"Bagaimana seminarmu tadi pagi?" Demi menghindari kecanggungan, Jenny membuka topik obrolan baru tepat setelah Yanzhen menekan tombol 17 pada lift. Kau tahu, mencapai lantai 17 dalam keheningan itu bisa terasa hampir selamanya. Mereka sedang bersama dengan 2 orang lainnya yang juga hendak menuju ke lantai atas.
"Lumayan," jawab pemuda itu.
"Kau semakin terkenal loh di SNU."
Yanzhen menoleh ke gadis di sebelahnya seraya menaikkan salah satu alisnya.
"Tidak percaya? Sini, ku perlihatkan betapa hebohnya mahasiswi SNU karena dirimu." Jenny membuka kembali situs forum mahasiswa SNU melalui ponselnya dan menggulir beberapa kali. Setelah ia menemukan postingan yang dicarinya, ia mengangkat dan mengarahkan layar ponselnya ke wajah Yanzhen.
Pemuda itu meraih ponsel Jenny dan membacanya untuk beberapa saat sebelum berkata, "Biasa saja. Kalau aku jadi mereka a-"
"-aku juga akan mengagumi diriku." Jenny melanjutkan perkataan Yanzhen sebelum pemuda itu selesai dengan kalimatnya. Mmhhmm, ia lebih memilih mengatakannya sendiri dibanding mendengar perkataan itu keluar dari mulut pemuda narsis disebelahnya.
"Iya-iya, tau kok orang terkenal," lanjut Jenny memutar bola matanya.
"Bukannya kau jauh lebih terkenal?"
Jenny mengernyit.
"Siapa yang bilang?""Profil instagrammu yang bilang. 910 ribu bukan angka yang sedikit kan?"
"Itu beda, followers ku 92% dari Indonesia. Selebihnya baru luar negeri. Korea Selatan bahkan cuma 4 %," terang Jenny.
But, hold on. Wait a damn minute. Did he just sai-
"KAU PUNYA INSTAGRAM?" Jenny meninggikan suaranya. Itu sesuatu yang cukup mengejutkan jiwa raganya. Mengingat selama ini gadis itu mengira Yanzhen tidak suka bermain sosial media.
"Kenapa kau berpikir aku tidak punya?"
"Itu karena, satu, Jae Hyun tidak menandaimu di foto Instagramnya waktu itu. Dua, a-"
Perkataan Jenny harus terhenti karena bunyi denting lift yang mengagetkannya. Tak lama, tujuh orang dari lantai 12 masuk memenuhi lift hingga membuat Jenny dan Yanzhen harus mundur menyentuh dinding lift. Tanpa aba-aba, dengan satu gerakan cepat, Yanzhen menarik Jenny lebih dekat ke sebelahnya agar orang lain bisa masuk.
Jarak mereka sekarang hanya setipis kulit bawang, karena orang-orang dari depan dan sebelah mereka semakin berdesakan. Jujur saja, itu membuat Jenny tidak bisa bernafas. Bukan karena sesak. Bukan juga karena asma. Tapi karena orang yang di dekatnya ini adalah Yanzhen.
Tangan kanan pemuda itu menenteng kantong belanjaan dan payung di bawah sana, sementara lengan kirinya melingkar di punggung Jenny dan memegang erat bahu sebelah kiri gadis itu. Menahan agar pria gempal di sebelah Jenny tidak memberikan tekanan yang terlalu besar. Great, now Jenny has to deal with her heart, again.
'Selamat tinggal, kewarasanku', batinnya. Dengan segenap kekuatan, Jenny berusaha menjaga agar wajahnya tidak terlihat gugup sedikitpun. Walaupun sepertinya usaha itu tidak berhasil.
"Dua?" Yanzhen kembali berbicara dengan suara yang lebih rendah agar yang lainnya tidak terganggu.
Jenny mendongak ke arah sumber suara itu. Demi Tuhan, kenapa orang ini malah berbicara di saat seperti ini?
"Dua apa?" Jenny tidak ingat mereka membicarakan apa sebelum ini. Kewarasannya benar-benar pergi meninggalkannya.
"Alasan yang membuatmu berpikir aku tidak punya instagram."
KAMU SEDANG MEMBACA
Supremacy of Love
ChickLitApa yang kau lakukan jika ayahmu yang baru saja ditinggal mati ibumu empat bulan lalu, memperkenalkan pacar barunya dan mengatakan bahwa mereka akan menikah bulan depan? Kalau Jenny,gadis itu memilih untuk kabur. Terimakasih pada Michael, ayah Jenn...