Darah Tertumpah

58 3 0
                                    

Tragedi bunuh diri yang dilakukan Mirna berhasil membuat media cetak maupun elektronik memberitakan SMA Padmavati. Hari ini polisi datang untuk mendapatkan keterangan dari beberapa guru dan teman-teman Mirna, termasuk Nilam dan Pitaloka. Dua gadis itu sontak menjadi buah bibir satu sekolah, pasalnya mereka berdua saja yang tahu kata-kata terakhir dari Mirna. Seperti yang sudah dipesankan pada mereka, Nilam dan Pitaloka tidak mengatakan apa pun tentang semua hal yang dikatakan Mirna pada mereka kepada polisi.

Astuti dan Pramono juga dimintai keterangan, dua guru itulah yang kemarin ada di atap bersama Mirna. Dua guru itu mengatakan kalau mereka sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menghentikan Mirna, namun keinginan gadis itu untuk mati jauh lebih besar. Ibu Kepala Sekolah, Danu, tidak bisa memberikan banyak keterangan. Karena kejadian ini begitu tiba-tiba dan sangat di luar dugaan. Pasalnya, selama ini Mirna bukan termasuk anak yang anti-sosial, penyendiri, ataupun berlatar belakang dari keluarga yang terpecah. Jadi, keputusan Mirna untuk mengakhiri hidupnya ini sungguh membuat seluruh sekolah terkejut serta sedih bukan main.

Sekitar pukul sepuluh lebih lima belas menit, saat para polisi hendak meninggalkan sekolah, tiba-tiba terdengar jeritan seorang siswi. Suara itu berasal dari kamar mandi. Beberapa guru dan siswa lain berlarian ke sana. Di dalam kamar mandi ada Asna yang tampak pucat, dia menunjuk-nunjuk salah satu bilik kamar mandi. Wandi, guru olah raga kelas X mendekat ke bilik itu dan alangkah terkejutnya dia saat mendapati seorang siswi tergeletak di sana dengan dua pergelangan tangan yang tersayat.

Darah segar mengalir dari luka itu. Saat diperiksa, ternyata siswi tersebut sudah tak bernyawa. Polisi yang awalnya hendak kembali ke kantor akhirnya harus menangani kasus lagi—ditempat yang sama lagi. Sekolah menjadi gempar. Belum selesai kasus Mirna, kini seorang siswi dari kelas XI-1 memilih jalan yang serupa dengan Mirna. Siswi tersebut adalah Nadin, anaknya selalu ceria dan berprestasi dalam bidang cheerleading. Dia adalah kapten cheerleader yang sudah mengharumkan nama sekolah sejak dia masih di bangku kelas X. Setelah ditelisik lebih lanjut, kematian Nadin ini sudah terjadi lebih dari dua belas jam. Kemungkinan, Nadin melakukan bunuh dirinya kemarin sore sekitar pukul tiga atau empat.

Polisi segera membawa mayat Nadin ke rumah sakit untuk dilakukan tes ini dan itu. Apakah Nadin menggunakan obat-obatan terlarang atau tidak. Astuti langsung membawa Asna ke UKS untuk ditenangkan. Semuanya jadi bertanya-tanya kenapa yang melakukan bunuh diri adalah siswi yang berprestasi dan idola di sekolah. Nilam dan Pitaloka teringat satu dua kata yang dibisikkan Mirna kemarin: aku bukan yang terakhir. Akan ada lagi. Mereka membicarakannya di tempat yang sepi dengan suara yang sangat pelan agar tidak ada orang yang mendengar.

Nilam menyimpulkan bahwa, Mirna mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh orang lain dan salah satunya adalah peristiwa bunuh diri di sekolah ini. Sedangkan Pitaloka menduga kalau Mirna dan Nadin sudah merencanakan bunuh diri mereka. Kemudian mereka termenung, memikirkan berbagai kemungkinan. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara seorang siswi yang memanggil nama mereka. Dia menyampaikan pada Nilam dan Pitaloka kalau mereka berdua diminta untuk datang ke ruang Kepala Sekolah.

Nilam dan Pitaloka saling pandang. Mereka baru teringat kalau nenek meminta mereka untuk menyampaikan apa yang dikatakan Mirna pada Kepala Sekolah. Berarti inilah kesempatan mereka untuk menyampaikan semuanya. Nilam dan Pitaloka pergi ke ruangan Kepala Sekolah. Di sana, mereka disambut ramah oleh Danu. Wanita itu menawarkan manisan—madu mangsa—kepada dua gadis jelita itu. Namun, Nilam dan Pitaloka menolak dengan halus.

"Maaf, Bu, sebenarnya kami ingin mengatakan sesuatu," ujar Pitaloka sopan.

"Wah, kebetulan sekali, saya juga mau membicarakan hal yang sama," tanggap Danu sambil makan mau mangsa, kemudian menyecap teh yang masih mengepul.

"Maksud Ibu apa, ya? Kami tidak mengerti."

"Saya tahu Mirna mengatakan sesuatu pada kalian. Sekarang ceritakan semuanya pada saya," Danu memasang wajah serius.

Nilam menceritakan semua yang Mirna katakan pada mereka kepada Kepala Sekolah. Danu memasang wajah serius dari awal sampai akhir cerita. Begitu cerita diakhiri, Danu diam tak berkomentar. Pitaloka dan Nilam saling pandang, mereka jadi penasaran dengan apa yang dipikirkan oleh Kepala Sekolah itu. Tapi, kemudian Danu angkat bicara. Sekalinya angkat bicara, dia justru meminta pendapat Nilam dan Pitaloka terhadap tragedi yang terjadi dua hari ini.

"Kalau menurut saya, Mirna dan Nadin sudah merencanakan bunuh diri mereka," ungkap Pitaloka.

"Bagaimana menurutmu, Nilam?"

"Kalau saya sendiri lebih fokus pada Mirna, soalnya dari kata-kata terakhir Mirna itu, dia tampak mengetahui sesuatu yang hanya diketahui olehnya. Dan lagi, sepertinya kata-kata Mirna itu adalah sebuah petunjuk ...,"

"Maksud kamu petunjuk penyebab bunuh dirinya Mirna dan Nadin?" sela Pitaloka.

"Tepat sekali," Nilam mengangguk.

"Apa itu ada di gudang dan ruang bawah tanah?" tebak Pitaloka.

"Sebelum ada yang bunuh diri lagi, bisakah kalian menyelediki gudang dan ruang bawah tanah sepulang sekolah nanti?" Nilam dan Pitaloka langsung tak tahu harus berkata apa. "Mau, 'kan?" Nilam dan Pitaloka otomatis mengangguk. "Apa pun yang kalian temukan di sana, sampaikan semuanya pada saya."

"Baik, Bu," ujar Nilamdan Pitaloka.

MANDRAGUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang