Jam istirahat kedua, Jenny dengan malas menatap layar ponselnya. Jarinya sibuk menggulir dan menekan sesekali. Ini sudah 5 jam sejak Jenny membawa lari helm orang lain, kini ia punya kekhawatiran baru. Bagaimana kalau ia sampai dituntut atas pencurian helm? Mengingat ketus dan anehnya pria tadi, bukan tidak mungkin Jenny akan dituntut kan?
Sejak pelajaran pertama, Jenny yakin sudah memeriksa puluhan akun yang username-nya berkaitan dengan semua huruf yang didengarnya ketika pria tadi menyebutkan namanya. Yang Shen, Yansheng, Yanshen, Yanzen.
"Dahlah, nyerah gue," gumam Jenny pelan, sambil meletakkan ponsel dan meletakkan kepalanya di atas meja.
"Kenapa?" Gumaman Jenny ternyata terdengar sampai telinga Hana, teman sebangkunya. Sekalipun Hana tak mengerti, tampaknya Hana sadar kalau teman sebangkunya sedang gelisah. Mendengar Hana bersuara, Jenny tiba-tiba teringat, orang di sebelahnya ini jago soal urusan Bahasa Mandarin. Walaupun sempat dibesarkan di US, ia tetap keturuan asli Tionghoa, dan kemampuan Bahasa Mandarinnya jelas diatas rata-rata.
"Hana!" teriak Jenny tiba-tiba. Hana cukup kaget.
"Kau bisa Bahasa Mandarin!"
"I—ya? Aku tahu, kau tidak perlu memberiku informasi soal diriku sendiri, kan?"
"Seberapa hebat?"
"Cukup hebat!"
"Kalau begitu aku minta bantuan, boleh?"
"Silahkan."
"Bagaimana kau menulis Yang Shen?" Jenny menyebutkannya sesuai ingatannya sebagaimana pria tadi menyebutkan namanya.
"Yang Shen? Nadanya memang begitu?"
"Memangnya berpengaruh?"
"Tentu saja. Bahasa mandarin itu sulit karena nadanya, itu salah satu dasar untuk bicara dalam Bahasa mandarin. Salah nada, artinya bisa berbeda. Kalau yang kau maksud adalah Yāng shén..." Hana mencoret dengan aksara mandarin (央神) di catatannya.
"maka artinya adalah dewa pusat, kalau yang kau maksud adalah Yòng shén..." Hana lanjut menulis 用神 dengan nada suaranya yang berbeda dari kata pertama tadi.
"...maka artinya menggunakan dewa." Ini hal baru bagi Jenny karena dia sama sekali belum pernah mempelajari Bahasa Mandarin, dia hanya menikmati drama China tanpa memusingkan nadanya.
"Kalau kata yang ku maksud itu nama, bagaimana?"
"Tergantung, kau mencari seseorang?" Jenny mengangguk.
"Kalau kau mencari di sosial media seperti Instagram, kau harus pastikan dia memang punya Instagram," lanjut Hana
"Memangnya ada ya orang yang tidak punya Instagram jaman sekarang?" Jenny terkekeh kecil. Namun segera setelah melihat wajah Hana hanya diam seolah menyiratkan sesuatu, ia ikut terdiam.
"Jangan-jangan memang ada?"
"China punya Weibo, mereka tidak terlalu butuh Instagram," jelas Hana singkat.
"Ah, iya juga." Jenny menyayangkan. Sekarang Ia semakin putus asa.
"Tapi bukan berarti tidak ada yang punya akun Instagram di China, contohnya Lay Zhang yang punya Instagram untuk menyapa fans Internasionalnya. Biasanya mereka tidak menggunakan nama mandarin mereka. Lay Zhang memiliki nama asli Zhāng Yìxīng, tapi dia menggunakan nama panggung untuk akun Instagram, ya memang sih dia artis. Kebanyakan orang biasa juga seperti itu, apalagi kalau mereka pernah tinggal menetap di luar negeri, seperti aku. Aku punya nama Internasional, karena tidak semua orang bisa paham kalau aku menyebutkan nama asli ku Xíng fēi. Tidak menutup kemungkinan juga ada yang menuliskan namanya dengan Pinyin[3]," jelas Hana panjang lebar. Mendengarnya, Jenny hanya menghela nafas. Hidupnya sekarang sudah cukup dramatis dan sulit dimengerti, dan dia masih harus dipersulit juga dengan menebak-nebak nada atau pinyin dari nama milik seorang pemuda ketus yang misterius? Seriously, life?
KAMU SEDANG MEMBACA
Supremacy of Love
ChickLitApa yang kau lakukan jika ayahmu yang baru saja ditinggal mati ibumu empat bulan lalu, memperkenalkan pacar barunya dan mengatakan bahwa mereka akan menikah bulan depan? Kalau Jenny,gadis itu memilih untuk kabur. Terimakasih pada Michael, ayah Jenn...