BAG 34 "Police Station"

41 6 2
                                    

"Yang aku ngga ngerti, kenapa papa malah nikahin tante Brenda kalau papa udah tahu semuanya???" teriak Jenny tanpa berniat menyembunyikan emosinya. Volume suara anak itu hampir menembus kebisingan kota dimana ratusan kembang api saling berlomba menerangi langit malam pusat kota Seoul sejak tahun berganti satu setengah jam yang lalu.

Sudah pukul 01.37 KST dini hari. Di saat semua orang sedang berpesta ria menyambut tahun baru yang entah punya kejutan apa lagi, Jenny malah berdiri di atas parkiran mobil di kantor polisi sambil menempelkan ponsel di telinga kanannya. Berteriak untuk orang di seberang telepon, yang selain agar orang itu bisa mendengarnya ditengah hiruk pikuk kota yang tak biasa, Jenny juga berharap emosinya bisa tersampaikan dengan jelas pada ayahnya itu.

Harusnya ini hari yang membahagiakan. Tapi apa-apaan ini? Tidak pernah terlintas di benak Jenny akan datang saatnya ia menghabiskan tahun baru di kantor polisi seperti sekarang. Orang yang baru saja mendapat pengakuan cinta dari orang yang disukainya tidak pantas mendapatkan ini.

Percayalah, itu bahkan bukan yang terburuk. Orang yang beberapa jam lalu hampir membunuhnya baru saja mengaku kalau ia adalah pacar isteri baru ayahnya yang menjadi alasan Jenny kabur ke Seoul?
Excuse me?

Detik dimana Eric mengakuinya langsung di depan Jenny dengan bahasa Indonesia yang terdengar teramat jelas, gadis itu yakin ia tidak akan mampu mengendalikan emosi kalau berbicara dengan ayahnya sekarang. Jadi, demi keamanan bersama, ia memutuskan untuk menghubungi ayahnya itu di luar gedung. Kalau tidak, bisa-bisa malah Jenny yang masuk penjara karna mengotori udara dengan teriakannya.

Masa bodoh dengan udara dingin yang hampir membekukan sekujur tubuhnya. Masa bodoh juga dengan letusan kembang api yang ributnya mengalahkan teriakan satu fandom saat idola mereka konser di Olympic Stadium. Justru bagus. Jenny tidak perlu repot-repot memikirkan alasan kalau ada yang bertanya kenapa Jenny meneriaki ayah kandungnya sendiri lewat telepon. 'Kembang apinya terlalu ribut sampai aku harus berteriak', sesimpel itu.

Terserah kalau kau ingin mengatakan Jenny anak durhaka, tidak punya sopan santun, atau apalah. Michael pantas mendapatkannya setelah membohongi Jenny selama ini.

Jenny adalah orang yang paling berhak untuk marah karena tidak ada satu pun yang memberitahunya bahwa ibunya bukanlah wanita malang yang dikhianati oleh suami dan sahabatnya sendiri. Mengingat betapa dalamnya luka yang harus ditanggung gadis itu untuk menggantikan ibunya, rasanya semua emosi yang dialami selama ini jadi konyol dan sia-sia. Tapi, kalau boleh jujur, Jenny juga merasa sedikit (hanya sedikit) lega bahwa ayahnya bukanlah brengsek dan tukang selingkuh. Ya, terserahlah. Intinya saat ini perasaan marahnya lebih mendominasi, jadi tetap saja, ia harus meluapkannya. 

Jenny tidak mengerti kenapa mereka harus menikah dan membiarkannya salah paham. Di banding perbuatan Eric tadi, ayahnya jauh membuat Jenny lebih kesal.

"Jenny, sayang, I promise I'll tell you everything. Okay?  Papa berangkat ke Seoul malam ini dan kita ketemu di sana." Ayahnya terdengar jauh dari kata tenang, seolah sedang terburu-buru membereskan sesuatu dengan tangannya.

"Engga, ngga usah datang. Jelasin dari telepon aja. I don't feel like i wanna see you right now," ketus Jenny.

"Jenny, ngga semuanya bisa dijelasin dari telepon. Lagian, papa mau datang ketemu anak papa emangnya ngga boleh? Wait a sec. Brenda! Udah nemu tiketnya? Jam berapa? Ngga papa, pesen langsung." Sepertinya Michael sudah membulatkan tekadnya untuk terbang ke Seoul mendengar dari percakapannya dengan Brenda di seberang telepon.

"Okay, Jenny, hear me out. I'll take a flight at 3 am, and I'll see you there."

"Wait, are you really coming?"

Supremacy of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang