Arima dan Gaja dibuat bingung dengan cuaca tiga hari terakhir yang selalu tampak mendung. Selama tiga hari itu, pada siang dan malam hari selalu turun hujan dengan lebat, lengkap dengan angin dan petir yang menyambar-nyambar. Padahal dua hari lagi adalah hari pernikahan mereka. Chandrika berkata pada Arima dan Gaja kalau mungkin saja hujan ini adalah tanda bahwa Semesta tidak berkenan dengan pernikahan mereka. Daksin, tanpa berniat untuk menyakiti hati Arima, dia kembali mengingatkan keponakannya itu agar memertimbangkan keputusan yang akan diambilnya. Erawati menyanggah anggapan Chandrika dan Daksin dengan berkata, bahwa hujan ini hanyalah hujan biasa yang kerap turun di musim penghujan seperti ini. Arima dan Gaja langsung serempak menyetujui pemikiran positif dari Erawati. Di ruang tamu itu semua anggota keluarga—kecuali Pitaloka dan Nilam—ditambah Gaja berkumpul membicarakan pernikahan Arima dan Gaja yang akan dibatalkan atau dilanjutkan.
Di kamarnya, Pitaloka berbincang dengan Nilam, sepupu yang sudah seperti adiknya sendiri. Nilam bertanya pada Pitaloka bagaimana perasaannya saat ini, yang mana dia akan segera melihat ibunya menikah dengan Gaja. Nilam minta Pitaloka berkata sejujur-jujurnya. Dan, Pitaloka pun berusaha berkata jujur pada Nilam. Sejujurnya, entah mengapa dirinya sama sekali tidak merasa bahwa pernikahan ini adalah keputusan yang tepat. Dia juga merasa kalau Semesta sedang memberikan peringatan kepada mereka. Tapi di sisi lain, Pitaloka juga ingin ibunya bahagia dengan memiliki seorang pendamping hidup.
Nilam sama sekali tidak berkomentar pada mulanya, lantas dia angkat bicara dengan menanyakan hal lain. Nilam bertanya pada Pitaloka tentang apa yang akan dia lakukan jika ada orang yang ingin menghancurkan Keluarga Mandraguna dan ternyata orang itu adalah orang terdekat mereka. Awalnya Pitaloka merasa aneh dengan Nilam, kenapa dia tiba-tiba menanyakan hal seperti itu di hari seperti ini. Tapi kemudian, Pitaloka menjawab dengan penuh keyakinan bahwa dia akan melindungi keluarga dengan cara apa pun. Mendengar jawaban Pitaloka tadi, Nilam meraih tangan sepupunya itu dan menggenggamnya erat.
"Ada apa? Kenapa kau aneh sekali hari ini?" Pitaloka penasaran. "Apa kau tahu sesuatu?"
"Tidak ada," jawab Nilam singkat.
"Tapi gelagatmu yang aneh ini membuatku yakin kalau kamu tahu sesuatu. Katakan padaku apa itu sekarang!" Pitaloka jelas memaksa.
Nilam tahu dirinya tak akan bisa menutupi kebenaran lebih lama lagi, maka diputuskanlah untuk membeberkan kebenaran yang dia tahu pada Pitaloka. Ketika mulut Nilam baru saja terbuka, tiba-tiba dia tersentak dengan rasa panas yang menyengat dari tangan Pitaloka. Gadis itu kumat lagi. Ini adalah pembukaan yang kesembilan.
Nilam menjerit memanggil yang lain. Dia panik dan tidak tahu harus berbuat apa saat sepupunya kejang-kejang dengan mata yang hanya menampakkan kornea saja. Tubuh gadis itu juga memerah bak terbakar. Semua yang ada di bawah segera lari ke kamar Pitaloka. Arima panik melihat putrinya kembali menderita seperti ini, dia memohon pada Chandrika untuk menolong putrinya. Namun, Chandrika hanya memasang wajah iba, karena memang tidak ada yang bisa dia lakukan saat ini.
Gaja yang tidak mengerti apa yang terjadi pada Pitaloka tidak bisa menahan diri untuk bertanya. Yang lain terdiam, tapi Erawati menjawab. Dengan penjelasan yang singkat dan jelas. Erawati menjelaskan pada Gaja, bahwa Pitaloka adalah Mandraguna yang terlahir kembali dan saat ini dia sedang dalam fase pembukaan sebelum mencapai kebangkitan.
Gaja tak banyak berkomentar, dia hanya diam tanpa ekspresi. Kemudian, dia bertanya kenapa mereka tidak berbuat apa-apa, lantas Arima menjawab kalau bukannya mereka tidak melakukan apa-apa tapi karena memang tidak ada yang bisa mereka lakukan selain membiarkan proses ini berlanjut dan menyerahkan semuanya kepada Pitaloka sendiri.
Sekitar dua puluh menit mereka menyaksikan Pitaloka menggelepar bagaikan cacing kepanasan. Setelah pergulatan dalam diri Pitaloka usai, gadis tangguh itu kembali mendapatkan kesadarannya yang hilang selama dua puluh menit silam. Meskipun matanya sudah kembali normal, namun tatapan Pitaloka masih kosong dan tanpa ekspresi. Gaja segera mengangkat gadis yang akan segera menjadi putrinya ke atas kasur. Daksin lalu mengajak Nilam untuk membuat ramuan. Sembari membuat ramuan, Nilam menceritakan pada Daksin bahwa tadi dia hampir memberitahukan segalanya kepada Pitaloka, tapi sayangnya Pitaloka keburu tak sadarkan diri. Daksin sangat menyayangkan hal itu, padahal dia sudah berharap banyak kalau Pitaloka mengetahui hal ini maka dia bisa menghentikan pernikahan ibunya. Nilam merasa bersalah, dia mengakui kalau dirinya terlalu banyak berpikir dan juga tak tega memberitahukan kebenaran yang mungkin akan membuat Pitaloka kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasy"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."