Chandrika Tertuduh

68 5 0
                                    

"Kau harus ber—," tiba-tiba ada suara ketukan pintu. "Biar aku yang membukanya," Daksin meninggalkan Chandrika dan membuka pintu. Tiga orang polisi berada di depan pintu bersama satu orang warga Gandasuli. "Maaf, ada yang bisa saya bantu?"

"Selamat siang, kami dari kepolisian datang untuk menangkap Nyonya Chandrika atas tuduhan pelenyapan Saudari Ningrum ...,"

"Maksud Anda wanita yang tadi pagi ditemukan di pinggir jalan?" Daksin memastikan.

"Benar sekali. Jadi, mohon kerjasamanya."

"Siapa tamunya?" Chandrika terkejut melihat ada polisi, tapi dia sama sekali tidak tahu kalau mereka akan menangkapnya.

"Apa benar Anda yang bernama Chandrika Mandraguna?" tanya salah satu polisi.

"Benar," jawab Chandrika singkat. "Ada apa ini?" tanya Chandrika pada adiknya.

"Anda ditangkap atas tuduhan pelenyapan Saudari Ningrum. Silakan ikut kami ke kantor polisi. Anda berhak melakukan pembelaan ataupun menyewa pengacara sebagai juru bicara Anda." Seorang polisi wanita masuk dan hendak memborgol Chandrika.

"Tunggu dulu! Apa ada saksi atau bukti yang bisa memberatkan saya?" Chandrika tak mau begitu saja ditangkap.

"Saudara Bono ini yang menjadi saksi. Beliau menyaksikan sendiri Anda terlibat cekcok dengan Saudari Ningrum. Anda menyabetkan belati ke lehernya dan meninggalkan jasadnya di tepian jalan begitu saja."

Chandrika menatap Bono, lalu bertanya, "Apa kamu tidak salah lihat, Mas?" Chandrika lumayan kenal dengan orang bernama Bono itu, dia adalah tukang jualan bubur kacang hijau langganannya.

"Saya yakin, tidak mungkin salah lihat. Saya melihat kejadiannya dengan sangat jelas. Saya berani sumpah untuk itu," terang Bono tergugup-gugup.

"Kami punya alibi, Pak," ujar Daksin.

"Anda bisa memberikan keterangan di kantor kami," ujar polisi yang pangkatnya lebih tinggi. "Silakan dibawa," polisi itu meminta polisi wanita bawahannya untuk segera memborgol Chandrika.

"Tidak perlu memborgol Kakak saya, dia tidak akan lari," Daksin mencegah polwan itu memborgol kakaknya.

"Baiklah, mari silakan."

Polisi-polisi itu sungguh membawa Chandrika. Daksin menjadi panik. Apa yang harus dia katakan pada yang lain. Dan siapa yang akan melindungi Keluarga Mandraguna kalau sewaktu-waktu musuh datang. Awalnya tidak ada orang yang melihat Chandrika ditangkap polisi, karena letak rumahnya yang jauh dari pemukiman penduduk. Tapi saat mobil polisi yang membawa melewati jalanan desa, warga kota segera berkasak-kusuk tentangnya. Citranya menjadi semakin buruk di mata masyarakat Gandasuli.

***

Pukul dua siang, Pitaloka dan Nilam pulang. Saat pertama kali mereka masuk rumah, orang pertama yang mereka lihat adalah Daksin yang sedang termangu dengan mata basah. Kemudian dari dapur muncul Erawati yang membawa dua cangkir teh.

"Kalian sudah pulang?" sapa Erawati.

"Ada apa? Kenapa nenek menangis?" tanya Pitaloka, dia duduk di samping Daksin.

"Nenek kalian ditangkap polisi," jawab Daksin dengan suara lirih.

"APA?!" ujar Pitaloka dan Nilam bersamaan. Mereka sungguh terkejut. "Dia dituduh sudah membunuh Ningrum."

Nilam sontak menyahut, "Mbak Ningrum yang suka jalan-jalan malam bawa anjing itu, 'kan?" Daksin mengangguk. "Ceritanya bagaimana?"

"Berdasarkan saksi mata yang melihat, katanya nenek kalian terlibat cekcok dengan Ningrum. Lalu nenek kalian menggorokkan belati ke leher Ningrum. Wanita itu mati dan nenek kalian meninggalkannya di jalanan begitu saja," Daksin mengisahkan.

MANDRAGUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang