"Apa bibi yakin akan menemukan siapa pembunuh Ningrum yang sebenarnya di sini? Di tempat ini?" Arima bersama Daksin tengah menyelidiki sesuatu di tempat kematian Ningrum.
"Aku yakin masih ada residual energi Ningrum di sini." Daksin mulai menyalakan badiang. "Aku akan menariknya dan mencari tahu siapa yang sudah membunuhnya."
Asap badiang mulai mengepul ke udara. Daksin meniupnya tiga kali, lalu asap itu membentuk satu figur wajah seseorang. Figur itu adalah wujud dari residual energi yang Ningrum lepaskan saat dirinya dihabisi. Simpelnya, sosok itu adalah hantunya Ningrum yang masih tinggal di tempat itu karena proses kematian yang tak wajar. Daksin segera bertanya pada Ningrum apakah dia mengingat wajah pembunuhnya. Ningrum ternyata masih ingat dengan jelas wajah orang yang menghabisinya.
Daksin pun membuat penawaran dengan Ningrum yang mana Ningrum harus melakukan sesuatu untuk Daksin dan Daksin akan melakukan sesuatu untuk Ningrum juga, tanpa pikir panjang Ningrum setuju dengan tawaran yang diberikan Daksin.
Keesokan harinya, Daksin mengambil sesuatu yang ada di kamar Chandrika—tepatnya yang ada di dalam kota yang tersimpat di sebuah ruang rahasia. Dia mengambil seekor laba-laba yang dikeringkan, lalu membungkusnya dengan kain hitam. Lalu mereka bersama-sama pergi ke rumah seseorang. Orang itu adalah Bono, saksi mata yang mengaku melihat Chandrika menghabisi Ningrum. Sesampainya di rumah Bono, ternyata si empunya rumah tidak ada di sana. Berdasarkan pengakuan tetangga sebelahnya, Bono dan istrinya sudah hampir dua bulan pindah rumah ke Distrik Selapita, Gandasuli Utara.
Daksin dan Arima merasa ada yang ganjil, kalau Bono dan istrinya sudah pindah rumah hampir dua bulan berarti siapa yang memberikan kesaksian atas kejadian pembunuhan Ningrum. Lantas Arima bertanya apakah tetangga Bono itu punya nomor telepon Bono. Berhubung dia punya nomor Bono si tukang bubur kacang hijau, tetangga Bono yang ramah itu memberikan nomor Bono pada Arima.
Arima langsung menelepon Bono dan meminta alamat barunya. Bono memberikan alamat barunya pada Arima yang merupakan pelanggan setianya. Arima dan Daksin segera berangkat ke Distrik Selapita untuk mengunjungi Bono. Sesampainya di rumah Bono, Arima dan Daksin tidak langsung mengutarakan maksud mereka. Sebagai basa-basi, Arima memesan tujuh bungkus bubur kacang hijau dari Bono yang saat ini sudah punya gerai yang cukup besar. Sambil menyiapkan pesanan untuk Arima dan Daksin, Bono nyeletuk. Dia bertanya bagaimana kabar Chandrika. Daksin yang menjawab, dia bilang kalau kakaknya baik-baik saja.
Selanjutnya Arima bertanya pada Bono apakah dia sudah dengar kabar kematian Ningrum. Bono terkejut, salah satu pelanggannya meninggal. Dilihat dari ekspresinya, Daksin yakin kalau Bono tidak tahu menahu soal kematian Ningrum.
"Matinya kenapa, Mbak?" tanya Bono.
"Dibunuh, Mas," jawab Daksin singkat.
"Kasihan sekali," ujar Bono sambil menyiapkan bungkusan bubur kacang hijau yang ke empat. "Pembunuhnya sudah ketangkap apa belum?" mendengar pertanyaan itu, terlihat jelas bahwa Bono benar-benar tidak tahu soal pembunuhan itu.
"Masih buron, Mas," jawab Daksin. Matanya terus mencari sirat kebongan dari kilauan mata dan pancaran aura Bono. Tapi, sedari tadi tidak ada sirat kebongan dari mata dan auranya juga normal-normal saja. "Orang ini berkata jujur, dia sama sekali tak tahu soal kejadian itu. Berarti bukan dia yang memberikan kesaksian pada polisi sehingga kakakku harus mendekam di penjara," gumam Daksin dalam hati.
"Oh iya, kapan Mas Bono pindah ke sini? Kok, enggak ada kabar kalau mau pindah?" tanya Arima.
"Saya pindah tanggal dua puluh lima September, dua setengah bulan yang lalu. Saya memang sengaja enggak ngomong ke orang-orang, takut dikira pamer," kata-kata Bono diakhiri dengan tawa yang terdengar sangat ramah. Dari pernyataan itu, berarti Bono pindah delapan hari setelah ulang tahun Pitaloka dan Nilam.
"Apa Mas Bono masih suka menengok ladang yang ada di jalan Darmaganti? Itu kira-kira kalau dijual harganya berapa, ya?" tanya Arima basa-basi, tapi inti dari pertanyaannya ini hanyalah untuk mengetahui apakah Bono ada di tempat kejadian saat Ningrum dihabisi.
"Wah, Mbak, ladangnya sudah saya jual. Ini uangnya saya buat nambah-nambahin beli rumah ini. Kalau saya tahu Mbak Rima tertarik sama ladang saya, pasti saya tawarkan ke Mbak waktu itu." Bono sudah selesai membungkus tujuh bungkus bubur kacang hijau untuk Arima.
"Ah, enggak apa-apa," Arima mengibaskan tangannya. "Mungkin memang belum berjodoh saja."
"Ini, Mbak," Bono menyerahkan tujuh bungkus bubur pesanan Arima.
"Berapa?"
"Tiga puluh lima ribu, Mbak," ujar Bono.
"Ini," Arima memberikan uang tiga puluh lima ribu untuk membayar tujuh bungkus bubur kacang hijau yang dia pesan. "Kalau gitu, kami permisi dulu, Mas."
"Iya, terima kasih."
Arima dan Daksin langsung kembali ke rumah. Dalam perjalanan, Daksin mengeluarkan buntelan kain hitam berisi laba-laba yang diawetkan yang dia bawa dari rumah tadi. Arima bertanya untuk apa laba-laba itu. Daksin menjelaskan, bahwa laba-laba ini rencananya akan dimasukkan ke dalam tubuh Bono melalui mulutnya sehingga saat Bono dimintai kesaksian di pengadilan, dia akan memberikan kesaksian yang sebenarnya. Tapi keadaannya malah Bono sendiri tidak mengetahu pasal pembunuhan Ningrum dan penangkapan Chandrika yang dituduh sebagai pelaku. Makanya tadi Daksin tidak jadi menggunakan laba-laba yang sedari tadi dia simpan di dalam kantung.
"Bagaimana kalau Bono mendapatkan panggilan dari pengadilan sedangkan dirinya sama sekali tidak merasa memberikan kesaksian pada polisi? Bukankah itu akan menyusahkan dia?" tanya Arima yang saat ini mengemudikan mobil. Dia menggantikan Daksin.
"Polisi pasti akan mencarinya dan mengundangnya ke persidangan kakakku untuk memberikan kesaksian," ujar Daksin, kemudian dia tampak berpikir. "Kita harus segera mendapatkan orang yang membunuh Ningrum, kita tangkap dia hiup-hidup. Aku pastikan kalau Bono tidak akan dituntut karena memberikan kesaksian palsu."
Sesampainya di rumah, sambil menikmati bubur kacang hijau yang dia beli dari warung Bono tadi, dia menceritakan semua yang dia dapatkan dari menyelidiki Bono si tukang bubur kacang hijau. Mereka semua sama-sama memutar otak, mencoba menerka-nerka siapa gerangan orang yang telah membunuh Ningrum dan orang yang memberikan kesaksian dengan menyaru sebagai Bono.
Ada dua orang berbeda dalam kejadian ini. Satu orang yang menghabisi Ningrum dan satu orang lagi yang memanfaatkan kejadian itu untuk menyingkirkan Chandrika. Satu-satunya orang yang tahu si pembunuh itu adalah Ningrum sendiri dan orang kedua pasti seorang yang punya kemampuan mancala rupa. Yang jelas, si pembunuh itu bukan Chandrika dan yang memberikan kesaksian kepada polisi bukanlah Bono.
Meskipun Ningrum sudahmemberitahukan kepada Arima dan Daksin siapa yang sudah membunuhnya, tapi tetapsaja mereka tidak akan mudah menemukan orang yang membunuh Ningrum. Kalau sajaorang itu meninggalkan bagian dari tubuhnya seperti rambut, darah, kuku, atausemacamnya, maka Daksin dan Arima pasti bisa melacaknya. Kemarin malam saatmemanggil hantunya Ningrum, mereka telah membuat kesepakatan dengan Ningrumyang mana dia harus mencari pembunuhnya dan biarkan Daksin yang menyelesaikansisanya. Malam ini, mereka akan membagi tugas. Daksin dan Arima menguruspembunuh Ningrum, sedangkan Erawati bersama Pitaloka dan Nilam mengurus pengiwayang memberikan kutukan pada pohon flamboyan di rumah mereka tempo hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasía"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."