"Kau ...," Bhawani menunjuk Nilam, "kau harus dibersihkan," lanjutnya.
"Dibersihkan bagaimana maksudnya?" dahi Nilam berkerut.
"Jika kau bernasib sama seperti Mirna dan Nadin, maka kau tak perlu dibersihkan. Berhubung kau hidup, ada kemungkinan kau—ah! Akan kukatakan, tapi kau jangan panik," Bhawani membuat Nilam penasaran, demikian juga Pitaloka dan Danu. "Ada kemungkinan kau akan hamil."
Bagaikan petir di siang bolong yang menggelegar, dada Nilam meletup. Pitaloka juga sama, dia seperti ditampar. Kemudian Bhawani menjelaskan, bahwa empat puluh enam tahun yang lalu juga ada gadis yang selamat—tidak bunuh diri—setelah disetubuhi Caladanawa. Gadis itu hamil, dia baru menyadari kalau dia hamil bayinya Caladanawa setelah kandungannya masuk trimester pertama. Waktu itu adalah hal baru bagi Bhawani, dia juga cukup syok dengan kabar kehamilan salah satu siswinya di SMA Padmavati pada masa itu. Dia tak tahu harus berbuat apa pada gadis itu dan bayi yang dikandungnya. Kemudian dia membawa gadis malang itu kepada seorang pengiwa, karena sejujurnya Bhawani tidak tahu dan tidak sanggup mengatasi masalah itu.
"Jadi apa yang terjadi selanjutnya?" sela Danu.
"Pengiwa itu tidak mampu berbuat apa-apa. Dia tidak berani mengambil risiko, karena risiko terburuknya adalah lenyapnya nyawa gadis tersebut," jawab Bhawani. "Aku pun bertanggung jawab atas nasib anak malang itu, kubawa dia ke tempat yang sepi dan dia harus tinggal di sana sampai bayinya lahir. Tiga hari sekali aku selalu menjenguknya hingga dia melahirkan bayinya. Aku ada di sana saat bayinya lahir. Anehnya, petir meyambar-nyambar dan hujan turun dengan deras menyambut kelahirannya. Bayi itu sama sekali tidak berwajah seperti danawa, dia tampan dan lebih mirip dengan Ibunya. Entah bagaimana, saat kusarankan agar dia melenyapkan bayi itu, dia memilih untuk membesarkan anaknya. Selanjutnya, aku tidak tahu bagaimana nasibnya, karena dia memilih untuk menjalani hidupnya sendiri tanpa perlindungan dariku."
Dengan wajah pucat pasi, Nilam bertanya dengan suara lirih, "Lantas aku harus bagaimana? Aku tidak mau melahirkan makhluk ini."
"Apa dia seorang vadika?" timpal Pitaloka.
"Iya, dia seorang vadika. Dia juga siswi kesayanganku, namanya Katriyani." Bhawani memilih untuk menjawab pertanyaan Pitaloka dulu. "Untuk memastikan kau hamil anak Caladanawa atau tidak, besok ikutlah bersama ke tempat pengiwa yang waktu iu."
"Bukankah, Ibu bilang dia tidak bisa berbuat apa-apa?"
"Karena waktu itu sudah terlambat. Antara bayi dan jiwa Katriyani sudah terikat. Untuk Nilam mungkin masih ada kesempatan."
"Pitaloka, kau harus bersumpah tidak menceritakan ini pada ibu ataupun nenek," Nilam memohon dengan sangat, wajahnya memelas. "Jika sampai mereka tahu tentang ini, maka selamanya aku akan membencimu."
"Tapi ...," Pitaloka ragu untuk bersumpah.
"Kumohon," Nilam menangkupkan kedua tangannya, dia terus memelas.
"Baiklah, aku bersumpah," akhirnya Pitaloka mengambil sumpah.
***
Sepulang sekolah, Pitaloka dan Nilam tidak langsung pulang, mereka naik mobil Danu dan pergi menuju suatu tempat yang alamatnya sudah dikirim melalui SMS oleh Bhawani. Saat ini, Bhawani sendiri sudah menuju tempat itu seorang diri. Dia sedikit lagi sudah sampai tujuan. Bersama Danu, Nilam tampak gusar dan Pitaloka tak henti-hentinya menenangkannya. Danu juga menenangkan gadis yang mengingatkannya pada putrinya yang sudah lama meninggal, namanya Tantrika. Kalau putrinya masih hidup, pasti dia sudah sebesar Pitaloka dan Nilam. Mata Danu tak henti-henti melirik ke kaca di atasnya yang memantulkan keadaan Nilam yang begitu malang. Danu mengebut mobilnya mengikuti panduan GPS. Sampailah mereka di Jalan Beringin No.7, Distrik Komala, Gandasuli Selatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasia"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."