Saat bel pukul tujuh berbunyi, semua siswa tidak langsung masuk ke dalam kelas. Mereka pergi menuju aula untuk mengikuti upacara mengenang Nadin dan Mirna. Upacara dibuka oleh alunan musik yang dimainkan oleh grup band SMA Padmavati. Lagu yang mereka mainkan begitu sendu dan mendayu-dayu sehingga membangkitkan kenangan setiap yang mendengarnya pada mendiang Mirna dan Nadin. Grup band berhenti memainkan alat musik mereka saat Kepala Sekolah naik ke atas panggung dan memberikan pidatonya. Setelah Kepala Sekolah menyelesaikan pidatonya, dia turun dari panggung dan kembali ke tempat duduknya. Kemudian, masing-masing perwakilan dari kelas XI naik ke atas panggung untuk memberikan pidato mereka. Pertama adalah giliran perwakilan kelas XI-1, lalu di susul perwakilan kelas XI-2. Di sana mereka menceritakan kenangan-kenangan mereka bersama Mirna dan Nadin selama ini. Tibalah giliran Pitaloka yang mewakili kelas XI-3 untuk naik ke mimbar dan memberikan pidatonya.
"Mirna dan Nadin sudah meninggalkan kita semua, tapi kenangannya masih berada di sini, di dalam hati dan pikiran kita. Saya punya satu kenangan tentang Mirna dan Nadin yang cukup berkesan. Kebetulan, Mirna dan Nadin adalah teman satu kelas saya waktu kelas X. Mungkin yang dulu dari kelas X-5 juga mengenal mereka. Mirna duduk di depan saya dan Nadin di belakang saya. Mereka adalah bintang kelas, selalu bersaing dengan sehat untuk mendapat peringkat satu. Pertama kali saya mengenal mengenal mereka, saya pikir mereka tidak begitu ramah orangnya. Tapi setelah kelas berjalan beberapa bulan, kami bertiga menjadi sangat dekat. Kami bertiga ditambah Nilam sering kali jalan bersama.
Saat saya dan Nilam sedang marahan karena suatu hal, mereka berdua selalu berusaha mendamaikan kami. Tapi, saya tidak pernah menanggapi mereka. Saat saya dan Nilam kembali berbaikan, mereka begitu senang dan mengajak kami untuk mentraktir mereka. Itu adalah kebersamaan kami yang terakhir. Pasalnya setelah itu mereka sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.
Mereka adalah orang yang baik. Rasanya tidak adil kalau mereka harus berakhir seperti ini. Mereka layak untuk hidup lebih lama dan merasakan kebahagiaan. Saya dan Nilam sama sekali tidak menyangka kalau mereka akan memilih menyerah pada hidup ini. Tidak ada firasat apa pun. Selama ini mereka juga tampak baik-baik saja. Meskipun mereka tidak lagi jalan bersama saya dan Nilam, tapi kami masih sering saling sapa saat bertemu di jalan ataupun di sekolah. Memang benar kami sangat dekat, tapi kami punya batasan masing-masing. Kami tidak pernah bertanya masalah mereka dan mereka juga tidak pernah menceritakannya.
Selamat jalan sahabatku, Mirna dan Nadin. Hidup kalian memang telah berakhir, tapi kalian akan tetap hidup dalam kenangan. Pergilah dengan damai ke tempat mana pun yang kalian tuju. Maafkan bila aku dan Nilam ada salah pada kalian, baik yang sengaja maupun tidak disengaja. Terima kasih telah hadir dalam hidup kami dan membuat hari kami lebih indah. Kami akan selalu merindukanmu." Setelah mengakhiri pidatonya, Pitaloka turun dan kembali ke bangkunya.
Pitaloka celingak-celinguk, seperti sedang mencari seseorang. Nilam yang dia cari. Gadis itu tidak ada di mana pun. Pitaloka langsung mencari Nilam, barangkali dia di kamar mandi. Setelah dicari-cari lagi, ternyata Nilam tidak ada di kamar mandi. Pitaloka mencoba menghubungi ponselnya, tapi tidak tersambung. Kemudian terbesit dalam pikiran Pitaloka kalau Nilam pergi ke gudang sekolah untuk melanjutkan pencarian. Pitaloka segera berlari sekuat yang dia bisa menuju gudang sekolah. Pintu gudang sedikit terbuka. Dengan jantung berdegup kencang, Pitaloka memasuki gudang. Keadaan yang sama, gelap dan pengap. Dia menyalakan api di tangannya untuk penerangan. Dia masuk semakin dalam sambil memanggil nama Nilam, tapi tak ada jawaban. Pitaloka lantas meninggalkan tempat pengap itu dan kembali ke tempat di mana dia seharusnya berada.
Kelas sudah dimulai. Pitaloka setengah hati mengikuti pelajaran. Dari awal sampai akhir. Saat hendak meninggalkan sekolah, rasanya berat. Pitaloka ingin mencari Nilam sekali lagi. Puluhan pesan sudah dia kirimkan, tapi semuanya hanya centang satu yang artinya pesan sudah terkirim tapi belum diterima. Pitaloka mencoba tenang dan berpikir dengan jernih. Otaknya tiba-tiba mengingat satu cara untuk mencari tahu keberadaan orang lain, yaitu melalui cermin ataupun air. Pitaloka segera pergi ke kamar mandi, dia masuk ke dalam bilik dan mengeluarkan cermin riasnya. Dia konsentrasi dan memfokuskan kekuatannya sambil mengulang-ulang nama Nilam. Cermin seolah menjawab pertanyaan Pitaloka, dia menunjukkan di mana keberadaan Nilam saat ini. Itu aalah gudang sekolah.
"Bagaimana dia bisa ada di sana?" Pitaloka memasukkan cerminnya ke dalam tas lagi dan segera pergi ke gudang.
Saat pertama kali masuk ke dalam gudang, Pitaloka langsung lari menghampiri Nilam yang tergeletak di lantai gudang yang kotor dan dingin. Dia sama sekali tak terpikir bagaimana sepupunya itu berada di tempat ini, padahal tadi Pitaloka sudah memeriksa tempat ini dan hasilnya nihil. Pasti ada satu kuasa gaib yang mendalangi semua ini.
Beberapa waktu sebelumnya, saat upacara pelepasan. Nilam seperti terhipnotis. Dia berjalan keluar dari aula, meninggalkan Pitaloka yang tengah memberikan pidato. Kemudian, dia mengeluarkan ponsel lalu mematikan data internetnya. Selanjutnya, dia berjalan menjauh dari keramaian. Tanpa gadis itu sadari, dia telah sampai di area terlang di SMA Padmavati ini, yaitu gudang berpintu merah. Tiba-tiba saja bibir Nilam mengembangkan senyuman. Matanya melihat seseorang yang dia cintai berdiri di ambang pintu. Nilam berjalan mendekatinya, karena sosok itu terus melambaikan tangannya seolah menggoda Nilam untuk datang ke dalam pelukannya. Tangan sosok yang hanya dapat disaksikan Nilam mengulur ke depan. Nilam segera menyambut tangan tersebut. Senyuman manis tertumpah dari bibir keduanya. Sosok yang kini menggandeng Nilam membimbing sang gadis untuk masuk ke dalam gudang terlarang. Ketika mereka sepenuhnya berada dalam gudang yang gelap, mereka berdua lenyap begitu saja seperti embun.
Tak lama kemudian. Pitaloka yang khawatir karena tak menemukan Nilam di aula memutuskan untuk mencari hingga ke gudang. Dia masuk ke dalam gudang itu, tapi tak menemukan orang yang dia cari berada di sana. Dan, Pitaloka pun memutuskan untuk kembali ke kelas. Di sinilah yang tidak diketahui oleh Pitaloka, ketika dia memasuki gudang dan mencari Nilam, sebenarnya Nilam ada di sana. Hanya saja gadis itu berada di dimensi yang berbeda. Dia tengah bercumbu dengan sosok yang dia cintai.
Pitaloka mencoba membangunkan Nilam, tapi dia tak kunjung sadar juga. Dia menelepon nenek Daksin dan mengatakan kalau Nilam pingsan. Pitaloka minta agar nenek Daksin menjemputnya ke sekolah. Dari gudang yang letaknya jauh dari keramaian ini, Pitaloka sekuat tenaga memapah Nilam. Dia berjalan terseok-seok sambil sesekali berteriak meminta pertolongan. Setelah cukup jauh dari gudang, Pitaloka merasa tidak sanggup lagi. Dia terduduk dan memangku Nilam. Dia memanggil pertolongan. Untungnya ada dua orang siswa dari yang mendengar suara panggilannya dan mereka segera datang menghampiri. Dua siswa itu segera menggotong Nilam ke UKS. Petugas UKS sudah tidak ada, jadi Pitaloka dibantu dua siswa tadi melakukan pertolongan sebisanya.
Tak lama kemudian, diamendapatkan telepon dari nenek Daksin yang sudah sampai di halaman sekolah.Sekali lagi Pitaloka meminta bantuan dua siswa tadi untuk menggotong Nilam kemobil neneknya. Daksin segera melajukan mobilnya meninggalkan sekolah segerasetelah Nilam dan Pitaloka masuk ke dalam mobil.

KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasy"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."