Mereka semua buru-buru masuk ke dalam rumah dan melakukan sesuatu. Daksin meminta Erawati untuk menyiapkan sebuh ramuan yang terbuat dari bahan-bahan berikut ini: kayu manis, lada putih, bawang putih, daun kelor, daun bidara, cakar ayam, akar bambu, madu, kuku kambing, bulu angsa, lipan, dan kalajengking. Sedangkan Arima harus menyiapkan barang-barang seperti: benang merah, putih, hitam, dan benang kuning; tusuk sate, akar beringin, kain hitam, dan tanduk rusa. Pitaloka dan Nilam hanya bantu-bantu saja, mereka tidak tahu harus berbuat apa sampai saat Daksin memerintah mereka untuk melakukan sesuatu.
Semua bahan yang Erawati siapkan direbus dalam satu kuali besar hingga mendidih dan tercium aroma yang aneh. Pitaloka dan Nilam sampai mual dengan aroma ramuan itu. Di sisi lain, Arima mulai merangkai tusuk sate dengan benang empat warna. Pitaloka diminta membantu Arima, yang harus dia lakukan adalah mengepang akar beringin serapi mungkin. Sedangkan Nilam memotong kain hitam beberapa bagian dan mengikatnya pada tiap-tiap cabang pada tanduk rusa. Selagi semuanya menyiapkan apa yang harus disiapkan, Daksin pergi ke kamar Chandrika untuk mengambil sesuatu yang hanya dia dan kakaknya yang tahu. Di bawah dipan ada sebuah ruangan tersembunyi, berhubung Daksin tahu apa yang menjaga tempat itu. Dia membukanya dengan sangat hati-hati.
Benar saja, saat penutupnya dibuka seekor kelabang sepanjang tiga puluh sentimeter keluar dari dalam ceruk ruangan tersembunyi itu. Kelabang besar itu siap untuk menyerang Daksin. Tapi, Daksin segera mengucapkan mantra rahasia dan seketika kelabang itu berubah menjadi sebuah kunci. Daksin menggunakan kunci itu untuk membuka peti kayu yang ada di dalam ruangan rahasia. Daksin mengambil sebuah botol berwarna perak. Setelah itu, dia menutup kembali peti kayu dan ruangan rahasia di mana peti kayu tersimpan.
Arima, Pitaloka, Erawati, dan Nilam sudah ada di halaman. Mereka mengelilingi pohon flamboyan sekarat itu. Daksin segera bergabung. Lantas, dia meminta yang lain untuk minum seteguk air yang ada di dalam botol yang dia bawa. Pitaloka yang minum pertama kali bertanya air apa yang ada di dalamnya. Menurut Pitaloka, rasa minuman itu manis, sedikit amis, hangat, ada aroma sengnya, dan juga terasa pekat. Daksin tidak ingin menjawab sebelum semuanya minum seteguk air yang ada di dalam botol perak itu. Seperti yang sudah Daksin katakan, setelah semuanya minum air aneh itu, dia memberitahukan air apa itu sebenarnya.
"Sebenarnya itu adalah darah dari Dyah Mandraguna, leluhur kita semua, yang dicampur dengan madu hutan." Semuanya sontak memasang wajah jijik, tapi mau bagaimana lagi, mereka sudah telanjur menelannya. "Ramuan darah ini hanya boleh digunakan di saat genting seperti saat ini. Dengan meminumnya, maka kita akan mendapatkan aura perlindungan dan juga kekuatan dari Dyah Mandraguna ...,"
"Jadi, seolah-olah dia berada di sekitar kita untuk memberikan perlindungan dan juga kekuatan, begitu?" tanya Nilam.
"Tepat sekali," jawab Daksin. "Mari kita mulai ritualnya." Mereka berlima kemudian bergandengan tangan mengelilingi pohon flamboyan yang mati. Lalu Daksin mengucapkan satu mantra, "Swasta."
"Basuki," ucap Arima.
"Peni," susul Erawati.
"Usada," sambung Pitaloka.
"Dumadi," timpal Nilam.
"Ong wilahing Pukulun Hyang Dewi Chandramawa wilahing Ong," ucap mereka berlima bersama-sama. "Usadaswasta sagung dumadi... jaramaya palasiya lakasaya danabeya... Rahayu Ong rahayu sagung dumadi Ong," lanjut mereka kemudian.
Mereka terus mengulang mantra-mantra itu sebanyak tiga belas kali. Pohon flamboyan yang awalnya sekarat kini bersemi kembali. Batang dan rantingnya kembali segar. Daunnya lebat dan bunganya bermekaran dengan indah. Mantra mereka berhasil. Setelah itu, mereka menyiramkan ramuan yang tadi mereka buat ke bawah pohon tersebut.Ramuan itu akan memurnikan tanah dan juga memberikan makanan untuk pohon cantik itu. Sebagai ungkapan sayang, kemudian mereka memasang hiasan dari tanduk rusa yang dihias, tusuk sate yang dirangkai dengan benang warna-warni, dan akar beringin yang dikepang pada pohon flamboyan tersebut. Selain sebagai ungkapan sayang kepada si pohon, benda-benda itu juga akan melindugi tanah Keluarga Mandraguna dari segala mata jahat, dan memurnikan segala jenis energi jahat yang datang dari luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasy"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."