Tengah malam sudah menjelang. Ningrum yang sedari kemarin sudah melacak keberadaan pembunuhnya, akhirnya menumukan titik terang. Arima dan Daksin mengikuti Ningrum yang menyaru menjadi seekor burung gagak. Setelah beberapa saat terbang berkeliling menuntun Arima dan Daksin, kini Ningrum bertengger di atas sebuah rumah sederhana. Kemudian dia berkoak berkali-kali sebagai tanda bahwa di ruamh itulah pembunuhnya tinggal.
Arima dan Daksin segera turun dari mobil, mereka sengaja memarkir mobil agak jauh dari halaman rumah di mana Ningrum terus berkoak. Saat memasuki halaman, Arima dan Daksin saling berbisik, mereka sedang memikirkan cara untuk masuk ke dalam rumah itu, apakah langsung dobrak ataukah pakai permisi. Kemudian mereka sepakat untuk beramah tamah terlebih dahulu. Daksin mengetuk pintu, tapi tidak ada sahutan. Sepertinya orang itu tidak ada di rumah atau dia menyadari kehadiran mereka. Ningrum berubah menjadi hantu lagi dan masuk ke dalam rumah, dia mencari keberadaan pembunuhnya, apakah di dalam rumah atau tidak.
Lebih dari sepuluh menit Ningrum belum kembali, Daksin merasa kahwatir. Begitu pula Arima. Jangan-jangan Ningrum tertangkap, begitu pikir mereka. Daksin tiak bisa menunggu lagi, dia membuka pintu secara paksa dengan satu mantra. Pintu langsung terbuka lebar dengan kasar. Arima dan Daksin masuk dan langsung menyebar mencari keberadaan orang dari sekte Pralayadipati. Daksin dapat mengendus keberadaan pembunuh itu, tapi di sisi lain Arima masuk ke dalam ruangan yang tanpa dia ketahui telah membawanya pada si empunya rumah yang juga pembunuh Ningrum. Arima langsung dibuat tak berkutik saat lampus—sebutan untuk anggota sekte Pralayadipati—melemparinya dengan abu suci. Arima jatuh terkapar dan menjerit kesakita karena abu suci itu mulai membakar tubuhnya.
"Makhluk seperti kamu itu harus dimusnahkan dari muka bumi, tapi jujur aku sama sekali tidak menyangka kalau kau akan menyambut mautmu sendiri. Kau pikir dengan meminta bantuan hantu itu ...," Lampus itu menunjuk sebuah botol yang di dalamnya ada Ningrum, "kamu bisa tidak terlacak olehku?" lanjutnya. "Awalnya, aku berencana untuk menunggu sampai bulan purnama, tapi kau malah datang sendiri."
"Keberadaanmu di Gandasuli tidak akan lama, kau akan pergi ke neraka sebelum kau mengirimku ke neraka. Aku akan membuat perhitungan, karena ulahmu ibuku harus mendekam di penjara." Arima, meskipun merasa kesakitam, tapi dia masih cukup kuat untuk mengumpat lampus itu.
"Chandrika masuk penjara? Bagaimana bisa?" Lampus itu tampaknya tidak tahu kalau saat dia membunuh Ningrum ada seseorang yang memerhatikannya dan mengadu pada polisi dengan menyatakan kalau pelakunya itu adalah Chandrika.
"Aku yang membunuh wanita itu, tapi kenapa malah Chandrika yang masuk penjara?" pria itu tergelak. "Dunia sungguh lucu," kini dia tertawa lebih lantang.
Arima mencoba bangkit dan melakukan perlawanan, tapi dengan sigap lampus yang bernama Wanardi itu mengacungkan sebuah golek tepat di depan hidung Arima. Ibu Pitaloka itu sontak terjatuh dan tak sadarkan diri, jiwanya terperangkap dalam golek yang Wanardi pegang. Wanardi bersiap untuk membakar golek tempat jiwa Arima terperangkap, tapi Wanardi sama sekali tidak menyangka kalau akan ada sebuah pukul keras tepat di tengkuknya.
Wanardi si lampus jatuh tak sadarkan diri. Sebelum Wanardi sadarkan diri, Arima mengangakan mulut pria itu dan memasukkan laba-laba—yang sudah dihidupkan kembali—ke dalam mulut Wanardi. Kemudian Arima berbisik ditelinganya agar dia melakukan sesuatu, yaitu pergi ke kantor polisi dan mengakui perbuatannya—membunuh Ningrum serta mengancam Bono untuk memberikan kesaksian palsu. Daksin yang melihat Ningrum dikurung dalam botolo segera memecahkan botol agar Ningrum bisa keluar. Setelah membebaskan Ningrum, Daksin membelah golek menjadi dua agar jiwa Arima kembali pada tubuhnya. Arima tersadar kembali.
Ningrum tidak puas karena Daksin membiarkan Wanardi tetap hidup. Tapi Daksin kemudian menekankan, bahwa setelah mendekam di penjara nanti, laba-laba yang sudah dimasukkan ke dalam mulutnya akan membunuhnya dari dalam. Ningrum pun mengerti setelah diberikan penjelasan, dia merasa tenang dan kembali ke alamnya. Arima dan Daksin segera meninggalkan rumah Wanardi. Mereka tinggal memastikan besok Chandrika sudah bisa bebas.
Di tempat lain, tepatnya di bukit tempat mereka menemukan Nilam tergantung, Erawati tengah mengikuti asap dari badiang yang dia nyalakan. Di belakangnya ada Nilam dan Pitaloka yang membuntutinya. Asap itu menunjukkan kejadian-kejadian yang pernah terjadi pada waktu itu. Asap itu sudah bagaikan CCTV, menunjukkan kejadian di mana sesosok misterus menggendong Nilam yang tak sadarkan diri. Lalu, menggantungnya di atas pohon dan meninggalkan Nilam hingga tak bernyawa. Kemudian muncul gambaran Pitaloka yang meraung-raung, lalu disusul kedatangan Chandrika, Daksin, Arima, dan Erawati. Kejadian-kejadian terus berlangsung hingga Nilam hidup kembali. Sayangnya pergerakan sosok yang membunuh Nilam tidak dapat mereka tangkap dengan jelas, dia memakai jubah dan topeng.
Mereka kembali ke rumah bersamaan dengan kepulangan Daksin dan Arima. Erawati menyalakan badiang di dekat pohon flamboyan sambil merapal mantra-mantra. Kilasan kejadian yang direkam pohon itu pun muncul. Ada seseorang dengan wajah seperti Chandrika membawa belati di tangan. Dia kemudian mengukir rajah di batang bawah pohon flamboyan. Setelah itu dia menyayat telapak tangan kirinya dan menggunakan darah yang mengalir untuk mengaktifkan rajah. Darah merasuk ke dalam tubuh pohon dan mulai membusukkan pohon kesayangan Chandrika dari dalam. Meskipun yang muncul adalah sosok berawajah Chandrika, tapi mereka yakin sosok itu adalah seorang pengiwa. Pasti dia sudah mengira kalau mereka akan melakukan ini, makanya dia merubah wajahnya menjadi Chandrika untuk mengecoh.
Usaha Erawati, Nilam,dan Pitaloka tidak membuahkan hasil malam ini. Di lain pihak, Daksin dan Arimatelah berhasil. Dari penelusurannya malam ini, mereka menyimpulkan bahwa orangyang memasang kutukan di pohon flamboyan dengan orang yang membunuh Nilamadalah orang yang berbeda. Tapi sama dengan orang yang menyaru menjadi Bono danmemberikan kesaksian palsu pada polisi. Tujuannya menyaru menjadi Bono danmemberi kesaksian palsu jelas sekali untuk menyingkirkan Chandrika darikeluarganya agar dia tidak bisa melindungi keluarga yang dia cintai. Sedangkantujuannya memberikan kutukan pada pohon flamboyan itu adalah untuk membunuhkeluarga yang Chandrika sayangi secara perlahan dan agar mereka mengira kalauChandrika sendiri yang berusaha menghabisi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasy"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."