Sesampainya di rumah, Nilam dibawa ke dalam rumah dan langsung dibaringkan di kamarnya yang ada di lantai atas. Selagi Pitaloka menjaga Nilam, Daksin membuat ramuan untuk menyadarkan Nilam dari pingsannya. Ramuan buatan Daksin bukan unntuk diminumkan kepada Nilam, melankan dioleskan di kening dan punggung tangannya.
"Swastas siras swastyam," Daksin merapalkan mantra sambil menggerak-gerakkan tangannya di atas kepala dan dada Nilam. Nilam sadarkan diri. "Syukurlah, kau sudah sadar, Nak."
"Di mana aku?" Nilam tampak linglung.
"Kau di rumah," jawab Pitaloka. "Apa yang terjadi? Kenapa kau bisa ada di gudang seorang diri?"
Nilam sedikit membenarkan posisi duduknya. "Kau yang ke mana saja? Aku mencarimu ke mana-mana."
"Kau ini bagaimana, aku 'kan ada di aula memberikan pidato pelepasan untuk Nadin dan Mirna. Aku malah yang mencarimu, kau tidak ada di aula dan ponselmu juga tidak bisa dihubungi. Kemudian aku pikir kau pasti ada di gudang, tapi aku ke sana kau tidak ada."
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" sela Daksin.
"Kepala Sekolah meminta kami untuk mencari tahu sesuatu di gudang sekolah," jawab Pitaloka. "Aku mencarimu sekitar pukul delapan lebih lima belas, di gudang pukul setengah sembilan, dan aku kembali ke kelas pukul sembilan kurang dua puluh. Aku sama sekali tidak menemukanmu dan tidak ada orang yang melihatmu di mana pun. Pukul dua lebih sepuluh kelas bubar, aku hendak pulang tapi aku memutuskan untuk mencarimu lagi. Aku menemukanmu sekitar pukul setengah tiga. Yang jadi pertanyaan, selama itu kamu ada di mana? Kamu menyembunyikan sesuatu?"
Nilam hanya terdiam. Kemudian terdengar suara mobil Erawati datang. Dia tidak melihat siapa pun. Di saat yang bersamaan, Arima pulang dari kampus. Erawati dan Arima mendengar suara di kamar Nilam, lalu mereka pergi ke kamar Nilam untuk melihat apa yang terjadi. Erawati dan Arima cukup terkejut melihat Nila terbaring pucat di atas ranjang. Tak ingin membuat ibunya khawatir, Nilam bangun dan hendak memeluk ibunya—itu yang selalu dia lakukan saat ibunya pulang. Tiba-tiba Nilam tampak sempoyongan. Dia memegangi kepalanya dan sesekali memukulnya pelan. Erawati bertanya ada apa dengan Nilam, tapi gadis itu tak menjawab. Dia terus mengaduh kesakitan. Dia berhenti mengaduh kesakitan saat dia jatuh pingsan.
Erawati segera mengambil minyak kayu putih dan mengoleskan di dekat hidung Nilam. Sedangkan Daksin memijat kaki cucunya. Pitaloka mengambil bantal dan Arima membuat teh herbal. Saat teh yang Arima bawa hendak dibawa kepada Nilam, tiba-tiba Nilam bangkit mengejutkan semua orang. Tangannya menggapai teh yang Arima bawa dan membantingnya ke lantai. Semua terkejut. Nilam tersenyum mengejek, ada yang aneh dengan anak ini. Matanya kosong dan memancarkan cahaya kebencian. Dia tertawa, suara tawanya seperti seorang laki-laki. Barulah mereka sadar kalau Nilam kerasukan. Buruk sekali.
"Kalian pikir kalian siapa, hah?!" Nilam mendengus, suaranya begitu berat. "Kalian pikir kalian akan menemukan siapa tuanku?"
"Makhluk apa kau ini?" bentak Erawati. "Keluar dari tubuh putriku."
"Dia bukan putrimu lagi, dia adalah pengantin Tuanku," jawab sosok dalam diri Nilam. "Nilam akan segera bergabung dengan Mirna dan Nadin sebagai permaisuri tuanku."
"Ooh, ternyata kamu yang penyebab bunuh diri Mirna dan Nadin?" sekarang Pitaloka paham pola kejadian yang terjadi belakangan ini. Semuanya karna makhluk di dalam tubuh Nilam.
"Pintar juga kau ternyata," puji makhluk itu.
"Dengar, tidak akan kubiarkan kau membuat Nilam bunuh diri dan bergabung dengan Nadin dan Mirna!" Pitaloka melotot pada Nilam—lebih tepatnya sosok yang ada di dalam tubuh Nilam.
"Cegahlah kalau kalian mampu," Nilam terkekeh, dia naik ketas meja dan melompat ke dinding. Dia merayap seperti cicak.
Arima hendak melepaskan serangan, tapi dia takut melukai Nilam. Begitu pula yang lainnya, mereka tidak ingin ambil risiko. Nilam pun turun dan lari ke luar rumah. Pitaloka berseru pada Nilam agar dia jatuh, dan Nilam sungguh jatuh. Pitaloka menggunakan kekuatan pikirannya untuk membuat Nilam tetap di tempat. Arima yang sedari tadi membawa toples berisi serbuk kulit telur dicampur garam, segera membuat lingkaran di sekiling Nilam. Sekarang Nilam tak dapat berkutik lagi. Makhluk dalam tubuh Nilam memaki dan mengancam, tapi mereka tahu kalau makhluk di dalam tubuh Nilam tidak begitu kuat. Justru yang harus dikhawatirkan adalah tuannya itu.
Erawati dan Daksin yang terakhir kali keluar dari rumah. Erawati keluar sambil membawa air yang sudah dicampur dengan daun kelor. Untuk menyelamatkan putrinya, Erawati langsung memercikkan air tersebut pada putrinya. Air itu membuat Nilam meronta kesakitan. Di lain pihak, Daksin membawa pedupaan yang sudah mengepulkan asap kemenyan suci. Daksin mengarahkan asap kemenyan tadi pada Nilam, makhluk di dalam tubuh Nilam langsung bereaksi. Dia meronta-ronta memohon ampun, akhirnya dia tumbang. Setelah melihat Nilam tak bergerak, mereka berempat segera bergandengan tangan dan merapalkan mantra bersama-sama untuk mengusir makhluk yang ada dalam tubuh Nilam.
Tubuh Nilam menegang saat makhluk di dalam tubuhnya memberontak dan berusaha untuk keluar. Asap keluar dari mulut Nilam yang menganga, Pitaloka segera mengambil kendi dan memasukkan asap tersebut ke dalam kendi. Makhluk yang merasuki Nilam sekarang sudah berada di dalam kendi. Nilam sudah bebas dari pengaruh jahat. Tak lama, Nilam bangun. Dia heran kenapa dia bisa ada di halaman rumah dan dikerumuni seperti ini. Pitaloka pun menjelaskan kalau Nilam baru saja kerasukan dan makhluk yang merasuki sudah dikurung dalam kendi.
"Sekarang kita apakan kendi ini, Nek?" tanya Pitaloka pada nenek Daksin.
"Kita buang ke laut," jawab Daksin. "Serahkan itu padaku, biar aku yang membuangnya ke laut," Daksin meminta kendi tadi dari Pitaloka.
"Aku ikut," Pitaloka memilih ikut dengan Daksin.
Setelah membawa Nilam ke dalam rumah, Daksin dan Pitaloka segera membawa kendi itu ke pantai untuk dihanyutkan ke laut sebelum pukul tiga pagi. Tidak beruntungnya, Gandasuli adalah daerah dataran tinggi, sedangkan untuk ke pantai harus menempuh perjalanan lebih dari dua puluh kilometer. Sekarang pukul sepuluh, masih ada enam jam tersisa. Daksin melajukan mobilnya cukup kencang, berhubung jalanan cukup lengang jadi mereka bisa lebih leluasa. Selama perjalanan, kendi yang Pitaloka bawa terus saja bergetar. Makhluk di dalamnya memberontak. Mobil yang ditumpangi Daksin dan Pitaloka mulai masuk ke daerah dataran rendah, tapi belum masuk daerah pesisi. Jam menunjukkan pukul dua belas tengah malam, kendi semakin hebat bergetar. Beberapa kali hampir terjatuh dari pangkuan Pitaloka. Setelah lewat tengah malam, kendi tak begitu bergetar lagi. Makhluk di dalamnya tidak lagi memberontak.
Pukul dua dini hari, mobil mereka masuk ke daerah pesisir. Ada plang yang mengatakan bahwa Pantai Damar Ayu masih dua kilometer. Daksin mengarahkan mobil ke jalanan sesuai dengan tanda jalan. Setengah tiga dini hari mereka sampai di pemukiman pesisir. Sayang sekali dari situ pantai masih empat ratus meter, ditambah lagi mobil tidak bisa masuk. Jadi, mereka harus lari menuju pantai. Mereka berdua bergegas, memercepat langkah mereka. Waktu semakin menipis, dua puluh menit lagi sudah pukul tiga. Karena terlalu buru-buru, Pitaloka sampai tidak memerhatikan langkahnya. Dia tersandung akar pohon, kendi yang dia pegang jatuh. Makhluk di dalamnya mulai mengamuk lagi. Daksin segera mengambil kendi dan melanjutkan perjalanan seorang diri. Sampailah Daksin tepat di bibir pantai di mana ombak terlihat bergulung-gulung. Dua menit lagi pukul tiga tepat. Saat itu juga, Daksin langsung melempar kendi di tangannya ke tengah laut. Ombak langsung menggulung kendi tersebut dan menenggelamkannya. Tamat sudah riwayat makhluk itu!
Di belakang Daksintampak Pitaloka yang berjalan sambil terpincang-pincang. Dia merasa lega karenaDaksin sudah berhasil membuang kendi ke laut. Pitaloka terjatuh, kakinyabenar-benar sakit. Ngilu dan perih. Daksin langsung menghampiri dan mengobatiPitaloka dengan sebuah mantra. Ajaib, kaki Pitaloka terasa lebih baik. Dia bisaberdiri dan berjalan dengan baik lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasy"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."