama kalinya Jenny bertemu dengan orang yang memang pantas untuk narsis. Maksudnya, yang dikatakan oleh Yanzhen barusan tidak bisa dibilang salah. Tapi karena itu benar, Jenny jadi agak kesal.
"Apa?" Yanzhen mengangkat sebelah alisnya setelah menyadari Jenny terdiam sambil memandangnya dengan tatapan, 'aku tidak salah dengar kan?'.
Jenny menghela nafas panjang sambil mengatupkan bibirnya dari komentar yang sebenarnya ingin dikeluarkan, tapi ia memilih untuk menelan kembali komentar itu. Kenapa?
Karena pemuda ini baru berusia 22 tahun saat ia berhasil mendapatkan gelar sarjana dan magister dari Massachusset Institute of Technology di Boston, salah satu kampus dengan jurusan IT terbaik di dunia. Jangan tanya dari mana Jenny mendapatkan informasi itu. Sejak malam ketika ia akhirnya tahu pemuda bernama Yanzhen ini adalah seorang VP Engineering[7] di usia muda, gadis ini bahkan rela begadang lebih lama dari biasanya untuk mencari tahu segala informasi yang bisa dibacanya dari artikel Bahasa Inggris dan Korea yang berkaitan dengan VP Engineering muda itu. Walau akhirnya berujung pada penyesalan, karena ia justru semakin tertekan dengan semua informasi yang dapatnya. Kesimpulan dari semua informasi yang dikumpulkan Jenny malam itu, tidak lain dan tidak bukan, mengarah pada satu fakta. Dia, pemuda bernama Yanzhen ini, adalah seorang Jenius Gila.
"Tidak. Aku cuma sedikit kagum padamu."
"Itu bukan tatapan kagum, lebih mirip kesal."
"Terlalu jelas ya?" Kekeh Jenny, kemudian mengalihkan pandangannya ke depan seolah merenungkan sesuatu.
"Tapi serius, aku sedikit mengagumimu. Usiamu masih muda, tapi sudah mencapai banyak hal. Aku bahkan masih bingung dengan tujuanku." tambahnya. Pemuda di sebelahnya hanya terdiam sambil menatapnya, namun tampak menginginkan gadis itu bercerita lebih lanjut.
"Ayahku memintaku kembali ke Indonesia." Ia berhenti sejenak, lalu melirik Yanzhen untuk membaca ekspresi pemuda itu.
"Apa aku boleh bercerita?" lanjutnya meminta izin, mengingat pria ini tidak mau disebut sebagai orang yang haus akan TMI.
"Silahkan," jawab Yanzhen memberi izin. Ini sedikit diluar dugaan. Tampaknya pemuda itu sadar akan hawa keseriusan yang tersirat di wajah Jenny. Selanjutnya perkataan demi perkataan mengalir begitu saja dari mulut gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Supremacy of Love
ChickLitApa yang kau lakukan jika ayahmu yang baru saja ditinggal mati ibumu empat bulan lalu, memperkenalkan pacar barunya dan mengatakan bahwa mereka akan menikah bulan depan? Kalau Jenny,gadis itu memilih untuk kabur. Terimakasih pada Michael, ayah Jenn...