Yanzhen dan Jenny masih mengobrol beberapa menit lagi sebelum akhirnya seorang dokter bersama seorang perawat keluar dari ruangan di dekat mereka untuk memberitahu bahwa pasien sudah selesai ditangani dan sudah diperbolehkan untuk pulang.
Keduanya segera beranjak dan menyusul ke dalam ruangan di mana Kyung Seok berada.
"Senior!" seru Jenny. Ia menyandarkan gitar bersarung coklat milik Kyung Seok di dekat pintu sebelum berjalan menghampiri pemiliknya yang sedang duduk di atas brankar hitam di sudut ruangan.
Kyung Seok mengangkat kepala setelah menyadari seseorang memanggilnya. Tampak seorang gadis berjalan ke arahnya dengan sorot mata cemas.
"Eo, Jenny-ya. Kau tidak apa-apa? Mana yang terluka, coba ku lihat." Ia meraih tangan kanan Jenny dan memutar-mutar tubuh gadis itu sampai ia sendiri kembali meringis setelah menggerakkan lengannya terlalu banyak.
"Astaga, senior. Tolong lebih hati-hati dong! Kalau jahitannya terbuka bagaimana? Belum juga kering." Reaksi Jenny memang sedikit berlebihan. Tapi, serius. Siapa yang tidak panik setelah melihat orang yang terluka karena dirinya meringis kesakitan?
Nada bicara gadis itu yang mendadak galak membuat Kyung Seok tertegun untuk beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum menampilkan gigi putihnya yang berjejer rapi. Bisa-bisanya pemuda itu masih mampu tersenyum setelah melewati proses 7 jahitan beberapa menit lalu?
"Maaf, aku cuma khawatir."
"Aku baik-baik saja. Harusnya senior lebih mengkhawatirkan ini." Jenny mengarahkan telunjuknya pada plester yang menutupi luka jahitan di lengan Kyung Seok.
"Maaf, senior jadi mengalami ini semua karena aku," sesal gadis itu seraya menurunkan telunjuknya.
Mendengar betapa tidak bersemangatnya suara Jenny, Kyung Seok mengulurkan tangannya untuk mengangkat wajah gadis di depannya itu hingga mata mereka bertemu satu sama lain.
"Hei. Tidak apa-apa. Tidak perlu khawatir. Dibanding wajah cemberut seperti ini lebih baik kasih aku senyuman saja, bagaimana? Di jamin pasti lukaku lebih cepat sembuh. Lagipula ini cuma luka biasa kok. Dulu aku bahkan pernah dapat luka yang lebih parah. Tenang, jaman sekarang bekas luka sudah bisa dihilangkan dengan mudah. Kau cukup temani aku ke klinik di gangnam, beres kan?" ucapnya dengan wajah yang sama sekali tidak terlihat seperti orang yang baru saja terluka. Jenny paham betul seniornya ini hanya mencoba untuk menghiburnya dengan tetap tersenyum, tapi Jenny bukannya lega malah semakin merasa bersalah, tahu kan maksudnya?
"Ehheem." Dehaman seseorang sontak membuat Kyung Seok mengangkat jemarinya dari wajah Jenny. Ia memiringkan kepala untuk melihat lebih jelas pemilik suara yang barusan menganggunya itu.
Seorang pria dengan perawakan tinggi dan rambut hitam legam, berdiri di dekat pintu sambil melipat kedua tangannya. Wajah pria itu jauh dari kata ramah karena alisnya yang berkerut disertai tatapan yang mungkin ketajamannya mampu menembus dinding setebal 7 meter, seolah menyiratkan 'Hentikan kisah melodrama ini, sebelum aku muntah.'
"Halo, ini pertama kalinya kita bertemu." Kyung Seok menunduk, menunjukkan sopan santunnya sekaligus sedikit menahan malu karena ia tidak menyadari ada seseorang lain di ruangan ini.
Jenny menoleh ke belakang di mana Yanzhen berdiri dengan aura yang sama sekali berbeda dari beberapa menit lalu.
"Oh ya. Aku lupa memperkenalkan kalian. Senior, perkenalkan ini adal-""Aku tahu. Kakakmu kan?"
"??" Jenny yang belum selesai dengan kalimatnya cukup terkejut dengan tebakan Kyung Seok. Tidak salah sih. Yanzhen memang kakaknya. Ah. Kenapa pula ia harus terkejut? Memangnya ia berencana memperkenalkan Yanzhen sebagai apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Supremacy of Love
ChickLitApa yang kau lakukan jika ayahmu yang baru saja ditinggal mati ibumu empat bulan lalu, memperkenalkan pacar barunya dan mengatakan bahwa mereka akan menikah bulan depan? Kalau Jenny,gadis itu memilih untuk kabur. Terimakasih pada Michael, ayah Jenn...