⚠️WARNING!! Bagian kali ini mengandung kata-kata kasar dan kurang pantas untuk ditiru. Harap pembaca dengan bijak menanggapinya!⚠️
Jenny menyapu pandangan ke sekelilingnya, mencari apakah ada benda yang bisa dipakai untuk memukul kepala si bodoh itu. Sekarang, yang perlu dilakukan Jenny adalah mengulur waktu sampai polisi datang. Matanya menangkap sebuah tongkat besi yang tampak sudah berkarat, terlantar di antara rerumputan panjang yang melebihi lututnya. Ukurannya sedikit lebih besar dari lengan Jenny. Sepertinya tongkat itu tadinya adalah bagian dari pagar pembatas ini.
Jenny meraih tongkat yang tidak jauh dari tempatnya berdiri itu dan mengangkatnya seolah itu adalah senjata pamungkas miliknya. Gestur tubuh gadis itu saat ini persis seperti salah satu hero jalanan di game indie yang pernah dimainkannya. Sempurna.
Ia bisa mendengar suara gadis SMA tadi menangis sementara si pria brengsek berusaha membungkam mulutnya. Jenny semakin tidak sabar untuk menghajar kepalanya.
Okay, time for some action Jenny. Ia menutup mata sejenak, menarik nafas panjang, membuka mata kembali, menatap tajam dan kemudian berlari dengan amatirnya.
Satu pukulan mendarat pada punggung pria bejat itu, yang sepertinya, tidak memberikan efek sesuai dengan harapan Jenny. Pria itu berbalik dan menatap tajam pada gadis pendek yang baru saja memukul punggungnya itu.
“O-oo...” gumam Jenny. Lelucon apa yang barusan itu? Sasarannya adalah kepala, tapi tongkat itu malah mendarat mengenai punggung. Sial, pria brengsek ini ternyata lebih tinggi dari dugaan Jenny. Matilah ia sekarang.
Ah. Masa bodoh, sudah terlanjur. Kedua lengan Jenny kembali mengayunkan tongkat. Tentu saja, hanya pria bodoh yang tidak bisa menangkis ayunan tongkat semacam itu. Ya, walaupun pria itu memang bodoh, setidaknya dia berhasil menangkis pulukan Jenny sampai tongkat itu terlepas dari tangannya.
Jenny bisa menebak sekarang gadis SMA itu mungkin sedang melihat ke arah Jenny dengan tatapan ‘Ini bantuan yang kakak maksud? Hahaha, apa sih yang ku harapkan’. Tidak bisa dipungkiri, itu memang memalukan. Tapi ini bukan saatnya untuk malu. Tidak punya tongkat? Tidak masalah, ia masih punya kaki.
“BERANINYA KAU!?” Si Pria brengsek berseru tak tanggung-tanggung. Dengan satu gerakan cepat Jenny mengayunkan kakinya ke atas dan mengenai tepat pada alat vital si pria bejat itu. FIRST BLOOD![1]
Sebuah senyuman puas terukir di wajah Jenny saat menyaksikan pria itu terduduk karena kesakitan, sambil berusaha melindungi asetnya yang berharga di bawah sana.
Jenny tampaknya sangat menikmati menghajar pria brengsek ini. Ia kembali menekuk lututnya dan mengayunkannya sekali lagi sehingga tepat mengenai dagu pria itu. RAMPAGE![2] Tidak sia-sia dia pernah belajar taekwondo saat SD dulu (walau cuma tiga pertemuan).
“ARGHHHH!!! Wanita Jalang! SIALANNN!!!” Pria brengsek itu jelas sedang menahan sakit. Ia memegang dagunya dengan tangan kanan, dan aset masa depannya di bawah sana dengan tangan kiri. Ralat, dia tidak punya masa depan. Habislah dia sekarang!
Sebuah suara mengagetkan Jenny membuatnya menoleh pada sumber suara di sebelah kiri. Gadis SMA itu terjatuh ke tanah tak jauh dari Jenny berdiri. Jenny segera berlari menghampirinya kemudian berlutut untuk menyentuh pundaknya. Ia bisa merasakan getaran yang menjalar ke seluruh tubuh anak itu.
“Kau tidak apa-apa? Coba ku lihat.” Jenny mengangkat wajah gadis SMA itu dengan hati-hati untuk melihat lebih jelas. Sisi kiri wajah gadis itu tampak lebih merah dan lebih besar dari pipi di sisi lainnya. Matanya sembab, sudut bibirnya juga mengeluarkan sedikit darah. Luka seperti ini tidak akan didapat kalau tamparan yang diberikan tidak dilakukan sekuat tenaga.
“Kak! Di belakangmu, awa—” Sebelum gadis SMA itu selesai dengan kalimatnya, Jenny sudah berbalik untuk menoleh ke belakang.
Sebuah besi berkarat berhenti tepat di depan wajahnya. Ia bisa merasakan sensasi perih dari lengan kanannya yang sedang berjuang menahan tongkat itu. Thank God, Jenny punya reflek yang bagus kali ini. Kalau boleh jujur, Jenny sangat ketakutan saat ini.
Pria brengsek itu menatapnya dengan amarah yang tak bisa dijelaskan. Ia melemparkan tongkat besi dari tangannya dan secepat kilat meraih kerah baju Jenny, sampai tubuh gadis itu ikut terbawa mengikuti arah tarikannya. ‘Psikopat gila’, pikir Jenny, gemetar. Sebisa mungkin ia tetap membuka matanya lebar-lebar, sekalipun ia ketakutan setengah mati di dalam sana.
“Mati kau Jalang!” Pria sinting itu mengangkat tangan kanannya dan bersiap untuk memukul.
“Lepaskan tangan kotormu, brengsek!!” Sebuah teriakan dari seseorang yang datang dari arah gerbang terdengar, membuat tangan pria bejat yang hendak memukul Jenny berhenti di udara.
Jenny mengenal suara ini. Ketiganya menoleh untuk mencari sumber suara. Hanya terlihat seberkas cahaya lampu menyilaukan dari sepeda motor bising yang sedang melaju ke arah mereka.
BRAK!! Sebuah helm menghantam keras wajah pria brengsek yang sebelumnya mencengkram kerah Jenny itu sampai ia terhempas ke tanah.
Guess what, it’s Yanzhen! HORAY!!!
Yanzhen menjatuhkan sepeda motornya ke tanah dengan sembarang dan segera berlari ke arah Jenny. Sementara gadis itu hanya melongo, seolah ada yang sedang mengendalikan pikirannya. Di saat seperti ini, Jenny yang normal akan berteriak bahagia dan melompat kegirangan. Tapi kenapa ia sekarang hanya bisa terdiam dan malah memandangi wajah orang yang sedang berlari ke arahnya itu tanpa berkedip sedikitpun? Apa-apaan ini?
Cahaya milik sepeda motor yang terjatuh ke tanah itu masih menyilaukan dan menyinari sebagian sisi wajah Yanzhen yang terlihat samar. Saat ini, detik ini, satu-satunya yang bisa Jenny rasakan hanyalah degup jantungnya sendiri. Bahkan angin malam yang tadinya menusuk menembus tulang pun sudah tidak ada apa-apanya lagi.
Ini bukan saat yang tepat, tapi Jenny sedikit kepikiran, kenapa pemuda itu terlihat berkali-kali lipat lebih menarik dari biasanya ya? Tidak, tidak. Apa mungkin Jenny sedang kerasukan? Tempat ini memang terlihat angker, sih. Dari tadi bulu kuduk Jenny memang sudah berdiri. Tunggu, sejak kapan Jenny percaya pada tahayul? Ini bukan dirinya.
Pergerakan jantungnya semakin tidak karuan saat Yanzhen tiba-tiba merengkuhnya ke dalam pelukan.
Jenny cukup terkejut, bukan hanya cukup, sangat. Catat baik-baik. Sangat terkejut sampai-sampai ia tidak bisa merasakan apapun selain sensasi aneh dalam dirinya. Sekarang Jenny sedikit mengerti, Yanzhen mungkin adalah alasan dari perasaan aneh itu. ‘Gawat!’ pikir Jenny. Ia mulai sedikit curiga dengan dirinya sendiri.
Pemuda itu melepaskan pelukannya dan meletakkan tangannya di kedua bahu Jenny.
“Kau baik-baik saja? Di mana lagi si brengsek itu menyentuhmu?” tanya pemuda itu dengan ekspresi khawatir di wajahnya. Ini pertama kalinya Jenny melihat ekspresi Yanzhen yang seperti ini.
Tangannya bergerak memutar tubuh Jenny untuk mencari sesuatu. Jenny tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk pertanyaan Yanzhen barusan, karena jujur saja, pikirannya sedang tidak waras.
Jadi Jenny hanya menurut, membiarkan Yanzhen memutar-mutar tubuhnya untuk melihat apakah ia terluka atau tidak. Seketika Yanzhen berhenti setelah matanya mendapati luka goresan dan memar kemerahan pada lengan kanan gadis itu. Ekspresi pemuda itu, berubah dalam sekejap.
............................................
[1] First Blood = Kill pertama di dalam game.[2] Rampage = dalam MOBA game, rampage diekspresikan untuk hero yang berhasil membunuh musuh, setelah memberikan damage berturut-turut tanpa perlawanan yang berarti dari musuh.
Heiii guys, gimana kabarnya? Semoga selalu sehat dan bahagia ya.
Jangan lupa comment, vote dan follow ya. :) Setiap kritik dan saran akan sangat berarti.
Good night 😉😉😉🤍🤍🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Supremacy of Love
ChickLitApa yang kau lakukan jika ayahmu yang baru saja ditinggal mati ibumu empat bulan lalu, memperkenalkan pacar barunya dan mengatakan bahwa mereka akan menikah bulan depan? Kalau Jenny,gadis itu memilih untuk kabur. Terimakasih pada Michael, ayah Jenn...